Cerpen

12 0 0
                                    

Seperti biasa, Jackson bersama kedua sahabatnya, Ben dan Irgi, berjalan bersama menuju tempat parkir khusus murid yang letaknya berdekatan dengan lapangan basket di bagian sekolah paling belakang.

"Aduh," ujar Jackson seketika sambil reflek memukul jidatnya.

"Ada apa?" tanya Ben.

"Gue lupa belum balikin bola basket yang ada di bawah meja tadi." Akhirnya Jackson bergegas kembali ke kelasnya untuk mengambil bola basket yang dimaksud.

"Kita tunggu saja di tempat parkir," ujar Irgi yang disusul dengan anggukan dari Ben.

Dengan sedikit berlari kecil, Jackson menghampiri ruang kelasnya lagi. Beruntung karena ruangan tersebut belum dikunci. Sesampainya di sana, ia langsung mengambil bola basket yang ia letakkan di bawah mejanya. Saat istirahat tadi ia tidak sempat mengembalikan bola basket tersebut ke gudang olahraga. Sebagai kapten basket sekolah, ia dipercaya memegang salah satu kunci gudang olahraga oleh guru olahraganya, Pak Budi. Bukan hanya karena tubuhnya yang tinggi menjulang, tapi karena kemampuan bermain basketnya yang memang luar biasa. Bakat tersebut sudah diasah sejak ia duduk dibangku sekolah dasar, dan tidak terhitung lagi penghargaan yang ia dapatkan dari pertandingan basket hingga sekarang ia tengah berada di tingkat terakhir sekolah menengah atas.

Jackson berjalan sambil memainkan bola basket di tangannya. Selain dikenal sebagai seorang kapten tim basket sekolah, ia juga terkenal akan sikapnya yang dingin, namun tetap hormat pada para guru dan orang-orang yang lebih tua darinya. Selain Ben dan Irgi, Jackson pasti akan bersikap tak acuh selama hal tersebut tidak berhubungann dengan dirinya.

Gudang olahraga terletak tidak jauh dari lapangan basket. Setelah Jackson mengembalikan bola basket ke tempatnya, ia segera mengunci pintu gudang dan berjalan menuju tempat parkir. Tapi langkahnya seketika terhenti saat dirinya mendapati pemandangan yang sebenarnya sudah menjadi rahasia umum para murid sekolahnya tentang kegiatan pem-bully-an yang dilakukan Tomy dan kawan-kawannya. Meskipun sudah berulang kali keluar masuk ruang konseling, namun mereka tetap saja melancarkan aksinya untuk mem-bully adik-adik kelas. Tomy dan kawan-kawannya setingkat dengan Jackson dan kebetulan berada di kelas yang sama, kelas 3-IPA-A.

Tepatnya di samping lapangan basket ada celah antara kamar mandi dan pepohonan, di sanalah Tomy dan kawan-kawannya sedang mengerjai seorang adik kelas lak-laki dan berkacamata yang tidak berdaya diintimidasi oleh lima orang kakak kelas yang tubuhnya lebih besar dari murid tersebut. Tentunya dia hanya bisa diam dan tertunduk. Setelah mengamati beberapa saat, Jackson melanjutkan langkahnya menuju tempat parkir, ia tidak akan menghabiskan waktunya mengurus hal yang sama sekali tidak penting menurutnya. Sesampainya di tempat parkir, ia langsung menghampiri Ben dan Irgi yang telah lama menunggunya.

"Lama amat," ucap Irgi sambil naik ke sepeda motor Ben. Irgi dan Ben berboncengan karena rumah mereka berdekatan.

Jackson hanya menanggapi dengan senyuman singkat dan lekas mengenakan helm serta memacu sepeda motornya.

***

Setelah mereka selesai makan siang, Jackson, Ben, dan Irgi beranjak meninggalkan kantin dan menuju ke kelas. Baru beberapa langkah melewati bangku yang ditempati Tommy dan kawan-kawannya, lagi-lagi sebuah keributan terjadi. Sontak, Jackson dan kedua sahabatnya berhenti melangkah dan memutar badan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Terlihat Tommy sedang memarahi seorang siswi yang tidak sengaja menumpahkan jus jeruk dan sedikit mengenai seragam Tommy dan bebera temannya.

"Heh, kalau jalan lihat-lihat dong!" hardik Tommy sambil berjalan mendekati siswi tersebut yang tertunduk takut.

But If You Care EnoughWhere stories live. Discover now