ES [32]

9.4K 1.3K 333
                                    

Aku dan Gio duduk di salah satu  kedai coffee yang di dalam mall. Aku masih menunggu Gio untuk berbicara, sedari tadi dia hanya memandangku serius.

"Tadi kamu bilang mau bicara sama saya. Tapi kenapa hanya diam saja, Gio?" Tanyaku.

Gio menatapku kecewa. "Kamu pembohong, Kala."

"Bohong?"

"Iya, kamu pembohong. Kamu bilang, kamu tidak punya kekasih. Tapi kenyataannya? Kamu membohongi saya."

"Gio, tolong dengar penjelasan dari saya. Saat kita berdua pergi makan siang dulu, di situ saya masih sendiri. Tapi memang, sebenarnya saya sudah menyukai pria lain. Waktu itu saya mau kenalan dan pergi bareng kamu, semata hanya karena saya menghargai permintaan tante Maria. Makanya waktu kamu menyatakan perasaan ke saya, saya tidak bisa berjanji apa-apa pada kamu."

"Tapi saya sangat menyukaimu."

"Gio, saya menghargai perasaan kamu. Tapi saya tidak bisa membalasnya, karena saya mencintai pria lain." Aku berusaha untuk membuatnya mengerti.

"Saya juga bisa membuat kamu jadi cinta, beri saya kesempatan."

"Maaf, Gio. Saya tidak bisa. Tapi kalau kamu mau, kita masih bisa berteman."

Gio menggelengkan kepalanya. "Saya tidak mau berteman. Saya mau memiliki kamu."

Aku menatapnya bingung. "Kamu tahu kan, alasan yang membuat Mama kamu benci ke saya? Tapi kenapa kamu masih mau sama saya?"

Gio membenarkan letak kaca matanya. "Saya sudah mengatakannya dengan jelas. Saya mencintai kamu sejak pertama kali melihatmu bekerja di toko bunga itu. Kamu selalu tersenyum setiap kali saya datang membeli bunga. Saya jadi susah tidur karena hal itu. Setiap malam saya memikirkan senyumanmu tapi saya tidak berani menyapa. Dan waktu kamu mau ikut makan siang, itu saya sangat bahagia sekali. Saya tidak bisa membencimu, meski sudah sudah tahu masa lalumu. Katakan, apa yang harus saya lakukan?"

"Kamu pria yang baik Gio. Saya yakin suatu saat kamu akan bertemu dengan perempuan yang tulus mencintaimu."

Dia menunduk sedih. "Apa karena dia tampan, jadi kamu memilihnya?"

"Tidak Gio. Bukan karena itu. Ada banyak hal yang sudah saya lalui bersama dia selama ini. Saya jatuh cinta dengan semua yang ada di dalam dirinya. Saya tidak bisa menyebutkannya satu per satu."

Gio mendongak menatapku dengan air mata yang jatuh berlinang. "Kamu mematahkan hati saya. Dan itu menyakitkan sekali."

Aku jadi merasa bersalah padanya. Seharusnya waktu itu aku menolak berkenalan, supaya dia tidak berharap lebih padaku.
"Kamu jahat sama saya," Ujarnya lagi seraya menangis. "Saya hanya minta kamu kasih kesempatan, tapi kamu tidak mau."

Aku berpindah kursi ke sebelahnya, mencoba menenangkan Gio yang sekarang menjadi pusat perhatian para pengunjung. "Jadi menurut kamu, saya jahat ya? Kalau memang seperti itu, silahkan marahin saya sepuas kamu. Kalau perlu pukul atau tampar saya saja."

Dia bergeleng cepat dan menjauhkan tangannya ke belakang.

"Saya memang kecewa dan marah. Tapi saya tidak bisa menyakiti perempuan yang saya cinta."

"Tapi saya sudah buat kamu menangis seperti ini."

Gio melepaskan kaca matanya sebentar. Lalu dia mengambil sapu tangan untuk menghapus pipinya yang basah.

"Saya memang seperti ini. Saya akan menangis jika sesuatu yang saya inginkan tidak tercapai," Tuturnya dalam keadaan sesenggukan.

"Boleh saya tahu kenapa kamu bisa ada di sini?" Tanyaku penasaran.

"Saya pergi menemani Mama membeli barang, lalu saya tidak sengaja melihat kamu turun dari taksi. Jadi saya spontan mengikuti kamu dan meninggalkan Mama saya di dalam mobil."

Lalu dia bangkit berdiri sambil mengeluarkan dua lembar uang seratus ribuan dari dompet yang dia letakkan di meja. "Saya harus pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik, Kala."

"Terimakasih Gio. Sekali lagi saya minta maaf sudah menyakiti kamu."

Dia hanya mengangguk. Sebelum pergi dia memakai kaca matanya kembali. Sekitar sepuluh menit kepergian Gio, aku pun memutuskan keluar dari tempat itu setelah menghabiskan minumanku.

Saat berada di parkiran luar mall, tiba-tiba ada yang membekap mulut serta hidungku dari belakang dengan menggunakan sapu tangan. Sehingga aku sulit untuk bernapas. Aku berusaha sekuat tenaga untuk berontak Namun tenagaku melemah, karena kesadaranku berangsur-angsur hilang. Lalu semuanya menjadi gelap.

*****


Aku terbangun dengan kondisi kepala yang terasa berat dan sangat pusing. Berkali-kali aku menghusap mata untuk melihat sekeliling. Aku tak tahu apa yang terjadi. Tapi yang jelas, aku mendapati diriku berada di sebuah kamar asing. Di sudut kamar terdapat meja rias. Ada juga lemari kecil di sebelah pintu yang seperti kamar mandi. Aku baru sadar bahwa ternyata ini adalah kamar hotel.

Dan betapa terkejutnya diriku melihat tubuh polosku di balik selimut. Aku panik dan turun dari ranjang untuk mengambil pakaianku yang berserakan di lantai kamar. Dalam keadaan bingung, aku memakai kembali pakaianku dengan cepat. Setelah itu aku terduduk lemas di lantai.

"Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa berada di sini? Siapa yang tega melakukan hal ini padaku?"

Dalam keadaan menangis, aku berteriak sekuat mungkin dan memukul diriku sendiri. Berharap semua kejadian ini hanya mimpi buruk dan aku segera terbangun.

Perlahan aku bangkit berdiri dan berjalan keluar dari kamar hotel. Aku mencoba bertanya pada petugas resepsionis, siapa nama pemesan kamar hotel tempatku menginap semalam. Namun mereka bilang tidak mau memberitahu dengan alasan itu adalah privasi. Meskipun aku memohon, mereka tetap  menolak permintaanku.

Aku frustasi dan akhirnya aku memutuskan pulang ke toko. Sesampainya di sana, aku langsung membersihkan diri di kamar mandi. Aku tidak tahu apa yang sudah dilakukan orang itu padaku semalam. Mendadak aku menjadi jijik dengan tubuhku sendiri.

Semenjak berhenti menjadi wanita penghibur, aku sudah tidak mengkonsumsi pil kb lagi. Bagaimana kalau nanti aku hamil? Aku bahkan tidak tahu siapa pria yang meniduriku. Lalu apa yang harus aku katakan kepada Fathir? Dia juga pasti akan kecewa dan jijik melihatku.

Aku kembali menangis. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau kehilangan Fathir. Cuma dia satu-satunya penyemangat hidupku di dunia ini. Kalau sampai Fathir meninggalkanku, mungkin lebih baik aku memilih mati saja.

2-Mei-2018

Eppure SentireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang