Sepasang Bola Mata (Tak) Didamba

252 35 92
                                    

SESOSOK gadis duduk membisu bak pualam, kala menyadari bahwa ia telah kehilangan sebuah genggaman tangan--yang selama ini tak hentinya menyalurkan berjuta kehangatan.

Ini bukan sekadar genggaman tangan biasa.

Genggaman itu turut menyalurkan sebilah gairah di sepanjang hidup si gadis. Sentuhan itulah yang mampu meretas segala kesedihannya. Mencuri kegundahan si gadis agar mau beranjak menjauh. Memaksa segala duka menguap, untuk kemudian terbang menyatu dengan birunya angkasa.

Pemilik genggaman itu seolah meminta sang gadis untuk membagi beban berdua dengannya. Meski beban itu sebenarnya hanya ilusi semata bagi si gadis.

Karena beban yang nyata, bukan ada pada dirinya.

Semula, gadis itu berpikir takkan pernah bisa melihat seperti apa tangan yang selama ini mengenggam erat dirinya. Kendati demikian, di benaknya, sudah cukup terasa betapa tulus pemilik tangan itu menggenggamnya.

Hingga tibalah pada suatu ketika.

Kala sang gadis benar-benar berada pada titik terjenuh. Tak henti-hentinya menyudutkan sang empunya genggaman--yang begitu menyulutkan secercah harapan. Gadis itu selalu memaksa untuk bisa melihat sosoknya.

Namun, ketika permintaannya berhasil terealisasikan, gadis itu justru menyesal.

Kini genggaman itu bukan hanya tak bisa dilihat, melainkan sudah tak bisa ia rasakan lagi.

Dari sorot mata seseorang, aku belajar menafsirkan berbagai macam misteri yang bersembunyi di dalamnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dari sorot mata seseorang, aku belajar menafsirkan berbagai macam misteri yang bersembunyi di dalamnya. Lewat tatapan mata, aku seperti mendapat sebuah isyarat--yang secara tak langsung mengungkapkan isi hati pemiliknya.

Seperti yang tengah kulakukan sebulan terakhir ini. Mengamati sosok gadis itu.

Di kala matahari selalu saja dicaci. Seringkali disesalkan kehadirannya. Dan beberapa kali dianggap sebagai sosok antagonis dalam tata surya. Meski begitu, matahari akan tetap pada komitmennya. Menemani bumi setiap hari. Melejit perlahan, menjelajahi belahan bumi yang membutuhkannya--meski terbatas ruang edarnya. Untuk esok hari datang kembali menyapa bumi.

Tak kuhiraukan lagi cuitan burung yang saling beradu suara merdu. Begitu pula dengan bising perkotaan di siang hari. Takkan bisa menyurutkan kebiasaanku untuk menatap sepasang bola mata indah beriris cokelat hazel.

Bola mata yang selalu bisa membuat tunduk siapapun yang berani berkontak dengannya. Perpaduan iris cokelat dan hijau yang apik mampu menghipnotis orang-orang untuk kali pertama melihatnya. Seolah tak mengizinkan mereka untuk mengalihkan pandangan dari sepasang mata penuh candu itu.

Aku di sini melihatnya diam-diam, tanpa seorangpun yang tahu. Di ruangan lenggang yang entah kenapa justru terasa begitu menyesakkan.

Setiap siang hari, si gadis pemilik mata cokelat itu tak pernah absen menampakkan dirinya di hadapanku. Meski tak terhitung persis seberapa dekat ia duduk di depanku. Hanya terbatas oleh suatu sekat. Sekat yang memisahkan dua dunia--yang terlihat abu-abu--secara simetris.

Sepasang Bola Mata Tak Didamba [1/1 END]Where stories live. Discover now