Fever

2.1K 120 24
                                    

Brrrrrrm!!

Terdengar suara mesin mobil di garasi. Dylan segera berlari menuju sumber suara. Disanalah ia menemukan Kory dan Y. Tentu saja Y sangat basah.

"Kemana saja kau! Apa yang sedang kau lakukan!?" tanya Dylan
"Hanya pergi ke pinggir sungai, mencari angin bersama Y"
"Kau pikir berapa lama kau pergi? Saat ini Ryan sedang mencarimu diluar!"
"Untuk apa? Aku masih ingat jalan pulang kok"
"Dasar bodoh, dia mengkhawatirkanmu!" Dylan menjitak dahi Kory

Hanya kata 'aduh' yang keluar dari mulut Kory. Dalam hatinya, ia juga khawatir tentang Ryan. Namun akan sangat berbahaya baginya untuk keluar sekarang. Terlebih, badai diluar juga semakin kencang.

Fwoooooosh!!

Angin menerpa tubuh kecil Ryan yang malang. Angin tersebut sukses membuat payung yang dibawa Ryan terbang. Tubuhnya basah kuyup saat ini. Dinginnya malam dan dinginnya badai menusuk tubuhnya sampai ke tulang. Kakinya sudah terlalu lelah untuk melangkah lebih jauh. Jam menunjukkan pukul 10:00 malam. Dua jam telah berlalu ia mencari sang adik di tengah badai. Ia pun akhirnya memutuskan untuk pulang. Ryan yakin, Kory sudah pulang saat ini.

-Rest, My Big Bro-

"Aku pulang..."

Itulah yang diucapkan Ryan ketika ia memasuki rumahnya. Tidak ada yang membalasnya. Tidak ada lampu yang menyala di setiap ruangan rumah ini. Awalnya, Ryan menduga bahwa Kory dan Dylan sudah tertidur.

Namun, dugaannya salah. Ia mendapati Kory tertidur di salah satu sofa di ruang tamu, dengan sebuah handuk di pangkuannya. Tampaknya, Dylan menemani Kory dan ikut terridur di sofa sebelahnya. Ryan merasa lega Kory sudah pulang. Ia pasti tertidur saat menunggunya pulang. Sang pilot tobot X itupun segera mengambil handuk yang berada di pangkuan Kory, dan menyelimuti adik kesayangannya. Tak lupa juga ia menyelimuti Dylan. Setelah itu Ryan mengeringkan tubuhnya dan segera tidur di kamarnya.

-Rest, My Big Bro-

Matahari bersinar cerah di pagi hari diatas Kota Daedo. Badai semalam sepertinya sudah reda. Banyak sekali orang - orang yang mulai melakukan aktivitasnya.

Kory terbangun. Mendapati dirinya tertidur nyenyak dengan sehelai selimut menutupinya. Begitu juga dengan Dylan. Namun ia yakin bukan Dylan yang melakukan ini, karena Dylan tidur lebih awal daripada dirinya. Dylan yang terbangun bersamaan dengan Kory juga bertanya hal yang sama.

Kory segera berlari menuju kamarnya diikuti dengan Dylan. Disitu ia mendapati kakaknya sedang tertidur diatas kasurnya.

Kory merasa sangat senang. Ia segera berlari ke arah sang kakak dan memeluknya. Ryan terbangun dari tidurnya. Menyadari seseorang sedang memeluknya.

"Maafkan aku Ryan, aku memang egois,"
"Sudahlah tidak apa. Aku juga minta maaf telah membentakmu kemarin,"

Awalnya, Kory enggan untuk melepaskan pelukannya. Namun ia merasakan hal aneh saat memeluk badan sang kakak. Kemudia ia melepaskan pelukannya, dan menempelkan punggung tangannya di dahi Ryan.

Panas. Itulah kesan yang Kory dapatkan.

"Kau terkena demam Ryan. Badanmu panas sekali,"

Apa yang dikatakan Kory benar. Hari ini Ryan merasa tubuhnya begitu lemas dan pusing. Mungkin karena badai semalam.

"Aku baik - baik saja, mungkin hanya demam sedikit. Lebih baik kita segera bersiap - siap untuk sekolah,"
"Tidak Ryan, kau harus istirahat. Sepertinya kau demam tinggi karena aku merasa panas sekali,"

Disinilah si kembar mulai berdebat. Dylan yang mendengar percakapan keduanya hanya menggelengkan kepala danengambil tindakan.

"Kory, benar Ryan. Kau benar - benar butuh istirahat,"
"Dylan saja setuju denganku. Biar aku yang merawatmu hari ini, sebagai ganti apa yang telah terjadi kemarin,"

Ryan menghela nafasnya. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Pada akhirnya, hanya Dylan yang berangkat ke sekolah dengan membawa dua surat izin.

Kory tidak hanya diam saja. Ia segera pergi ke dapur untuk membuat semangkuk bubur. Bocah yang tidak berpengalaman ini akhirnya memegang kendali atas dapur. Ryan yang tidak dapat berbuat apa - apa hanya terbaring lemas diatas kasurnya dengan sebuah kompres di dahinya.

Satu jam kemudian, sang koki abal - abal ini berhasil membuat semangkuk bubur. Walau berkali - kali ia gagal membuat bubur, setidaknya yang terakhir ini lumayan baginya. Ia mencicipi sedikit dari bubur yang ia buat.

"Hm... Lumayan, tidak buruk," komentarnya.

Dengan bangga ia membawa bubur tersebut ke kamarnya. Tak lupa juga Ia membawakan obat. Ryan terbangun begitu mendengar suara pintu terbuka.

"Aku membuatkan bubur untukmu,"
"Terima kasih,"

Ryan segera mengambil posisi duduk, dan memakan bubur buatan adiknya itu. Tawar. Ryan tidak bisa menilai rasa dari bubur buatan Kory. Setidaknya, Ryan harus memakannya sampai habis.

Setelah memakannya, Ryan meminum obat yang dibawakan Kory.

"Istirahatlah, biar aku yang membersihkan rumah,"

Hanya sebuah jawaban berupa anggukan yang Kory dapat. Ia segera membereskan peralatan makan dan hendak pergi keluar. Namun Ryan memanggilnya.

"Hei Kory,"
"Ya?"
"Terima kasih banyak"

Sebuah ciuman tipis mendarat dengan mulus di pipi Kory dari Ryan.

*To Be Continue*

Rest, My Big BroWhere stories live. Discover now