trīgintā duo

3.1K 672 132
                                    

Jendra meletakkan ransel yang sedari tadi ia sampirkan di sebelah bahu di tempat tidur guest house yang ia booking untuk dua hari ke depan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jendra meletakkan ransel yang sedari tadi ia sampirkan di sebelah bahu di tempat tidur guest house yang ia booking untuk dua hari ke depan.

Dia mengambil tas karton kecil yang berisi hadiah untuk Anya. Lalu kembali keluar dengan tas itu dan gitarnya.

"Buat lo," ujar Jendra sambil menyodorkan tas kecil itu, Anya menerimanya dengan tersenyum lebar.

"Ke alun-alun mau nggak, Ra?"

"Boleh. Ke mana aja boleh," jawab Jendra. "How's life, Ay?"

Anya memainkan tas kecil yang tadi diberi Jendra. "Emang benar kata lo. Memahami sesuatu itu butuh waktu yang lama."

"Ay, gua yang udah 14 tahun ditinggal, terkadang juga masih nggak paham. Rasa sakit itu bisa sembuh, lo cuma harus kasih waktu yang cukup," ujar Jendra. "Gimana kabar Annan sama Aga? Dipa ikut pindah juga?"

"Si kembar oke. Mereka... keliatan lebih baik-baik aja daripada gua. Bang Dipa, masih tetap kuliah di Singapore," jawab Anya, menjelaskan keadaan abang-abangnya.

Hening. Sepanjang perjalanan menuju alun-alun hening, membuat Anya teringat lagi alasannya menjauhi Jendra.

Kalau Jendra bersama Gabby, kenapa cowok itu rela ke Yogyakarta? Ngapain?

"Ra, lo masih sama Gabby?" Ucapan ini terlontar begitu saja dari mulut Anya, membuat cewek itu ingin mengubur diri sekarang juga.

Jendra melongo. Bahkan sempat menghentikan langkahnya sejenak, lalu dia terkekeh. "Maksud lo? Gua nggak merasa in a relationship sama Gabby tuh."

"Ra, sesekolah juga udah tahu kali kalo ada tanda 'you're mine' yang secara otomatis muncul ketika Gabby jalan di sebelah lo," jelas Anya panjang lebar.

Dia menarik kembali perkataannya untuk mengubur diri. Dia ingin mendengar jawaban dari mulut Jendra langsung. Dengan begitu, dia benar-benar tahu harus mundur atau maju terus.

Jendra malah tertawa semakin keras. Sialnya, Anya malah jatuh semakin dalam.

"Nggak, Ay. Gabby itu temen gua sejak SMP. Dia udah punya pacar di sekolah lain kali," jawab Jendra dengan sisa-sisa tawa yang masih ada.

Anya hendak mengatakan sesuatu lagi, tapi ponselnya bergetar, menampakkan pesan dari Aga.

Kalingga:
When you love someone
Just be brave to say
That you want him to be with you [20.12]

Anya tidak menjawab pesan itu. Aga jelas tahu karena tadi Anya sempat memotret Jendra dari kejauhan dan mempostingnya.

"Kenapa lo bisa mikir gua sama Gabby ada apa-apa?" tanya Jendra, cowok itu terlihat sangat menikmati Yogyakarta beserta isinya.

Karena gua suka sama lo, Ra, batin Anya berteriak.

Meskipun emansipasi wanita sudah sejak dahulu kala, tapi Anya tak bisa begitu saja menyatakan perasaannya. Anya bukan tipe orang yang seberani itu. Keberanian Anya hanya mentok sampai memulai chat lebih dulu.

"Eh, makan di situ, yuk. Asik suasananya, makanannya juga enak."

Itu tidak termasuk keberanian kan? Hari ini Anya merupakan tour guide Jendra, jadi pertanyaan tadi tidak masuk list ajakan berkencan.

***

A/N:

Selamat malam.

Selamat hari Kenaikan Isa Almasih bagi yang merayakan juga.

head over heelsWhere stories live. Discover now