|TBL:Chapter 12|

7.1K 1.1K 55
                                    

Halo! Maaf ya, Zee ngaret banget dan gak sesuai jadwal. Tapi kali ini Zee benar-benar bakalan sesuai jadwal muehehe. Zee bakalan fokus ke Tamed by Love dan Prosecution sambil nunggu His Obsession terbit di bulan Maret~ 

Btw, Zee ada instagram official untuk info-info terbaru seputar cerita Zee. Follow: zeeyazeeofficial bakalan ada follbacknya kok, tinggal DM atau komen aja~Ah, sekalian follow Zee juga ya : zeeyazeee boleh minta follback juga kok! 

Maaciw dan Met baca!

"Hai, La." Bram tersenyum kepada Keola. "Gue gak apa-apa nih gabung?" tanyanya, melirik ke arah kursi yang kosong di samping Keola.

"Duduk aja, Bram. Keola seneng-seneng aja kok," seru Dyah, segera mendapat sikutan dari Keola.

"Gak pada pulang? betah banget di kampus," tanya Bram, basa-basi. Pemuda itu meletakkan tas slempang kulit warna coklatnya di atas meja.

"Baru beres bimbingan, Bram," jawab Keola. "Lagi duduk-duduk santai dulu aja bentar sebelum pulang," lanjutnya, menyedot es teh manis yang tinggal setengah gelas.

Bram manggut-manggut mengerti, kemudian beralih kepada Dyah. "Cowok lo mana?"

"Lagi di rumah, nyiapin keperluan buat dia balik lagi ke Inggris dua minggu lagi," jawab Dyah, tampak lesu. Sebentar lagi dia dan Ardhi akan menjalani hubungan jarak jauh lagi. Rasanya ia bahkan belum puas menghabiskan rindu yang masih menggunung.

Bram mencuri-curi pandang ke arah Keola yang sedang menghabiskan es teh manisnya. Pemuda itu seperti ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu. Melihat tingkah Bram, Dyah yang memang paling peka dengan situasi dimana ada seseorang yang sedang ingin melakukan pendekatan pun berkicau, "Kenapa Bram? Mau minta nomor hp?"

Bram menyorotkan tatapan kesal kepada Dyah yang sama sekali tidak menunjukan rasa bersalah, dan malah terkekeh geli. Keola yang menyadari dirinya tengah jadi sasaran pembicaraan pun berdeham-deham salah tingkah. Dehamannya berhenti saat Bram tiba-tiba menyodorkan hpnya sendiri, "Boleh minta nomor hp nya?"

***

"Thanks udah anterin," ujar Keola saat turun dari mobil Bram.

"Sama-sama. Kebetulan aja searah, kan bisa sekalian," balas Bram, sambil menengok ke arah cafe tempat Keola bekerja. "Kerja sampai jam berapa hari ini?"

"Hari ini cuma mau minta tukar shift aja, Bram. Gak kerja..."

"Yauda, gue tungguin sekalian gimana?"

Keola buru-buru menggeleng, "Gak usah repot-repot, Bram. Lagian habis ini masih harus kerja lagi di tempat lain."

"Gue anter sekalian ke tempat kerja lo juga gak masalah, La."

Keola menyengir, "Beneran gak usah, Bram. Lain kali aja," katanya, bersikukuh menolak. Tidak mungkin, kan, Bram mengantarkan dirinya ke apartemen Arvin? Keola tidak mau Bram terlalu banyak tahu. Apalagi kalau benar-benar Dyah serius ingin menjodohkan dirinya dengan laki-laki ini.

"Yaudah kalau gitu. Lain kali jangan nolak ya, La." Bram tertawa kecil. "Gue duluan."

"Take care." Keola melambaikan tangannya sampai kaca mobil Bram tertutup, dan tanpa menunggu mobil itu melesat lebih jauh, ia segera masuk ke dalam cafe.

"Katanya kamu belum punya pacar."

Keola sontak menghentikan langkahnya begitu mendengar suara yang sangat familiar di telinganya itu. Ketika dia berbalik, sosok Arvin berada tepat di belakangnya sambil menggendong Vania. Pria itu tidak menunjukkan ekspresi apapun, hanya seraut wajah datar. Vania adalah satu-satunya yang tersenyum, karena Keola sendiri tidak bisa berekpresi apapun selain terkejut.

"Loh, Kamu di sini?"

"Iya, saya di sini. Di depan kamu. Kenapa, kamu gak suka?"

Keola mengernyit heran. Barusan kenapa nada bicara Arvin ketus sekali?

"Saya kaget aja." Keola membalas dengan nada yang jauh lebih santai. Dia tidak berminat memperkarakan nada bicara Arvin yang tiba-tiba meninggi, atau membalas kata-kata Arvin dengan nada serupa yang digunakan pria itu.

"Saya tadi disuruh ke rumah sakit. Ada pertemuan kecil antara dokter dan koas-koas baru. Semacam pengenalan." Arvin menjelaskan, kali ini tidak dengan nada tinggi. "Vania haus katanya. Jadi saya ajak ke sini dulu. Eh, tahunya malah ketemu kamu yang barusan habis diantar pacar."

Lagi-lagi Arvin membicarakan tentang Bram yang mengatar Keola. Sebenarnya ada apa dengan pria ini?

"Yang barusan bukan pacar saya, Vin. Itu teman satu kampus. Kebetulan sahabatan dengan Ardhi, taaruf-annya Dyah, yang waktu itu saya kenalin ke kamu. Katanya dia kebetulan searah, jadi sekalian antar saya ke sini." Perhatian Keola teralih ke dering hp nya yang menandakan ada pesan masuk. Ia mengambil hp-nya yang disimpan di dalam saku celana.

Hati-hati, La. –Bram.

"Wah, teman Kamu perhatian banget ya?" Arvin ternyata ikut membaca pesan yang tertera di layar hp Keola. Pria itu lagi-lagi berkomentar saat Keola menyimpan kontak Bram di aplikasi chatting Line. "Namanya Bram..."

Keola mengulum senyum. "Kamu cemburu ya?" tanyanya, dengan nada bercanda. Maksudnya, sih, mau menetralkan suasana yang menurutnya tiba-tiba menegang entah kenapa.

"Saya gak cemburu, La. Cuma gak suka aja," jawab Arvin, apa adanya dan sukses membuat Keola terbengong-bengong. Masa sih pria ini benar-benar sedang cemburu?

Tapi kemudian, pertanyaan yang jawabannya benar-benar membuat Keola penasaran itu segera sirna dari lamunan Keola saat Arvin mengajaknya bicara lagi. "Seingat saya, kamu gak ada shift kerja hari ini."

Keola segera menyesuaikan diri. "Iya. Saya cuma mau minta ganti shift aja."

Arvin manggut-manggut. "Yaudah, saya juga gak ada jadwal apa-apa. Saya tungguin kamu di sana ya." Arvin menunjuk satu spot duduk dengan arah pandang kedua matanya. "Atau kamu mau diantarin cowok yang tadi? Siapa? Brem?"

Keola tahu, barusan pria ini benar-benar sengaja salah menyebutkan nama. "Bram, Vin."

"Pokoknya saya tunggu di sana," kata Arvin, sambil berlalu menuju deretan meja dan kursi yang ia tunjuk sebelumnya, dan Vania tampak melambai-lambaikan tangan ke arah Keola sambil berseru supaya Keola cepat-cepat menyusul mereka setelah urusan gadis itu selesai.


Tamed By LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang