a glass of pink lemonade

1.9K 485 80
                                    

—In which Hyunjin wishes Seungmin a happy birthday

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

—In which Hyunjin wishes Seungmin a happy birthday.

Lewat dua bulan sudah sejak terakhir kalinya Seungmin dan Hyunjin bertukar sepatah kata. Perkara pelunasan buku itu terseret begitu panjang sehingga akhirnya kedua remaja itu benar-benar mendiamkan satu sama lain. Sungguh, tidak ada api kemarahan sedikit pun di hati Kim Seungmin, ia hanya bingung bagaimana harus memulai kembali pertemanannya dengan Hwang Hyunjin. Pasalnya, ia sendiri merasa malu dengan sikapnya pada Hyunjin waktu itu. Di sisi lain, Hwang Hyunjin, seperti yang kau tahu bagaimana sifat si landak itu, tak mampu merangkai kata maaf atau sekadar mengucapkan sapaan 'hai' pada Seungmin.

Maka selama dua bulan lebih keduanya mengulur waktu, saling buang muka satu sama lain padahal sebenarnya sudah tak tahan ingin saling bicara.

Hyunjin lebih sering main dengan si berisik Lee Felix. Walau sangat jauh berbeda dengan Seungmin, jujur saja Hyunjin juga menyukai waktu yang dihabiskannya bersama Felix. Kadang mereka pergi main arkade bersama, ia bahkan sudah pernah menginap di rumah Felix beberapa kali. Jika Seungmin adalah jenis teman yang bisa ia ajak bicara hati ke hati atau merasa nyaman bahkan dalam kesunyian, Felix adalah jenis teman yang membuat setiap detik dalam dua puluh empat jamnya terasa mengasyikkan.

Perihal tempat duduk di kelas, Hyunjin yang tadinya sempat duduk dengan Seungmin kembali berpindah ke satu tempat di belakang si pemuda Kim. Kursi kosong di sebelah Seungmin diisi oleh Felix, sedangkan teman sebangku Hyunjin yang baru adalah seorang atlet renang yang jarang muncul batang hidungnya di kelas.

Lebih dari kedua orang yang terlibat langsung, Felix sesungguhnya merasa frustrasi menyaksikan aksi saling diam Seungmin dan Hyunjin. Ia jadi seperti jembatan atau burung merpati perantara; ketika Hyunjin butuh meminjam pena, Felix lah yang akan bicara pada Seungmin. Begitu juga sebaliknya, ketika Seungmin ingin menanyakan sesuatu pada Hyunjin, lagi-lagi Felix yang jadi juru bicara.

Siapapun harus menghentikan kegilaan ini sebelum kepala Lee Felix meledak.

Dan satu-satunya yang bisa melakukan itu tak lain ya Felix sendiri.

"Seungmin ulang tahun?" Tanya Hyunjin pada Felix suatu siang di akhir bulan November yang dingin.

Barusan percakapan Felix dengan Shin Ryujin tentang 'Seungmin' dan 'ulang tahun' sampai ke telinganya, rasa penasaran menggelitik benaknya hingga mengalahkan perjanjiannya dengan diri sendiri untuk tidak membicarakan Kim Seungmin.

"Hah? Iya besok ulang tahunnya." Felix menjawab dengan ekspresi semeyakinkan mungkin.

"Wanna buy something for him?"

Hyunjin sontak menggelengkan kepalanya. Sepertinya membelikan sesuatu untuk Seungmin menjadi sesuatu yang traumatis, bagaimana kalau laki-laki itu malah tersinggung lagi jika misalnya ia memberikan sepasang sepatu sebagai hadiah ulang tahun? Tidak perlu sampai membelikan kado, Hyunjin masih bingung memikirkan bagaimana cara membuat mulutnya tidak kaku untuk mengucapkan selamat ulang tahun pada sahabatnya itu.

lemon🍋boy

Sejak sore tadi hingga jam digital di nakasnya menunjukkan pukul 11:58 Hyunjin belum berhenti melamun menatap ponsel sambil memikirkan serangkaian kata yang tepat. Apalagi kalau bukan untuk mengucapkan selamat ulang tahun pada Seungmin. Waktunya cuma tinggal dua menit, dan ia masih tak yakin. Masa harus dirinya, seorang Hwang Hyunjin, yang memulai duluan?

Bolak-balik ia membuka aplikasi pesan singkat, mengetik sejumlah kalimat dan kembali menghapusnya. Begitu terus sampai angka 11:58 di jam digital tadi berubah menjadi 00:00.

Ah, persetan dengan segala gengsi yang menyelubungi dirinya.

Membuka daftar kontak di ponselnya, Hyunjin mencari nomor Seungmin lalu menekan ikon telepon hijau tanpa ragu-ragu. Percakapan mereka mungkin akan sangat super canggung tapi masa bodoh, Hyunjin sudah lelah juga dengan perang dingin mereka yang tidak jelas ini.

Nada sambung berbunyi sebanyak tiga kali, kemudian digantikan dengan suara Seungmin. Dari intonasi bicaranya, Seungmin terdengar agak bingung. Mungkin yang ada di pikirannya sekarang adalah betapa gilanya si laki-laki Hwang meneleponnya tengah malam begini. Atau, apa yang begitu penting hingga tak bisa menunggu besok pagi. Kemungkinan lainnya, Kim Seungmin mempertanyakan kelangsungan aksi saling diam mereka. Apa panggilan suara itu berarti bendera putih sudah dikibarkan oleh Hwang Hyunjin?

"Ehm Seungmin itu- happy birth...day?" Ujar Hyunjin ragu.

Ada jeda beberapa detik yang begitu kosong dan menyiksa, membuat Hyunjin mulai bergerak-gerak gelisah di kursi meja belajarnya. Kemudian, hal berikutnya yang ditangkap oleh telinganya adalah erupsi tawa dari seberang sana. Kim Seungmin baru saja tertawa.

Jika bukan sedang berusaha menyambung kembali persahabatan mereka, Hyunjin mungkin sudah menyambar Seungmin dengan serentetan kalimat bernada jengkel.

"Ulang tahun gue udah lewat Jin, bulan September kemarin."


Sialan Lee Felix.

Sialan.

Sialan.

Hyunjin mengumpat tak hentinya dalam hati. Sekarang ia harus menanggung malu sekaligus menciptakan suasana canggung baru. Walau barusan ia membuat Seungmin tertawa karena kekonyolannya.

"Gara-gara Felix. Tadi siang dia bilang besok lo ulang tahun," aku Hyunjin.

"Jangan percaya sama Felix makanya. Haha."

Lagi-lagi sambungan telepon di antara mereka belum terputus namun tak ada suara baik dari sisi Hyunjin maupun sisi Seungmin. Hwang Hyunjin sampai bangkit dari kursinya, berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya selama beberapa saat, sebelum beralih duduk di atas ranjangnya. Lidahnya sekali lagi terasa kelu, software di dalam otaknya seolah menghapus kamus kosa kata miliknya hingga ia kehilangan kemampuan bicaranya.

"Seungmin, maafin gue yang waktu itu." Setelah memaksakan dirinya sekeras mungkin, kalimat itu akhirnya meluncur keluar dari mulut Hyunjin.

"No need to. Gue juga seharusnya gak bersikap kayak gitu. Makasih Jin bantuannya, lain kali bilang dulu makanya. Gue gak enak sebenernya, masa lo ngeluarin uang buat gue."

"I get it. I know how you feel. So are we still friends?"

"Iyalah."

Jawaban singkat Seungmin cukup untuk mengukir seulas senyum kecil di bibir Hyunjin. Walau harus melalui cara bodoh seperti ini, setidaknya seharian nanti di sekolah mereka tidak harus diam membisu bagai patung artefak kuno. Mungkin,  seharusnya ia malah berterima kasih pada Felix atas kebohongan sialannya itu.

lemon🍋boy

hi there~ lemon boy will be finished soon (just 2 more chapters to go ><) and I sincerely thank everyone who still reads this- simple and gaje product of my imagination.
See you soon♡

LEMON BOY #1 ✓Where stories live. Discover now