CHAPTER 2

423 58 20
                                    

Apa ini? Kenapa Sehun tidak memberi tau tentang kekasihnya itu. Mungkin ia pikir aku tidak peduli. Apa dia tidak tau kalau hati seorang perempuan itu lebih rapuh dari lelaki.

Apa ia tidak pernah merasa bersalah setelah apa yang ia lakukan. Jika memang ia tidak merasa bersalah, setidaknya ia merasa kasihan atau menyesal.

Aku menyodorkan segelas teh kepada Irene. "Jadi hubungan kalian sudah berapa lama?"

"Sudah hampir 8 bulan," Irene menyeruput tehnya. "Tadi Sehun tiba-tiba datang dan berkata bahwa dia dijodohkan. Aku tidak menyangka itu akan terjadi. Aku tau orangtua Sehun tidak menyukaiku. Tapi aku dan Sehun berencana untuk menikah tanpa memberi tau pihak manapun. Kuharap kau tidak kecentilan sehingga Sehun berpaling dariku. Aku pergi."

Irene benar-benar pergi setelah itu. Aku beranjak dan membawa gelas-gelas diatas nampan lalu membawanya ke dapur. Setelah mencuci gelas-gelas itu, aku pergi kekamar Sehun.

Jangan berpikir yang tidak-tidak, karena aku hanya mau mengecek keadaannya.

Aku menghela napas. Lalu membuka sepatu serta kaus kaki yang Sehun pakai. Melepas jas kerjanya dan juga dasinya setelah itu aku melemparnya ke keranjang pakaian kotor.

Selesai melakukan semua itu, aku pergi ke kamarku untuk beristirahat. Ya semua bagian tubuhku lelah. Lahir dan batin.

-*-Bad Situations-*-

Aku mendengar suara kecapan diruang tamu. Saat aku keluar dari kamar, pemandangan yang sangat membuatku sakit hati. Sehun dan Irene sedang berciuman, dengan posisi Sehun duduk disofa dan Irene yang berada dipangkuannya errr- itu menyakitkan. Sangat. Apa mungkin aku telah jatuh kepada Sehun? Tidak, itu tidak mungkin.

"Maaf mengganggu, bisakah kalian lanjutkan dikamar Sehun saja? Aku mmm-" Aku mengulum bibir bawahku kebingungan, "Eum, aku tidak suka ada pemandangan seperti itu."

Sehun PoV

Apa itu? Apakah dia berusaha menggodaku? Penggoda yang menarik. Jujur aku sedikit tergoda, dan bahkan jika Irene tidak ada disini aku akan melangkah jauh mendekatinya dan menciumnya, membayangkan bibirnya membuatku tak tahan.

"Irene, pergilah. Aku lelah." Tukasku, lalu beranjak dari dudukku dan kembali kekamar.

Sehun PoV End

Kuliat Irene berdecak kesal, dan mengambil tas tangannya lalu pergi tanpa melihat penampilannya. Aku merasa dia seperti jalang yang diusir.

Aku menggeleng, dan pergi kedapur untuk memasak. Saat aku memotong beberapa bahan masakan, aku merasa ada tangan besar yang memeluk pinggangku. Saat aku menoleh, Sehun sedang melihatku.

"Ada apa denganmu? Kau sakit?" Aku menyentuh dahinya, dan mengerutkan dahiku, "tidak panas."

"Apa aku salah? Aku hanya ingin bermesraan dengan tunanganku." jelas Sehun seraya mengecup pelan leherku.

Aku risih. Aku bergerak tidak tenang dipelukannya, itu sangat geli. Getaran yang aneh membuat perutku agak sakit. Bibirnya yang hangat sangat membuatku tak nyaman. Apalagi kondisinya yang lembab akibat Sehun yang telah membasahinya.

Aku berusaha menghindar, "Sehun, apakah kau tak ada kegiatan lain? Mengapa kau malah menggangguku? Apa kau tak puas dengan kedatangan kekasihmu?"

Entah mengapa aku sangat kesal dengan tingkahnya. Huh! Itu membuatku sedikit jijik dengannya. Mungkin juga Sehun telah melakukan itu dengan Irene yang notebenenya adalah kekasih Sehun.

Huh! Mengapa aku jadi kepikiran? Ini tidak penting. Ini hanya sebatas janji hitam diatas putih. Tanpa ikatan lainnya.

"Hm? Apa kau cemburu?" Perkataannya itu membuatku buru-buru melepas pelukannya.

Aku kemudian menatapnya sinis. "Jangan harap."

Lagi lagi, huh! Sampai kapan aku selesai menyiapkan ini semua jika aku malah memikirkan Sehun?! Sehun bodoh! Bisa-bisanya dia menggangguku.

Aku melanjutkan kegiatanku untuj memasak. Hm.. Wangi masakan yang menyeruak membuat cacing-cacing diperutku sudah tak sabar. Tunggu sebentar cacing sedikit lagi akan selesai.

Realitanya, Sehun malah kembali menggangguku. Lagi-lagi memelukku dari belakang. Aish bikin repot saja.

"Hei! Bisakah kau tidak mengangguku?! Aku sedang memasak, apa kau tak liat?!" ucapku sedikit meninggikan suaraku.

Sehun mengangkat sebelah alisnya. "Aku melihatnya. Emang kau kira aku berpikir apa? Kalau kau sedang telanjang baru aku memikirkan hal yang aneh."

Aku berdecih, "Dasar tidak waras!"

Akhirnya masakanku selesai juga. Oke menunya biasa saja aku malu untuk menyebutkannya. Intinya ini makanan yang enak.

Aku menyajikannya dimeja makan. Duh aku tidak sabar untuk menyicipinya. Aku kemudian menyendokan nasi ke piringku dan mengambil lauk yang ada.

Aku bersiap untuk berdoa ketika Sehun dengan sengaja mengambil porsiku. Sialan!

"Hei!"

"Apa?" ujarnya seraya memakan porsiku tadi. "Ini enak."

Aku mendengus kemudian menyiapkan kembali porsiku. Dan aku memakannya. Benar kata Sehun ini sangat enak. Tak sia-sia aku membuatnya.

Aku kembali menikmati makanan yang kubuat. Ntah lah, ini sepadan dengan kerja kerasku untuk membuatnya. Karena Sehun yang nakal itu memelukku.

Tak terasa, kami memakan ini tanpa suara. Kami sangat menikmati masakanku yang mungkin juga enak bagi Sehun. Sampai tak sadar makanan yang ada dipiringku habis sudah. Kutatap Sehun juga sama bersihnya.

Lagi-lagi saat aku membereskan piring yang ada dimeja makan,  bel apartement milik Sehun berbunyi.

"Aku akan membukanya." Ujar Sehun melenggang pergi.

Aku mengendikkan bahuku, kemudian membawa piring-piring kotor tersebut ke wastafel.

Saat aku mencuci piring tiba-tiba suara lembut itu menginterupsi ku.

"Naeun? Itukah kau?"

-*-Bad Situation-*-

Euumm, kalau work ini sepi. Aku gak update lagi ya. Hehe. Maaf banget juga. Tapi aku mohon hargai aku, susah bikin feelnya sampe dapet. Maaf banget ya

Bad SituationWhere stories live. Discover now