PART 1 - SUARA ZAHRA

4K 119 14
                                    

Proses setiap orang itu berbeda-beda, ini bukan tugasku maupun tugasmu untuk saling menjudge. Tugas ku dan tugasmu adalah saling menyemangati agar terciptalah ridha Illahi. Jalan kita berbeda namun tujuan kita sama, yaitu menuju surga—nya.

Kuakhiri tulisanku diatas buku bersampul merah muda ini dengan titik. Aku membaca kembali setiap kalimat yang kutulis atas pemikiranku. Banyak mereka yang saling menjatuhkan saat mengetahui satu sama lai mulai belajar berhijrah, yang seharusnya saling menyemangati. Jalan setiap orang berbeda bukan untuk menuju jannah—nya.

"Kak la..."Aku memutar badanku Sembilan puluh derajat menatap adik laki-lakiku yang baru berusia 7 tahun memanggil namaku dengan logat cadelnya.

"Hey...Kenapa Alif?" tanyaku mengelus kepalanya.

"Alif mau setol hafalan.." Katanya malu. Ah aku suka sekali saat dia ingin menyetorkan hafalan—nya.

"Mau setor surah apa?" tanyaku.

"Al-kahfi kak La.."jawabnya. subhanallah, Adikku menghafal surah yang jika dibaca pada hari jum'at akan mendapatkan pahala diantar dua jum;at.

"Coba baca.." Alif pun mulai melantunkan hafalan surah Al-kahfi—nya. Sesekali aku mengoreksi saat dia lupa sedikit bacaanya.

"Alif pinter, Kak Zahra kasih hadiah ini." aku mengeluarkan coklat batangan yang kubeli tadi pagi saat disekolah.

"Makasih kak la, tapi Alif hafalan bial alif bisa masuk sulga bukan bial dapat coklat." Jawabnya. Aku tertegun, anak 7 tahun mampu berbicara seperti itu.

"Ah yasudah, anggap saja coklat ini kakak Zahra beliin buat Alif kak Zahra juga ada soalnya." Jawabku tersenyum.

"Makasih Kak La, Alif sayang kak la.." Alif memelukku dengan erat, begitu pun aku.

Terkadang usia tak membandingkan tingkat kedewasaan seseorang, banyak diluar sana yang usianya sudah dewasa tapi enggan mempelajari hal hal yang dianjurkan dalam agama dan tidak.

---

Aku bukan manusia yang sempurna, aku hanya seorang wanita akhir zaman yang berusaha mendapatkan ridha Allah dalam menjalankan setiap waktu ku didunia. Zahraaluna Senja, namaku yang diberikan oleh umi dan abi memiliki banyak arti untuk diriku sendiri.

Genap delapan belas tahun usiaku sekarang, tak membuatku merasa aku sudah menjadi dewasa. Butuh banyak hal yang harus kupelajari lagi untuk menjadi benar benar dewasa yang bisa membedakan mana yang hak dan batil.

"Umi-abi, Zahra pergi dulu. Doain Zahra supaya nasi goreng sama nasi uduknya laku ya, biar umi dan abi bisa cepat cepat naik haji.." aku mencium tangan kedua orang tuaku yang tengah duduk dipelataran rumah sederhana bercat hijau yang sudah mulai luntur.

"Hati-hati ya nduk.. aamiin, Allah maha pemberi rezeki.." Abi mengelus kepalaku dan umi memelukku, kemudian Alif juga ikut berpamitan kepada umi dan abi.

Aku menaiki sepeda merah muda begitu pula Alif yang aku bonceng. Kuberikan tempat yang kujadikan untuk membawa Daganganku kepada Alif. Ini salah satu rutinitas ku, pergi kesekolah membonceng Alif dan membawa keranjang kue buatan umi.

"assalamualaikum kak la, Alif sekolah dulu. Kak la hati hati ya.." Alif menyalami tanganku, aku mengecup puncak kepalanya.

"waalaikumussalam, belajar yang bener ya.."

Aku meninggalkan sekolah Alif dan mengayuh sepedaku menuju sekolahku. Taruna Bakti, sekolah menengah atas yang berkategori sekolah Elite. Aku masuk sekolah ini tentu bukan melalu jalur umum, karena aku bukan berasal dari orang kaya. Aku masuk kesekolah ini melalu test beasiswa dari smpku dulu, sekarang aku duduk dibangku kelas 12.

"Zahra! Aku mau nasi uduknya--" aku berbalik badan mendengar panggilan atas namaku dari arah koridor kelas 11 yang baru saja kulewati, aku mengehentikan langkahku.

"Hay Nay, mau beli ya? Hari ini umiku buatkan telur setengah matang khusus buat Naya katanya.." tanyaku ke Naya yang kini sudah berada didepanku, tapi bersama seorang pria dengan seragam dinas yang aku taktau sepertinya Dokter.

"Wah! Ibumu memang pengertian sekali, aku mau beli Nasi uduknya kaya biasa hari ini plus telur setengah matangnya, abang mau apa?"kulihat Naya bertanya kepada pria disampingnya.

"Bang Wildan!" Naya kini setengah berteriak karena pria disebelahnya tak kunjung menjawab. Aku tak berani menatap pria disampingnya secara terang terangan Karena bisa menjadi zina.

"E-eh, samain aja sama kamu Nay" pria itu mulai bersuara, subhanallah suaranya indah sekali.

"Dasar kelamaan mikir. Naya tau kok kalau Zahra itu cantik, tapi jangan diliatin gitu. Inget zina!" Naya memutar kedua bola matanya dan menyerahkan uang duapuluh ribuan, Aku menerimanya dan memberikan kembalian serta plastik Bungkusan pesanan Naya.

"Terima kasih Nay, terima kasih kak wi-wil- eh lupa.." aku lupa siapa nama yang disebutkan oleh Naya tadi.

"Wildan, sama sama." Pria itu melengkapi namanya sendiri, duh malunya aku.

"Saya permisi dulu.. Assalamualaikum." Aku berjalan menjauh dan menuju kekelasku.

Aku dan Naya sebenarnya berteman semenjak kelas 1 SMP, Naya masuk disekolah ini karena dia anak pemilik yayasannya tetapi aku dan Naya berbeda dalam melaksanakan satu kewajiban muslimah. Sudah kubilang, jalan setiap orang untuk mendapatkan ridha illahi itu berbeda beda, seperti aku dan Naya. Naya sudah mampu menutup aurat utamanya, walaupun dia belum bersedia menggunakan pakaian syar'I agar sepadan dengan jilbab yang dikenakannya tetapi dia memiliki ilmu agama yang tidak sedikit.

'Manusia punya caranya sendiri untuk menentukan kearah mana jalan hidupnya'

---

Maafkan Part satu yang terkesan gajelas ini ~

jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan utama ya ~

jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan utama ya ~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Harapan Disepertiga MalamWhere stories live. Discover now