Janin Dalam Rahim Kosong

206 7 0
                                    

Perutku sakit sekali. Tapi tak ingin berak. Bukan juga karena penyakit perut. Rasanya seperti ditendang. Ya! Perutku seolah ditendang, dari dalam. Faktanya aku tak hamil, tak akan hamil lagi sebab aku sudah tak punya rahim. Tapi kenapa perutku seperti ditendang kaki kecil dari dalam sana. Aku harus memeriksakan diri sebelum perutku dibobol dengan tendangan super. Nanti aku tak bisa mencerna makanan jika tak punya perut lagi, apalagi tak akan bisa berak juga. Tendangan ini harus dihentikan!

Sudah dua hari tak ada tendangan setelah seorang dukun mengatakan tak ada sakit dalam perutku, apalagi seonggok tubuh manusia di dalamnya. Mustahil jika hal itu terjadi! Aku lega tak ada tendangan lagi. Sebab jika ada tendangan, perutku sakit, dan terkadang susah membedakan sakit karena ditendang atau karena ingin berak.

“Lagi apa, Nduk?”
Nenek tua bungkuk berambut putih tiba-tiba ada di hadapanku. Aku ingin menjawab tapi ragu, sebab dia bertanya dengan mengarahkan kedua matanya pada perutku. Bertanya pada siapa sebenarnya nenek tua ini? Akhirnya kujawab saja, “bernapas.” sambil ngeloyor pergi.

Lima hari kemudian, aku merasakan sakit perut lagi. Kuharap bukan karena tendangan sebab aku sendiri lupa bagaimana rasanya ditendang. Aku kentut. Duuutt ... Ah ternyata aku hanya ingin berak. Aku segera ke kali, berjongkok di bilik kakus bambu untuk berak. Plung! Kotoran pertama berhasil keluar. Aku mengejan lagi. Plung! Kotoran kedua. Kutengok kotoranku sudah mengambang mengikuti arus sungai. Menjijikkan ternyata! Aku mulas lagi. Lalu mengejan lagi. Plung! Kali ini bunyinya agak pelan dan keluarnya kenapa dari lubang depan?  Kutengok lagi untuk melihat kotoran terakhirku. Lho? Bentuknya aneh. Itu bukan kotoran! Bukan! Tanpa kucuci duburku terlebih dahulu, dengan segera kunaikkan celana dalam dan keluar dari bilik kakus bambu. Mengikuti 'kotoran' terakhirku yang untungnya dibawa lambat oleh arus sungai. Lama-lama aku heran, langsung saja aku turun ke kali dan menangkap 'kotoran'ku. Kecil sekali dan lembek, tapi bukan kotoran. Ia meringkuk seperti bayi. Tapi ia masih segenggam kepalan tanganku. Benda apa ini? Kubawa pulang saja, akan kupelihara, siapa tahu ia adalah mahkluk langka. Kumasukkan ia ke dalam kantung rokku. Dengan santai aku berjalan pulang.

**

Hari ini aku menendangnya. Calon ibuku. Aku merasa aneh, tubuhku masih kecil sekali tapi aku sudah bisa menendang. Ah peduli sekali, yang penting aku harus menendang sebab aku lapar. Akibatnya calon ibuku membawaku ke seorang dukun. Huh! Calon ibuku benar-benar bodoh! Ia tak tahu anaknya sedang lapar, mengapa ia justru menemui dukun? Seharusnya ia hanya perlu makan dan makan. Karena tak diberi makan, aku mati hari itu juga.

Dua hari aku mati. Tiba-tiba aku mendengar seorang nenek tua ingin berbincang denganku. Aku hidup lagi! Ah nenek tua itu ternyata malaikat pembangkit nyawa. Terima kasih, Nek. Aku bisa hidup lagi. Bahkan tak perlu lagi menendang perut calon ibuku, sebab aku sudah sangat kenyang sekali. Entahlah makan apa aku selama aku mati.

Calon ibuku pergi ke bilik kakus bambu di kali. Dia mau berak. Kotoran pertamanya keluar, dan aku mati-matian bertahan supaya tak ikut keluar sebab ia mengejan terlalu kuat. Kali kedua calon ibuku mengejan kuat lagi, sialan! Apa dia ingin aku turut keluar? Kotoran keduanya lolos juga dan aku selamat. Sebagai peringatan kutendang juga perut calon ibuku dan ia justru mengejan lagi. Ah calon ibu yang bodoh. Kali ini aku ikut lolos sebab tubuhku belum bersiap bertahan. Plung! Aku keluar. Aku mengalir begitu saja. Hei, Bu! Kejar aku! Aku tak ingin jadi santapan buaya nantinya! Kulihat calon ibuku belum bergerak sama sekali dari jongkoknya. Ia masih terus memandangiku yang mulai dibawa arus sungai. Ah dasar payah! Haruskah aku mati kedua kalinya? Akhirnya calon ibuku mengejarku tapi tetap belum ingin meraihku. Cepat ambil aku! Entah dengar atau tidak, yang pasti ia akhirnya memungutku. Lalu dimasukkan dalam kantung roknya. Syukurlah aku tak jadi santapan buaya kali.

Selesai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumpulan Cerpen SurealisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang