4. Dia

235 34 2
                                    

"Tante gimana kondisi Rayhan?" tanya Prilly sembari mengatur napasnya.

"Rayhan kritis." jawab Ibunda Rayhan datar.  Prilly hanya bisa terkejut dengan kabar ini, kalau kritis berarti kondisi Rayhan sangat parah.

"Kritis Tante?" ucap Prilly tak percaya, dia mungkin marah pada Rayhan, tapi dia juga adalah saudara Rayhan, sejak kecil dia selalu bersama Rayhan, tapi sekarang dia tiba-tiba mendengar kabar Rayhan kritis membuat hatinya sakit dan membuat air matanya menetes.

"Ini semua karena kamu, karena kamu!" bentak Ibunda Rayhan tiba-tiba sambil menunjuk Prilly.

"Maksut Tante apa? Prilly gak ngerti," Prilly terkejut dan bingung.

"Gak usah pura-pura gak ngerti! Kamu yang sudah buat Rayhan masuk ke lingkunganmu yang gak benar itu! Rayhan kritis karena dia dikroyok sama orang gak dikenal! Dia pasti musuhmu! Tapi kamu mengkambing hitamkan Rayhan! Iyakan?! Jawab Prilly?!" Prilly hanya bisa diam dan menunduk meskipun dia tau bukan dia yang salah, tapi bibirnya kelu tidak bisa bicara sama sekali.

"Jawab Tante, Prilly!" bentak Ibunda Rayhan sambil mendorong Prilly hingga Prilly mundur beberapa langkah.

"Dasar! Kamu dan adikmu itu bisanya cuma nyusahin orang! Kalian sama saja seperti Bundamu itu! Tidak tau terima kasih! Cuma bisa merugikan orang lain saja!"

"Cukup Tante!" bentak Prilly sembari menatap tajam Ibunda Rayhan.

"Aku masih bisa terima waktu Tante nuduh aku dengan perbuatan yang bahkan gak pernah aku lakuin, tapi kalau Tante sampai menghina Bunda ku, aku gak bisa nerima itu Tante!" lepas sudah emosi Prilly yang sudah ditahannya daritadi.

"Jadi kamu berani melawan Tante?" tanyanya sambil menatap tajam Prilly. Lalu Prilly menggeleng.

"Asal Tante tau, aku sama sekali gak ngajak Rayhan untuk masuk ke lingkunganku, Rayhan masuk karena keinginannya sendiri. Dia seperti ini karena ulahnya sendiri Tante! Bukan karena aku! Apalagi Tante malah bawa-bawa Bunda, aku gak suka Tante! Bunda ku gak salah! Aku seperti ini, itu bukan karena keinginanku Tante, aku terpaksa. Keadaan yang buat aku kayak gini. Maaf kalo selama ini Prilly sama Vero nyusahin Tante, tapi asal Tante tau, kami kayak gini cuma pengen ngerasain rasanya punya Ibu. Cuma itu Tante, cuma itu." luluh sudah air matanya yang selama ini Prilly pendam, dia jadi teringat Bundanya, dia rindu. Sangat rindu.

"Maaf tante, maaf." setelah mengucapkan hal itu Prilly langsung mengusap air matanya kasar dan pergi dari tempat itu.

Ibunda Rayhan menatap Prilly dengan tatapan bersalah, ini semua karena emosinya, padahal dia tau Prilly dan Vero sangat baik dan tidak pernah menyusahkan keluarganya tapi entah karena apa mulutnya bisa mengeluarkan ucapan seperti itu, Prilly dan Vero adalah keponakannya, tapi mereka sangat peduli padanya melebihi putranya sendiri, dia menyesal. Sangat menyesal. Sampai dia terduduk dibangku rumah sakit sambil menangis menutup wajahnya.

Disisi lain Vero sedari tadi mendengar pembicaraan kakaknya dan Tantenya itu dari jauh. Dia menangis melihat kakaknya menangis, ini memang bukan pertama kalinya Prilly menangis, tapi ini pertama kalinya bagi Vero melihat sendiri kakaknya menangis.

"Kakak," lirih Vero.

"Padahal kakak baik, tapi semua orang selalu mandang lo gak bener, gue gak trima kak, mereka gak kenal sama lo, mereka cuma mandang lo dari penampilan lo, gue janji gue gak bakal biarin lo dilukain lagi sama orang-orang. Gue janji kak, gue janji." tekad Vero, lalu dia mengusap air matanya dan meninggalkan rumah sakit, dengan perasaan berkecamuk.

^^^

"Ah segernya, pemandangannya kayak di desa, padahal ini kan Jakarta, gue pikir gak ada tempat kayak gini disini," ucap Ali sembari menyandarkan punggungnya di pohon yang sangat besar sambil duduk dan memejamkan matanya.

Plung..
Plung..
Plung..

Ali terganggu dengan suara danau yang tadinya tenang tapi sekarang seperti ada banyak batu yang dilempari kedanau itu hingga menimbulkan bunyi yang menggangu ketenangan.

"Ck! Siapa sih yang lempar-lempar batu, ganggu aja." mata Ali mencari orang itu dengan menelusuri semua tempat disekitarnya dan dia terpaku pada seorang wanita yang sedang menelusupkan wajahnya diantara dua kakinya yang ditekuk sambil tangannya melilit kakinya sendiri. Lalu tidak lama wanita mengangkat wajahnya.

"Itu kan, cewek yang dikelas tadi?" gumam Ali. Lalu Ali terkejut bahwa Prilly sedang menangis sampai terisak-isak, ada rasa kasihan dihatinya. Akhirnya dia memutuskan untuk menghampiri Prilly, tapi belum sempat dia berdiri ada seorang laki-laki tampan menghampiri Prilly sambil berlari. Sepertinya mereka sedang berbincang lalu tiba-tiba Prilly memeluk pria itu dengan erat, tanpa ada rasa malu. Akhirnya Ali mengurungkan niatnya untuk menghampiri Prilly dan kembali menghadap danau lalu memejamkan matanya.

'Jadi dia udah punya pacar?' batin Ali

"Ah bodoamat, gue mau tidur lagi aja." lalu Ali kembali ke posisi semula sambil memejamkan matanya.

^^^

"Kak udah dong jangan nangis lagi ah, katanya lo kuat tapi cengeng."

"Diem lo, kakaknya lagi nangis juga malah dihina."

"Hm kak gimana kalo kita pergi makan aja? Gue yang traktir deh. Kita ke richeese factory, gimana?"

"Richeese? Oke deh. Lo harus beliin gue yang keluaran terbaru yang ayamnya pedes banget tuh."

"Iya, iya gampang. Ayok lesgo!"

"Lesgo dah," Prilly tersenyum lalu menghapus airmatanya dan berdiri meninggalkan tempat itu disusul Vero.

"Tengkyu richeese, emang dah cuma lo mood kakak gue." gumam Vero sambil tersenyum lebar melihat Prilly sudah riang kembali, lalu tidak lama Prilly memanggilnya karena Vero sangat lambat.

"Iya, iya bentar!" Vero berlari mengejar Prilly, lalu mereka berdua pergi meninggalkan danau itu.

^^^

"WOY ANJIR SANTAY DONG." ucap Prilly frontal karena ditabrak orang berkali-kali. Gimana gak ngamuk, antriannya panjang mampus, dia harus berdesakan demi mendapatkan varian baru dari richeese factory.

"Anjir ga bisa santai gitu ya," Prilly berjalan sambil membawa bungkusan richeese tersebut ke lantai 2, ketempat Vano yang sudah memboking tempatnya. Kalo gak diboking dulu bisa dibayanginkan gimana ramenya?

"Gimana kak perasaannya setelah mengantri?" Bak wartawan Vano menghayal mandjah memberi mik dengan mengepalkan tangannya kearah Prilly.

"Mati rasa." Jawaban itu mengundang gelak tawa Vano.

"Kan udah gue bilang rame mampus, tapi masih ditrobos aja,"

"Yauda si lagian gue kepo banget sama rasanya. Trus kapan lagi coba di traktir elo, ya gak?"

"Iyain. Sini mana punya gue." Prilly memberi Vano ayam, nasi, dan minumnya.

"Anjir, lo ngasih gue cuma segini kak? Sedangkan lo seambrek? Kampret banget njir,"

"Iya dong njir," Prilly tidak memperdulikan ucapan Vano yang penting dia makan gaes.

"Pantes," Vano menjeda kalimatnya.

"Apwa," ucap Prilly sambil mengunyah makanan yang kelewat enak total.

"Tumbuh tuh keatas bukan kesamping."

"Angji banget ya lo, masa ngehina kakak sendiri astaghfirullahaladzim," ucap Prilly setelah makanan yang dia makan sudah masuk keperutnya.

"Abis ngumpat eh nyebut," gumam Vano jengah, akhirnya dia memilih makan ketimbang menjawab omelan kakaknya.

NGARET BANGET YA? IYA IYA GUE TAU GUE SALAH SORI SORI HUHU:(

OKE UDAH NGARET DIKIT LAGI HUHUHU:''''((

Okedeh segitu aja, percuma bikin a/n tapi dilewati aja kan syedih:')

AKU BENCY JYJYCK BENCY JYJYCK BENCY JYJYCK JANGAN SENTUH AKU.

BAY.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Broken Home [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang