Part 3: Epilogue: But Why?...

38 1 0
                                    


"Kau sudah memasukkan ia ke sekolah itu?"

"Ya, sudah."

Pria berjas putih di umur 30-annya itu mengesap teh yang ada di atas meja, sementara teh yang satu lagi masih utuh dan mulai mendingin.

"Sekarang Jackson ada pada masa jayanya. Maksudku, ia sedang lagi sehat – sehatnya. Tapi penyakit ini akan datang lagi kepadanya, lebih parah dari sebelumnya. Karena justru saat ia mulai sembuh itulah saat penyakit yang sesungguhnya dimulai. Aku harap ia bisa menikmati hidupnya di sisa waktunya ini...."

Wanita berbaju kerja itu menggebrak meja dan berteriak, "TAPI ITU TUGASMU SEBAGAI DOKTER KAN? KAU HARUSNYA BISA MENYEMBUHKANNYA KAN?",

Sambil masih memegang cangkir tehnya, ia menjelaskan dengan wajah yang tertunduk, "Aku minta maaf, tapi aku tidak bisa membantunya. Aku sudah memberikannya obat – obat yang ia butuhkan tapi ia tidak membaik.... Aku mohon... maafkan aku."

Dengan wajah kesal, wanita berbaju kerja itu berdiri cepat.

"Apapun yang terjadi, jangan beritahu anak itu tentang hal ini."

Wanita itu membuka pintu ruangan dengan keras. Dari belakang pintu itu, seorang anak laki – laki dengan jaket yang kebesaran terduduk karena terlempar oleh dorongan pintu yang kencang, menatap wanita itu dengan mata yang berlinang air mata,

"J...Jackson?"

Kisah Jackson: I'm (still) AliveWhere stories live. Discover now