➖ airport in love

4.7K 789 94
                                    

Bobby udah rasa-rasa jadi Rio Haryanto. Abisnya Jisoo terus ngoceh suruh ngebut ke rumah Taeyong.

Sekarang, gengsinya Jisoo udah luntur entah kemana semenjak Jiho nge-sms dia gitu. Tell me, siapa yang nggak cemas kalau digituin?

Mau gimanapun, Jisoo harus yakin kalau Jiho ngambil foto lama Taeyong, tapi nggak bisa bohong, rasanya Jisoo belum pernah lihat foto pacarnya yang itu.

"Bob bisa lebih ngebut lagi gak?"

"Lo aja deh yang nyetir sendiri nih."

Jisoo misuh-misuh. Tangannya saling bertautan sambil mulutnya komat-kamit, "yong plis jangan aneh-aneh kelakuan kamu."

Bobby menatap jalanan dengan serius. Dia bahkan tetap diam waktu Jisoo udah nangis di sampingnya. Tepat ketika mobil mereka masuk ke kompleks perumahan elit, badan Jisoo berguncang hebat. Bobby yang sejatinya miskin ilmu dalam menghadapi perempuan nangis, cuma bisa bilang, "Sabar ya Jis, ini sebentar lagi sampe."

Benar. Sesuai dugaan dan firasat buruk kedua insan di dalam HRV hitam itu, rumah Taeyong tampak nggak berpenghuni. Walaupun masih memberi kesan hidup, mobil Taeyong nggak di sana. Garasinya pun ditutup.

Lalu, biasanya ada sandal jepit kebanggaan Taeyong yang bertengger gagah di teras rumah, sekarang juga raib. Apalagi ada kertas bertuliskan "DIJUAL" di sudut jendela.

Langsung aja, hati Jisoo bagai ditusuk ribuan belati. Sayangnya, yang keluar masih air mata bening, bukan air mata darah.

Bobby meraih pundak Jisoo yang sudah jatuh ke bawah. "Eh bangun, jangan gitu, Jis."

Perintah Bobby nggak digubris sama sekali. Itu membuat Bobby berinisiatif mengetuk pintu rumah Taeyong dengan keras seakan temannya itu ada di dalam.

Jisoo yang tau itu adalah usaha sia-sia, malah memukul dadanya kuat, agar hatinya yang retak, menjadi hancur dan sirna, sampai nggak ada lagi perasaan sedih yang bisa dia serap sekarang.

Namun, seiring dengan kepekatan yang Jisoo tangisi, dia mendengar bunyi pintu terbuka dan teriakan seorang remaja.

"OH MY GOD YOU GUYS ARE MY HEROES!"

Jisoo mendongak, mendapati Seoyeon--adik Taeyong--yang berlari ke arah Jisoo setelah memukul bahu Bobby sebagai tanda terima kasih.

"Lo emang paling baek dah!" puji Seoyeon. Dia menatap Jisoo dan memegang bahunya. "Heh kenapa nangis deh?"

Bobby menyahut. "Nangisin abang lo. Ada pelakor ngirim foto Taeyong di bandara ke Jisoo terus bilang katanya Taeyong mau pindah. Tapi liat kan? Lo aja stay di rumah."

Seoyeon ber-oh-ria, lalu mengangguk. "Abang emang ke bandara."

Melebihi keterkejutan Jisoo, Bobby seperti disengat listrique. "MASA LUR!?"

"Iya. Gue dikurung di rumah, hape gue diambil, semua sendal sepatu gue dia karungin, terus dia rela ngeprint tulisan DIJUAL di warnet karena printer lagi rusak," jelas Seoyeon santai. "Mentang-mentang bonyok lagi pergi."

Jisoo nangis lagi. Yang awalnya dia kira masih ada harapan untuk menuding omongan Jiho adalah kebohongan, sekarang semuanya jadi nyata.

"Ngapain dia ke bandara!?" Bobby jalan mondar-mandir.

Seoyeon menghela napas. "Katanya emang mau ke Medan, mau kabur karena sedih kak Jisoo nggak maafin dia. Terus, dia mau lihat kak Jisoo nyariin dia apa nggak, nyusul ke Medan apa nggak."

"Dia kira uangnya dikit apa mau ke sana pake pesawat??" Bobby nggak terima.

Seoyeon ketawa kenceng banget. "Namanya juga orang goblok, Bang Bob. Dia udah transfer uang ganti ke rekening kak Jis, tau!"

1995 hearts | Taeyong & JisooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang