xiii

861 77 6
                                    

XIII



Tanpa diketahui Neji ternyata Itachi memasuki istana Suna setelah kepergiannya, Itachi memaksa menyusul setelah surat dari Sai yang mengatakan Sakura berada di Suna. Dengan menunggangi Kuda putih Legenda, Kakuo. Tak butuh keahlian ekstra untuk menembus barikade prajurit penjaga karena Itachi telah hapal tata letak bahkan jalan rahasia yang terdapat di istana yang beberapa tahun terakhir ia tinggali.

Itachi memasuki salah satu ruang yang menjadi tempat peristirahatannya dulu. Dia menunggu seseorang di ruang itu.

“Kau rupanya,” seorang yang baru melewati pintu ruang tersebut tampak tenang, tak ada keterkejutan saat ruangnya dimasuki orang asing. Nyatanya tamunya memang bukan orang asing, ia adalah rekan sekamarnya dan jika mereka mau mengakui, mereka adalah sahabat. Sifat tak ingin mencampuri dan dicampuri dari keduanyalah yang membuat hubungan mereka dekat. Tanpa perlu mengucap janji persahabatan atau apapun itu yang jelas mereka individu yang saling mengerti.

“Aku ingin kau membantuku,” ucap Itachi diposisi awal dia datang, bersandar di dindind samping kanan pintu masuk.

“Aa. Aku mengerti,” itulah uniknya hubungan mereka, tak perlu banyak menjelaskan mereka telah saling mengerti, tahu apa yang masing- masing inginkan. “Besok malam. Sasori dan anggota Akatsuki berkumpul di tempat biasa. Kurasa kau tahu apa yang bisa kau lakukan saat itu. Dia berada di kamar pribadi Sasori,” tak perlu heran mengapa Kisame tahu apa yang diinginkan Itachi, Kisame dan Itachi sudah seperti jiwa dan raga, mereka sudah tau luar dalam rekannya, Kisame tahu Itachi menaruh hati pada Selir itu sejak di hutan Kematian.

Itachi mengangguk. Dia memang sudah tahu apa yang akan ia lakukan besok malam. Semua sudah disimpan rapi dalam memorinya. Dia prajurit yang terencana, meski begitu dia sosok yang cerdas karena strategi dari otaknya akan keluar secepat yang ia inginkan.

Keadaan Sakura sudah mulai pulih meski tubuhnya masih lemah. Dia sudah bisa bangun, meski untuk berjalan dia harus tertatih. Sakura senang dengan ini dia bisa menggendong atau sekedar menikmati bayinya dengan tatapan kapanpun ia mau. Sebelum-sebelumnya ia hanya akan melihat-menggendong bayinya jika Sasori membawa bayi itu kepadanya.

Wanita itu selalu menatap terkesima dengan segala gerak gerik yang bayinya buat. Ada rasa membuncah yang meletus dalam dirinya. Meski rasa kecewa juga bersemayam menyertai bahagia. Dia berharap bayinya akan memiliki rambut berwarna hitam yang indah bersinar, mata hitam yang seperti elang, pantas saja Sasori memberi nama bayinya Taka, sorot mata bayinya begitu tajam meski warna hijau dedaunan yang diturunkannya bertolak belakang. Tajam sekaligus lembut secara bersamaan. Itachi ... Mengingat pria itu membuat Sakura larut dalam kesenduan. Pria itu cinta pertamanya, meski bukan yang pertama memilikinya. Pria itu yang membuat hidupnya penuh mimpi, sebelumnya tak pernah sekalipun ia bermimpi untuk ini, untuk itu di masa depannya. Sejak hatinya dipenuhi perasaan gelenyar cinta pada Itachi , dia jadi memiliki mimpi. Mimpi sederhana, hidup berdua yang mungkin akan bertambah dengan hadirnya anak-anak buah hati mereka hingga maut memisahkan. Cuma itu, tapi ternyata untuk mewujudkannya tak semudah pengucapan kalimat mimpi tersebut. Sulit bahkan teramat sulit.

Sakura akui, mengetahui bagaimana keadaan masa lalu Sasori yang membuat ia menjadi pribadi yang egois, serakah dan tak berkeprikemanusiaan, sempat membuat Sakura bingung menata hatinya. Bukan. Bukan karena dia berbalik mencintai Sasori, bukan itu, yang membuat bingung adalah harus seperti apa ia bersikap, jujur ia merasa iba yang menimbulkan perasaan ‘tak ingin menambah luka’ namun dia tak bisa hidup bersama Sasori hanya karena keibaan, justru ini mungkin akan semakin membuat pria itu sakit hati. Tapi harus bagaimana? Kabur pun rasanya mustahil.

“Huft ....” Sakura menghela nafas pasrah, takdirnya rumit seperti labirin yang sulit tuk dilewati.

Sakura mengernyit saat menyadari Ayah dari bayinya belum memasuki kamar ini sejak sore tadi,  mungkin pria itu sudah menyibukkan diri dengan urusan kerajaan yang ditinggalkannya sejak kelahiran Taka. Sakura terkekeh mengingat bagaimana seorang Sasori merawat bayinya seharian penuh, dari menidurkannya, mandi, menyuapi susu domba sebelum Sakura bisa menyusui, mengganti popok saat Taka buang air, menenangkan jika bayi ini rewel, dia pria yang misterius dalam sikapnya. Sosok pria itu berbeda seratus delapan puluh derajat saat dia bersama Taka. Bayi mungil yang sangat tampan, aura ketampanannya sudah menguar bahkan disaat dia masih baru lahir.

For the Blood (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang