Kabin Pesawat

194 8 5
                                    

Tak ada yang lebih menyenangkan daripada meraih satu persatu mimpi yang dikejar. Begitu pula ketika dirimu menginjakkan kaki di bandara international Incheon bersama pria paruh baya yang memaksakan dirinya untuk membawa koper merahmu yang cukup besar. Ada rasa bangga dan bahagia ketika sebuah email yang beberapa hari masuk ke akun pribadi milikkmu dan benar benar membuat hidupmu seakan dipenuhi harapan lagi dan lagi. 

Surat elektronik dari Dreamworks Picture, rumah produksi kawakan film film fenomenal hollywood membawamu ke sebuah penerbangan siang ini menuju California. Kau terpilih menjadi salah satu dari dua puluh orang yang akan mendapatkan workshop dan short course dari mereka selama satu bulan penuh di Hollywood! Iya, di Hollywood. Bukankah kau terlihat sangat keren dengan pencapaianmu kali ini? 

Pria yang datang bersamamu terus mengoceh tentang bagaimana  kau harus hidup dengan baik meski kau jauh darinya nanti. Dia memelukmu sangat lama saat kau harusnya segera masuk ke pintu keberangkatan. Melambaikan tangan padanya seolah tak ingin pergi,  melihat sorot sedih namun juga bangga yang beradu menjadi satu. Ia tak melenggang sejengkalpun dari tempatnya sebelum kau menghilang. Kau pasti akan selalu merindukannya, Ayahmu. Seseorang yang memberikan segalanya padamu, bahkan ketika satu satunya yang dia punya hanyalah kau. Dia rela melepasmu pergi sejauh itu untuk mengejar mimpimu.

Hadiah terakhir yang ia berikan padamu adalah sebuah tiket pesawat first class dengan alasan agar penerbanganmu lebih nyaman, agar kau bisa meluruskan kaki kakimu ketika lelah atau kau bisa tidur dengan nyaman ketika mengantuk. Ah, lelaki tua itu! Kau tentu masih terlalu kuat untuk hanya duduk selama 14 jam di penerbangan.  Toh, kelas ekonomi sekarang tak seburuk dulu. Tapi tak ada gunanya sekarang mempermasalahkan kelas penerbangan karena kau sudah masuk ke kabin eksklusif berlatarkan dominan warna cokelat susu. Di depan sebuah tirai yang menggantung, seorang flight atendant  berambut pendek menyapamu dengan ramah, menanyakan nomor kursimu lalu memberitahu dimana kau harus duduk. 

Meniti satu demi satu nomor kursi sampai kau menemukannya, melihat bagaimana surga juga kau temukan di dalam sebuah pesawat. Kalau senyaman dan setenang ini kau mungkin akan tidur dan tidak akan bangun selama perjalanan. Jangan lupakan layar LCD yang bisa kau gunakan untuk menonton serial netflix kesukaanmu sepuasnya. Atas membaca buku sambil meluruskan kaki ditemani segelas cocktail yang terlihat elegan. Oh tidak, mari ganti segelas cocktail dengan eskrim vanilla yang memakai toping kiwi atau strawberry kesukaanmu. Ah! sudah kukatakan Kau harus berterimakasih pada ayahmu untuk hadiah penerbangan ini.

"Hyung, tasku dimana?" seru seseorang dengan derap langkah yang semakin kencang, membuat perhatianmu pada tiap alfabet yang berkelompok diatas tumpukan kertas setebal lima centimeter yang baru  saja kau ambil dari tas teralih. Ketika kau memutar kepalamu mengarah pada vokal sosok bersurai legam dengan kacamata bulat yang bertengger manis di tulang hidungnya, hatimu mencelos. Tarikan nafasmu tiba tiba tersendat tak beraturan seirama detak jantung yang bertalu tanpa ritme yang pasti. 

"Ku berikan pada Sejin." Jawab seseorang yang sudah mengambil tempat di belakangnya.  Kau juga mengenali wajah lelaki itu, Song Hobeom. Manajernya.

"Sejin Hyung duduk dimana?" Lelaki yang kau maksud mengedarkan pandang mencari tempat duduk manajernya yang memiliki tubuh tinggi besar itu, namun alih alih terus mencari keberadaan orang yang membawa tasnya, mata bulan sabit itu bertemu pandang dengan manik bulat gemilangmu yang sedari tadi sukses membeku karena keberadaannya. 

"Hyeon?" lirihnya.

"Park Jimin?" pun kau tak kalah lirih. Merapal satu nama yang sempat mengisi lembar hidupmu dulu. 

Let GoDonde viven las historias. Descúbrelo ahora