V. FAKE

23.9K 3.1K 428
                                    

Satu, dua dan tiga. Mari kita hitung berapa banyak orang yang menggunakan topeng. Atau berapa banyak topeng yang dikenakan oleh perorang. Bukan berniat menakuti—kadang mungkin begitu demi sebuah kekuasaan dan citra pemegang kendali, namun lebih dari sebagian melakoni karena sebuah keadaan. Terjebak untuk sebuah pilihan cermat daripada tenggelam pada arus yang mengombang-ambing sampai menertawakan bagaimana kelemahan terlihat jelas. Atau karena mereka tak menyukai diri sendiri—setengahnya tak tahu mereka sendiri seperti apa. Mengerti dan mengenal diri sendiri kadang menjadi hal yang paling sulit.

Malam, hujan, petir dan cuaca dingin menusuk dengan kaki berlarian tergesa membuat kecipak pada ujung dress. Tentu saja bersangkutan dengan Jung Isla. Sudah melewati satu malam dan meranjak untuk malam kedua, Isla masih berada di apartement Park Jimin. Kali ini meringkuk manis di bawah selimut putih yang acak akibat cengkraman keras ketika hentakan pinggul menyiksanya dalam gairah. Nyeri, pusing dan kepalang nikmat. Mungkin jika dijabarkan, kebodohan sudah merajarela dalam diri Isla jika itu menyangkut Park Jimin.

Kepala pemuda Park pusing, terpaksa bangun karena bunyi bel ditambah ponsel yang terus berdering berkali-kali. Rambut hitam legam yang panjang sampai mata namun belahannya menunjukan dahi begitu jelas, dia singkap dengan jemari yang menyisir ke belakang. Jika mencari sebuah pagi, siang, sore atau malam yang menggoda ketika kau terbangun—Park Jimin adalah jawabannya. Seksi sekali.

Tangannya memijat pangkal hidung menemukan nama Kim Taeri di layarnya. Sudah bisa ditebak karena Jimin memang menunggunya. Tapi itu tetap membuat Jimin cukup kesal. Bukan karena Taeri mengganggu tidurnya, tapi karena gadis itu membutuhkan waktu lama untuk datang. Masih dengan kepala pusing, dia bangkit dari kasur. Berhati-hati agar tidak menginjak jarum suntik yang ada di lantai.

Ketika sampai pintu, Jimin segera membukanya karena tahu Taeri pasti akan memandang sinis dengan kesal. Tak banyak bicara tapi dari rautnya saja cukup mematikan. "Halo Taeri. Good—" Jimin menggantung ucapannya. Mengusap matanya sambil melirik ke kanan dan kiri, pukul bersama sekarang. "Night," sambung Jimin ketika berhasil menemukan letak jam dindingnya sendiri.

Taeri di depan dengan kedua tangan dilipat. Melihat wajah Jimin dengan geram. Sama sekali tak berniat menurunkan pandangannya.

"Aku tahu kau baru saja bangun tidur, tapi setidaknya pakai dulu baju. Atau celana. Atau tarik selimut untuk menutupi tubuhmu. Seriously? Telanjang? Menemuiku?" Taeri menggelengkan kepalanya tak habis pikir dan langsung bergegas masuk.

Jimin hanya tersenyum smirk dan meberikan kekehan singkat. "Kau dulu menyukainya," ujar Jimin sambil menutup pintu. Kemudian dia mengikuti Taeri dari belakang.

Taeri langsung duduk begitu saja dan menyilangkan kakinya. Jimin ikut duduk di sebrangnya tanpa rasa bersalah. Taeri sampai menghela napas berat—kehabisan kata. Pun dia langsung bangkit dari sana menuju kamar Jimin sambil mengoceh. "Kau harus memakai sesuatu, bodoh. Di luar hujan besar. Dingin. Kau bisa sakit. Wow, sampai aku yang harus mengambilkannya."

Jimin tersenyum simpul dalam diam.

Sementara Taeri terkejut ketika membuka pintu kamar Jimin. Jung Isla tertidur dengan pulas di sana. Entah bisa dibilang tidur atau tidak. Jarum suntik, obat penenang, dan harum seks yang menyerbak. Taeri tahu jelas apa yang habis lakukan. Dia menoleh dan langsung memberikan tatapan mengintimidasi pada Jimin yang malah tersenyum begitu manis seperti tanpa dosa.

Sulit menghadapi pemuda Park yang sepertinya sudah kehilangan kewarasan. Taeri akhirnya tetap masuk. Berjalan dengan hati-hati membuka lemari Jimin dan mengambil sebuah selimut lain yang ada di sana. Segera kembali ke ruang tengah dan menutupi tubuh Jimin. "Berhenti bertindak bodoh," ujar Taeri dengan raut begitu khawatir.

SECRETS ✓Where stories live. Discover now