1. Perkenalan

47 13 0
                                    

"Woi, Zen! Sini lo!" Damar mengejar Dazen yang lari terbahak-bahak didepannya.

"Halah, dasar lelet lo, Mar." Balas Dazen sambil menolehkan kepalanya kebelakang melihat wajah memerah Damar.

"Awas aja kalo ketangkap ya lo!" Teriakan Damar mengaung dikoridor yang sepi itu.

Dazen berlari lebih kencang. Membelokkan kaki nya mengarah ke Perpustakaan, lalu kembali melihat ke belakang dan memeletkan lidah nya ke arah Damar yang masih belum lelah mengejarnya.

Tiba-tiba,

BRAK!

Dazen dan seorang gadis didepannya terjatuh tepat beberapa jengkal dari pintu perpustakaan. Damar yang mengetahui itu lantas berhenti dan tertawa terbahak bahak tanpa memperdulikan Dazen yang meringis kesakitan.

"Wadoh! Pantat gue! Yah, yah, makin tempos dah ni pantat." Ujar Dazen sambil memegangi pantat nya.

Damar berhenti tertawa, lalu melihat gadis yang Dazen tabrak dan bergegas menghampiri nya. "Eh, Lo gapapa kan?" Tanya Damar sambil berjongkok didepan perempuan itu.

"Eh gapapa kok. Maaf ya." ujar perempuan itu yang tak lain adalah Kathia. Kathia berdiri lalu menepuk-nepuk rok nya yang terkena pasir. Kepala nya pusing karena terhantam pilar perpustakaan cukup kuat.

"Seharusnya gue sama temen gue yang minta maaf. Lo beneran gapapa kan?" Tanya Damar khawatir.

"Woi, Mar. Lo gaada niatan gitu buat nanyain gue? Pantat gue sakit nih!" Teriak Dazen tak tahu malu.

Damar menatapnya tajam. "Lo nabrak dia tolol. Bukannya minta maaf juga!"

Dazen bangkit lalu berjalan menghampiri Damar dan Kathia. "Woi, maapin gue yak! Abis nya sih lo kecil banget, ga keliatan kan jadinya."

Damar menepak kepala Dazen keras. Damar mengabaikan Dazen yang meringis kesakitan. Damar lalu menoleh ke arah Kathia. "Lo serius gapapa? Lutut lo berdarah. Kita bisa anterin lo ke UKS."

Kathia menggelengkan kepalanya. "Gapapa, aku bisa sendiri. Permisi."

Kathia lalu berjalan tertatih meninggalkan mereka. Sungguh, kepala nya didera sakit yang hebat. Kaki nya berdenyut sakit. Ia memaksakan kaki nya terus berjalan.

Lalu, saat ia tak kuat lagi berjalan, pandangannya pun memburam. Menyisakan kegelapan yang menyesakkan.

----

Saat kubuka mata ku, yang terlihat oleh ku adalah papan berwarna putih. Telinga ku terasa berdengung. Aku memejamkan mata ku sebentar, lalu membukanya kembali. Ku alihkan pandangan ke arah lain. Terlihat seorang lelaki sedang tertidur, ah tidak, aku tau dia. Dia Damar. Teman dari lelaki yang menabrak ku tadi. Aku tidak mengenalnya, sebenarnya, juga sebaliknya. Aku hanya sering mendengar ceritanya dari Reina, sahabatku yang selalu tergila-gila pada si Ketua Basket ini.

Aku menatapnya yang terlihat tidur tidak nyaman di kursi UKS. Damar menggeliat lalu tak lama matanya  terbuka dan langsung menatapku. Aku yang ketahuan memperhatikan nya langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Eh udah sadar? Lo gapapa kan? Ada yang sakit? Kaki lo gimana? Masih sakit? Kepala lo pusing ngga? Gue buatin teh anget ya?" Tanya nya beruntun.

Kepala ku seketika berdenyut mendengar pertanyaan nya yang aku sendiri bingung menjawabnya. Aku hanya menggeleng kan kepala sebagai jawaban nya.

"Apanya yang enggak?" Dia bertanya balik, membuat ku kesal setengah mati.

Aku hanya menghela nafas panjang. "Aku gapapa, kok."

"Oh, syukurlah. Dazen tadi udah pulang, dia ditelfon nyokap nya. Dia juga minta maaf karena nabrak lo." Ucap Damar sambil menghela nafas lega.

Aku membalasnya dengan senyuman tipis. Lalu tatapanku mengarah pada jam yang terletak di dinding UKS. "Udah sore, sebaiknya aku pulang." Lalu aku mencoba duduk perlahan.

Damar hanya berdiri dan memperhatikanku. "Terima kasih!" ucapku lalu mulai melangkahkan kaki ku keluar dari ruangan berbau obat ini.

Aku tersentak saat merasa pergelangan tanganku ditahan, lalu aku berbalik dan menemukan Damar yang tersenyum. "Kita belum kenalan. Nama gue Damar. Kelas IPS 2."

Aku balas tersenyum, "Nama ku Kathia, kelas IPA 3."

"Oh oke, salam kenal, Kathia.''

----

Kamis, 15 Maret 2018
Pekanbaru, 17.16

Sampaikan Pada SenjaWhere stories live. Discover now