Menanti sebuah pertemuan

1.4K 100 8
                                    

RS indrayana, sebuah rumah sakit umum di daerah kresidenan, atau daerah Kabupaten. Untuk kali ini aku akan menghabiskan waktu sekitar satu bulan. Jarak Rumah Sakit ke rumahku cukup dekat kira-kira 30km. Meski harus melewati jalan provinsi yang sangat ramai bahkan bisa macet. Seperti kali ini, jalanan cukup padat, polusi ada di mana-mana, sungguh wabah pencemaran lingkungan berkembang terlalu pesat saat ini.

"Loh, Zie. Ini bukannya kost yang waktu itu ya, Kita di sini lagi?" Tanyaku memastikan Ziezie.

"Iya di sini lagi, tapi beda Kamar. Biasa nyari yang murah, dan katanya sekarang udah ada wifi," terang Ziezie dengan senyum bahagia.

"Selamat siang, ada yang bisa di bantu?" Tanya bapak-bapak sepertinya penjaga kost di sini.

"Siang Pak. Boleh tanya kamar timur nomor 10 ada di sebelah mana ya?" Tanya Ziezie.

"Oh temennya Mba Tami ya?Ada di lorong sana Mbak, nanti kamarnya di sebelah kanan. Kuncinya sudah di bawa Mbak Tami."

"Terimakasih Pak, kalau gitu kami ke sana dulu," pamitku dan Ziezie.

"Iya mari Neng."

Ternyata banyak perubahan terjadi di Kost ini. Dulu Setauku Lorong ini di gunakan untuk Kost perempuan, namun sepertinya kali ini di jadikan satu. Sebab, aku melihat berapa pakaian lelaki terjemur di belakang sana. Saat ini terdapat meja makan berada di tengah-tengah kamar dan juga layar TV yang cukup besar.

Dan juga ada taman di belakang sana. Sungguh satu tahun ternyata perubahan di sini cukup besar.

"Lea, Zie!" teriak Tami yang berada di depan kamar.

"Kok tumben, Lo nyampai dulu Tam," ledekku pada Tami.

"Iya Nih, kangen kalian gua," canda Tami

"Kangen Kita atau kangen Doi," ledek Ziezie.

"Tau aja Lo, Zie. Tadi gue di anter Haris jadi cepet nyampe,"

"Permis Mbak, Saya mau masuk ke dalam," ucap seorang lelaki kepadaku.

"Astagfirullah maaf mas, Silahkan!" ucapku yang ternyata berdiri di pintu kamar No 11.

"Iya gapapa, saya masuk dulu, Mari," ucapnya dengan ramah.

"Ini pintu kenapa sampingan gini si, kan jadi gimana," dumelku tiba-tiba.

"Gapapa lagi Lea, Kan punya tetangga Handsome dan ramah kaya dia, wah Pria idaman," lantur Ziezie.

"Betul Zie  Jiwa kejombloan gue langsung keluar," timpal Tami.

"Dasar Bucin kalian, ya udah gue mau masuk!"

Aku mengecek layar Handphoneku ternyata ada 3 panggilan tak terjawab dari Agma.

Aku mengetik pesan pada Agma, memberi kabar kalau aku udah sampai.

"Eh, gimana jadi ke Bukit kita?" tanya Tami.

"Jadi dong, gue udah bawa baju endors masa ngga jadi," ucap Ziezie.

"Sok selebgram Lo. Gimana Lea, Kamu ikutkan, wajib pokoknya!!"

Sebenarnya tadi Agma memperingatiku tidak boleh main, namun aku juga ingin ke bukit Asmara, itung-itung refreshing. Atau aku berbohong aja ke Agma. Iya lagian dia ngga bakal tahu.

"Iya Tam, kan udah kita rencanakan."

Ada rasa tak enak saat berbohong kepada Agma.Merasa bersalah pastinya, tapi bagaimana lagi, aku juga butuh refreshing dari pada di kost-kostan sendiri.

Tami mengajak kami ke Bukit Asmara yang berada di pesisir kota ini. Perjalanan kesana cukup di tempuh 30 menit. Dan untuk ke puncaknya, kita menghabiskan waktu sekitar 15 menit berjalan kaki dari area parkiran.

Cukup melelahkan bagi seeorang yang tak biasa naik ke bukit, namun perjalanan ke bukit tidak terasa karena banyak pemandangan indah yang menamani kami di sana.

"Gila, tahu gini gue bawa banyak baju endors, pemandangannya gile indah banget!!" ucap Ziezie.

Padahal sudah satu tas sendiri dia membawa baju-baju endorsnya.

Ziezie merupakan selebgram, bahkan pengikutnya sudah banyak.

"Dasar maniak Endors Lo, Zie. Padahal Lea aja santai, dia cuma bawa satu setel, lah Lo yang udah satu tas, masih kurang!" protes Tami.

"Si Lea, lagi kekurangan Job dia, makanya cuma bawa satu," celetuk Ziezie.

"Sialan Lo, gue mah males bawanya aja," protesku.

"Iya deh percaya, Selebgram terkenal asal Depok masa sepi Job, ngga mungkin itu!" ledek Tami.

"Biasa aja kali. Lagian gue males ngendors sekarang takut di serang Netizen," jawabku yang merinding dengan komentar-komentar haters di luar sana.

Tidak terasa matahari sudah mulai terbenam, langit mulai menampakan warna jingganya, sungguh bertambah indah pemandangannya.
Kami harus meninggalkan bukit Asmara, sebab adzan maghrib sudah berkumandang, dan kita harus segra pulang karena besok ada jadwal dinas.

"Mampir makan dimana ini?" tanya Tami.

"Terserah kamu Tam yang tahu daerah sini" jawabku

"Iya nyari yang murah tapi enak Tam, hehe" Kata Ziezie

"Betul, betul , betul" sahutku menirukan suara ipin.

"Nyari masjid dulu buat sholat ya" Lanjutku.

"Oke. Ya udah yuk keburu malem" kata tami.

~~~

"Akhirnya nyampai juga, pegel-pegel nih badan" Keluh Ziezie

"Tadi gantian bawa ngga mau si" jawabku

"hehe mbonceng tambah cape malah"

"Ya udah tidur aja, besok berangkat pagi" jawab Tami

Kami nyampe kos sekitar jam 8 malem.
Lelah pasti tapi puas juga setelah melihat pemandangan yang luar biasa. Andaikan aku bisa piknik dengan si Agma pasti lebih menyenangkan.

Aku rindu dia. Baru satu minggu tak berjumpa tapi aku selalu menantikan pertemuan dengannya.

Kamu seperti sebuah maghnet, yang selalu dapat menarikku ke dekapanmu.

Kamu seperti sebuah lem, yang mampu merekatkanku untuk selalu berada disisimu.

Kamu seperti sang penghipnotis yang mampu menarik pikiranku untuk selalu memikirkanmu.

Kamu juga seperti sang penyihir yang mampu membuatku taklut dengan ucapanmu.

~~~~~~

Jangan lupa vote dan komen kak.

Terimakasih yang sudah ngikutin kisah cinta milenianya Azelea sama Agma.

 Mengikhlaskanmu Di Ujung Senja (PROSES REVISI)Where stories live. Discover now