ONE

134 12 2
                                    




Jaehyun mengompres lebam di sudut bibir dan matanya dengan sekantong es batu dibalut dengan handuk kecil. Meski sudut mata dan bibirnya membengkak, menyisakan luka robek disudutnya, ia masih dapat melemparkan pandangan menusuk pada ketiga lelaki diseberang mejanya, yang tidak kalah berantakannya dengan Jaehyun. Bercak kecil darah tersisa di kemeja, rambut berantakan, memar di sudut wajah, hingga lebam membiru. Aura dingin dalam ruangan tersebut sangat terasa, hanya ada mereka berempat.

Ketiga siswa dihadapan Jaehyun masih enggan melontarkan kata sejak 7 menit lalu. Jaehyun menarik napas kesal lalu menyandarkan bahu pada bangku. Menelisik satu-persatu ketiga siswa dihadapannya.

"Aku tanya untuk yang ke tiga kalinya, siapa yang memulai ini?" ujar Jaehyun, intonasinya meninggi. Meski ia tidak sulit untuk menerka provokator perkelahian di belakang sekolah tadi. Siapa lagi kalau bukan Kim Doyoung, si pembuat onar SMA Yongsan.

Mereka masih menutup mulut,

Brak.

Ketiga lelaki itu tersentak ketika menangkap suara pukulan meja, serta suara kursi tergeletak sembarangan dihadapan mereka. Pandangan kini tertuju pada Jaehyun, ketua kedisiplinan itu yang tengah berkacak pinggang, menampakkan wajah dinginnya.

Raut wajah Jaehyun berubah, dua alisnya bertemu dan keningnya berkerut. Berpikir sejenak. Jaehyun mengetuk meja dengan jarinya tiga kali, mengambil keputusan akhir.

"Baiklah. Akan ku serahkan masalah ini pada kepala sekolah langsung, tanpa melalui Kim ssaem,"

Mendengar perkataan Jaehyun, salah satu siswa bernametag Nakamoto Yuta mengerutkan keningnya. Kim songsaenim adalah guru pembimbing angkatan mereka yang akan membantu mereka untuk menyelesaikan masalah sebelum kepala sekolah turun tanggan. Tentunya dengan detensi ringan karena kompromi.

"Bisa kau pikirkan lagi?" Yuta berujar. Jaehyun memutar malas bola matanya pada seniornya berdarah Jepang itu.

"Apa yang harus kupikirkan lagi, Yuta-sunbaenim?" Jaehyun mencondongkan wajahnya pada Yuta, pandangannya penuh sarat akan emosi, tangannya bertumpu pada meja, "Ini yang kedua kalinya dalam seminggu kalian membuat keributan seperti ini. Aku benar-benar pusing."

Jaehyun menegakkan tubuhnya, menyambar kantong es, membuangnya ke tempat sampah pada sudut ruangan. Ketika tangannya hendak membuka kenop pintu, tubuhnya tertarik ke belakang hingga jatuh terpelanting, terhempas mengenai tembok ruangan. Bola matanya berputar setelah melihat siapa yang berdiri di atasnya kini, Kim Doyoung, pembuat onar dan sialnya adalah cucu pemilik yayasan sekolah ini.

Siswa berambut ungu itu melipat tangan didepan dada, berdecak malas ke arah Jaehyun,

"Do you really want to die?" Doyoung bertanya tanpa menunjukkan etika pada lawan bicaranya.

"Do you think its that easy to kill a person?" Jaehyun menjawab penuh penekanan sembari bangkit dari lantai, tetapi tertahan karena secara kasar sepatu mahal seorang Kim Doyoung menahan dadanya, menekan dengan kaki kanannya agar tetap terbaring.

"Doyoung, sudahlah," Yuta mencoba melerai keduanya, menarik sebelah tangan Doyoung. Meski mereka terlibat perkelahian, tetapi, diantara mereka yang memiliki sedikit kepedulian adalah Nakamoto Yuta. Penampilan dirinya pun tidak kalah mengenaskan dari Doyoung juga Taeyong, mendapat beberapa luka lebam dan robek.

Doyoung menghempaskan kasar lengan Yuta, mendorongnya hingga jatuh mengenai pinggiran meja.

Oh, sial. Kutuk Yuta.

"Jika kau melakukannya, aku tak segan membunuhmu, Jung," ancam Doyoung, menggertakkan giginya, kini wajah tegangnya tergantikan oleh smirk, "Oh.. aku dengar kau mendapatkan beasiswa penuh untuk berada di sekolah ini,"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 14, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

You, bad.Where stories live. Discover now