1

6 0 0
                                    

“Stelaaaa…..bayar uang kas!” teriak sang bendahara kelas yang membuat ia sang pemilik nama Stella itu beranjak dari kursinya dan lari terbirit-birit keluar kelas.
“Besok yaa, tunggu gue jadi presiden!” jawabnya dengan cengiran khasnya sambil tertawa terbahak-bahak.
“Anjir lu Stel, awas aja besok gue bilangin Bu Rini baru tau rasa” gerutu bendahara kelas yang bernama asli Dea itu.
Semua mata yang melihat kejadian itu hanya menggelengkan kepala. Memang begitu tingkahnya jika ditagih uang kas. Ada saja alasannya. Dari yang ‘tunggu aku jadi menteri’ lalu ‘tunggu aku jadi wakil presiden’ hingga tadi ‘tunggu aku jadi presiden’. Ada ada saja tingkahnya untuk menghindar dari kejaran bendahara kelas.
Sementara itu, Stella masih saja berlari hingga ia tak sadar bahwa ia sudah berlari sangat jauh meninggalkan kelasnya. Langkahnya berhenti tetapi napasnya masih tersenggal-senggal. Ada perasaan lega karena ia telah berhasil lolos dari kejaran sang monster, itulah julukannya untuk si bendahara kelas. Karena baginnya membayar uang kas adalah tindakan paling tidak manusiawi sepanjang masa.
“Gara-gara si monster itu gue jadi harus bolos pelajaran pertama ini. Rugi besar dong. Apa gue balik kelas aja ya? Aduh engga deh kayanya. Takut, pelajaran pertama kan Pak Bram” katanya sambil bergidik ngeri. Memang pak Bram, guru mata pelajaran Matematika, terkenal garang dan tak kenal ampun. Barang siapa yang terlambat mengikuti pelajarannya sampai kapanpun akan selalu diawasi bak mata Tuhan. Jadi daripada Stella harus mengambil resiko yang teramat besar tersebut,ia lebih memilih untuk bolos pelajaran. Sekali-sekali lah pikirnya.
“Cape juga ya habis lari-lari. Istirahat dulu deh” katanya dalam hati. Sambil mencari tempat yang strategis untuk duduk yaitu dibawah pohon rindanng. Ia melihat sekeliling. Sepi. Kemudian ia bersenandung kecil. Tidak selang beberapa lama ia mengambil earphone dari dalam sakunya dan mengaitkan di telinganya. Sambil menggulirkan layar handphone ia menancapkan kabel earphone nya. Tidak lama musik mulai mengalun diiringi  hujan rintik-rintik. Awalnya Stella hanya diam di tempat. Menikmati setiap rintik-rintik hujan yang mulai membasahi bajunya. Ia memang selalu suka hujan. Baginya hujan membawa ketenangan jiwa yang sebenar-benarnya. Bau hujan dan tanah basah itulah yang membuatnya selalu rindu akan seseorang. Karena hujan pula, ia sampai sekarang tidak pernah bisa menghilangkan ingatan pilu yang dulu pernah ia alami.
Setetes air mata turun bersama iringan hujan yang semakin lama semakin deras. Tetapi Stella tetap tidak bergerak sejengkal pun dari tempatnya. Ia sangat merindukan sosok ‘itu. Sosok yang telah merubah hidup Stella karena kepergiannya. Stella semakin menuduk. Menangis. Menangisi dirinya sendiri yang masih belum bisa melupakan sosok itu. Ia merasa begitu bodoh karena masih memikirkan seseorang yang belum tentu masih mengingat dirinya.

Dari arah lain seseorang berlari mencari tempat perlindungan. Anak lelaki itu tengah berlari dengan tangan diletakkan diatas kepala. Seragamnya sudah basah kuyup. Matanya keumudian melihat ada pohon rindang yang sepertinya dapat melindunginya sementara dari hujan. Tanpa berpikir panjang,ia langsung berlari kearah pohon tersebut.
“Apes banget sih hari ini. Udah telat,harus lompat pager,kehujanan lagi. Mana dingin banget diluar sini” kata anak laki-laki itu meratapi nasibnya sendiri.
Tidak lama kemudian ia mendengar sayup-sayup perempuan menangis dari balik pohon itu. Kengerian kemudian menjalar keseluruh tubuhnya.
Suara apaan itu” Tanyanya dalam hati. Pikirannya berusaha menebak suara apa itu. Semakin lama tangis itu semakin keras. Di tengah hujan deras suara itu masih saja terdengar jelas. Rasa takut yang muncul kemudain berubah menjadi rasa penasaran. Dengan jalan berjinjit ia kemudian melihat kebalik pohon.
Dari balik pohon itu ia melihat seorang perempuan yang tengah menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Siapa dia? Ngapain dia nangis disini? Dia bukan hantu kan?” beragam pertanyaan muncul di benaknya. Mulanya dia berusaha untuk tidak peduli. Tetapi semakin diabaikan, rasa ingin tahunya semakin menjadi.
Akhirnya ia memberanikan diri untuk mendekati perempuan itu. Satu langkah. Dua langkah. Terus semakin dekat jarak antara mereka berdua.
“Hey kamu kenapa?” tanyanya sambil menepuk bahu perempuan itu.
Ternyata respon yang diberikan oleh perempuan itu tidak begitu bagus. Ia terkejut dan kemudian berusaha berlari.
BRUG!’
Tidak disangka kemudian perempuan itu terjatuh karena tersandung batu didepannya. Tanpa melihat kebelakang ia kemudian berlari menjauh dengan kaki sedikit pincang. Ia berlari menerjang derasnya hujan.
“Hey ko lari sih. Padahal niatku kan baik. Nama kamu siapa hey? Aku Rifal. Aku minta maaf. Hey tunggu!” tawarannya tidak digubris. Perempuan itu tetap saja berlari hingga akhirnya hilang dari pandangan.
“Kayanya gue harus minta maaf deh. Tapi siapa ya cewe tadi. Nanti deh siapa tau ketemu lagi.” setelah itu kemudian Rifal duduk kembali dibawah pohon. Tidak selang beberapa lama hujan berhenti.

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang