Ayah Pulang

225 17 0
                                    

Alhamdulillah...

Pagi ini aku dan ibu ku masih diberi kehidupan oleh Yang Maha Kuasa. Aku menatap ibu yang sedang menyiapkan sarapan untuk kami makan.

Aku bukannya malas membantu ibu dan malah memilih duduk bersantai. Hanya saja... aku malu memberitahunya.

Aku... lumpuh.

Seharusnya, diusiaku yang hampir menginjak tiga puluh tahun ini, aku sudah bekerja. Bukannya hanya berdiam diri dirumah dan hanya menghabiskan waktu sore diteras rumah.

Aku tidak lumpuh total memang. Ini juga bukan bawaan dari lahir. Kata dokter ini akan sembuh. Namun tetap saja, aku merasa terlalu merepotkan ibu.

"Fatimah? Ayo dimakana."

Aku tersenyum dan mengangguk. Setelah membaca doa, aku dan ibu menyantap sarapan kami. Cukup sederhana. Hanya ada nasi goreng dan kerupuk. Alhamdulillah...

Setelah makan, rencananya ibu akan membawa ku untuk berobat.

"Kita akan berobat ke teman ibu saja ya?" Ibu membereskan meja makan. "Bukan teman ibu sih, tapi ini anaknya. Anaknya sekarang telah menjadi dokter."

Sudah kuduga. Semoga saja ibu tak ada niatan untuk menjodohkan ku.

"Setahu ibu namanya Ahtar. Dia juga masih single."

Mulai deh ibu.

Sebelum ibu melanjutkan perkataannya lagi. Aku menyela nya terlebih dahulu. "Ayah jadi pulang hari ini, bu?"

"Ib--"

"Pasti jadi!"

Suara itu. Aku berbalik dan mendapati ayah sudah berdiri di depan pintu masuk menuju dapur. Aku tersenyum. Ingin rasanya aku berjalan dan menyalim tangannya. Namun... tak bisa.

"Abi, kenapa ngga ucap salam?" Galak ibu. Ayah hanya tertawa dan mengucapkan salam. Ayah berjalan mengarah pada ibu dan aku. Kemudian mencium kepala ibu yang terbalut jilbab biru.

"Ayah.."

"Kenapa tidak panggil abi saja Fatimah?" Aku menggeleng.

"Lalu menyamai panggilan sayang ibu pada ayah?" Goda ku.

Ayah tertawa begitu juga dengan aku dan ibu. Rasanya bahagia sekali. Kedua orangtua ku saat ini mampu membuatku hidup hingga saat ini.

Tanpa ku sadari air mata ku menetes. Ayah yang melihatnya pun terkejut.

"Kenapa Fatimah?"

Aku menggeleng. Kugenggam tangan ayah dan ibu. Seolah meminta kekuatan, agar aku lebih tegar menjalani hidup ini.



🌇🌇🌇



"Kita berangkat sekarang?" Aku mengangguk.

Ayah menjalankan motor bebeknya. Aku dan ayah akan pergi berobat. Awalnya aku dan ibu, namun ayah ingin sekali mengantarku berobat sekaligus melepas rindu.

Ayah yang bekerja diluar kota sebagai supir hanya bisa pulang seminggu bahkan sebulan sekali.

Kami sampai di rumah teman ibu ku yang juga teman ayah ku. Setelah melepas helm, ayah membantu ku turun dan berjalan memasuki halaman rumah yang luas.

Setelah beberapa kali menekan bel dan mengucapkan salam, sosok cantik wanita paruh baya menyambut aku dan ayah ku. Wanita ini lah teman orang tua ku. Setelah berbincang sebentar, wanita itu membantu ku berjalan menuju ruang kerja khusus anaknya.

"Ahtar, ini anak teman mama."

Pria itu sepertinya masih terlalu fokus pada layar laptopnya hingga ia hanya menjawab dengan deheman.

"Fatimah duduk disini ya, tante dan ayah mu menunggu di luar."

"Iya, tante. Terima kasih."

Setelah mendudukkan ku dikursi yang berhadapan dengan anaknya, wanita paruh baya itu keluar. Namun sebelum keluar, ia sempat berdehem hingga membuat orang yang berada dibalik laptop menghela napas.

Pintu tertutup, pria yang ku ketahui namanya Ahtar itu pun, menurunkan layar laptopnya dan menatapku.

Aku sedikit tersentak. Dia?

Mata cokelatnya...

Senja?





🌇🌇🌇

Di ujung Senja[COMPLETED]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz