Bagian 18

3.6K 246 0
                                    

Sudah tiga hari sejak tragedi water boom yang dilakukan dengan sengaja itu terjadi. Sejak saat itu pula, keempat remaja tersebut mulai mengorek tentang kehidupan Nugianto tersebut. Mereka bahkan membujuk ketua Osis untuk meminjamkan kunci kantor kepada mereka. Ketua Osis memang memegang masing-masing satu kunci ruang Osis, kantor dan perpustakaan. Sekolah mereka memang selalu hati-hati dalam memilih ketua Osis yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab.

Nirwan, si ketua Osis awalnya tidak ingin memberikan kunci tersebut kepada Alesha dan kawan-kawan. Tapi mereka meyakinkan Nirwan bahwa mereka hanya ingin melihat sesuatu, dan berjanji tidak akan mengambil apa-apa. Nirwan bahkan beranggapan bahwa mereka ingin melihat bocoran soal yang sudah jadi untuk ulangan semester yang akan diadakan dua minggu kemudian. Namun mereka menyanggah dengan berbagai macam sumpah.

Nirwan akhirnya luluh, dengan syarat ia harus ikut dengan mereka, hanya untuk memastikan, karena Nirwan memang sangat bertanggung jawab.

"Data-data Pak Nugianto? Itu bukannya guru baru ya? Buat apa?" tanya Nirwan yang sedang menyenteri Alesha. Kantor saat ini sedang gelap, karena lampu utama telah dimatikan oleh penjaga sekolah. Mereka memang sedang berada dikantor saat ini, tepatnya dimalam hari. Mereka sengaja tidak menyalakan lampu, karena biasanya penjaga sekolah akan mengecek dengan berkeliling dimalam hari.

"Ada yang perlu gue cari." jawab Alesha sambil memotret berkas-berkas tersebut tanpa cela. Ia memilih untuk memotret berkas tersebut, kalau dibaca sekarang akan memakan waktu yang lama. Nirwan hanya mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut, takutnya nanti menimbulkan suara berisik.

"Udah nggak?" panggil Dimas pelan yang sedang berdiri bersama Joni untuk mengawasi keadaan. Sedangkan Lena ikut menyenteri Alesha agar tulisan-tulisan tersebut terlihat jelas.

Dimas dan Joni berlari pelan menuju kearah mereka saat melihat setitik cahaya dari luar yang mulai mendekat.

"Sial, Pak Toni jalan." umpat Joni sambil mengisyaratkan yang lainnya untuk bersembunyi dibawah meja guru. Untung saja mereka sepakat untuk mengenakan pakaian serba hitam dan topi dengan warna yang sama agar tubuh mereka menyatu dengan gelap dan tidak terlalu mencolok.

Dimas membekap mulut Alesha dan mulutnya sendiri dengan tangannya agar tidak menimbulkan suara. Sedangkan Lena membekap dua orang disamping kanan dan kirinya dengan kedua tangannya. Mereka berlima bahkan berusaha untuk menahan nafas mereka.

Suara derap langkah kaki Pak Toni semakin terdengar dan membuat mereka semakin merinding. Mereka memperhatikan cahaya senter yang berpindah-pindah, tampaknya Pak Toni sedang mengecek keadaan kantor.

Merasa keadaan aman, Pak Joni menarik gagang pintu dan hendak menutupnya. Tapi niatnya ia urungkan saat mendengar suara gesekan dari dalam ruangan tersebut. Keempat murid tersebut menatap tajam pada Joni yang tidak sengaja menyenggol kursi disampingnya.

"Siapa disana?" Ucap pak Toni dengan suara agak keras. Mereka semkin merapatkan bibir mereka sambil memejamkan mata. Pak Toni berjalan mendekat, semakin dekat. Hanya tersisa satu meja lagi, maka mereka berlima akan disidang pada saat upacara, dihadapkan dengan guru BK, bahkan kepala sekolah.

Saat hendak melangkahkan kaki, angin bertiup agak kencang yang membuat jendela yang tidak tertutup rapat disana bergoyang dan menimbulkan suara. Perhatian Pak Toni teralihkan, ia kemudian berjalan untuk menutup rapat jendela tersebut.

"Aduh, kayaknya mau hujan deras, harus langsung pulang ini." Ucap Pak Joni sambil menatap langit yang hitam pekat, menandakan akan turun hujan. Pak Joni menutup jendela tersebut dengan cepat, lalu berjalan keluar dari kantor dengan langkah yang terburu-buru.

Kelima anak itupun membuka mulut mereka dan bernafas lega sambil mengucapkan berbagai jenis kata selamat dan syukur.

"Jabatan gue nggak jadi berakhir." ucap Nirwan sambil mengelus dada.

Prison And You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang