16

862 54 8
                                    

"Aneh banget si tuh guru. Ga ngerti lagi gue. Waktu MOS ngeselin, gue kira dia ngajarnya baik apa gimana kek, eh taunya, hari pertama sekolah aja udah ngasih tugas. Orang mah perkenalan, hepi-hepi, lah ini. Tugas, woy, tu-"

"Diem." Alif menempelkan telunjuknya ke bibir Zalfa untuk meredakan ocehan cewek itu.

Zalfa menatap manik mata hitam Alif yang lebih dulu menatapnya. Zalfa sadar satu hal, dia tak pernah merasa sedekat ini dengan cowok di hadapannya. Dekat dalam artian apapun. Mata cowok itu dalam, dan Zalfa telah jatuh sejatuh-jatuhnya ke dalam mata hitam itu sekarang.

Zalfa menghempaskan tangan Alif sedikit kasar. Mencoba mengabaikan perasaan asing si hatinya. "Ah lo mah. Menghancurkan pelampiasan gue aja si. Mending gue cuma ngoceh, ga ngapa-ngapain orangnya."

"Tapi lo tuh berisik banget." kata Alif. "Jadi ngiri gue sama si Angga, ga sekelas lagi sama lo."

"Ja'at ih Mas Alif. Tega ya kamu sama aku." Zalfa memajukan bibir bawahnya.

"Alay lo. Ga gue apa-apain juga." kata Alif dengan cara bicaranya yang sangat khas.

Zalfa tertawa terbahak-bahak melihat raut Alif yang menurutnya aneh itu. Dia sering melihat raut itu, tapi Zalfa tak pernah bisa menahan tawa jika Alif sudah menggunakannya. "Pergi, pergi. Ga kuat gue deket-deket sama lo!" kata Zalfa di tengah tawanya.

"Pergi nih ya gue beneran." Alif melangkah ke depan. Zalfa buru-buru menahannya.

"Eeeh, jangan. Nanti gue balik bareng siapa."

"Sama sopir sono."

"Sopir gue kan elo." kata Zalfa.

"Sopir, sopir. Baru masuk SMA saya, Sis."
balas Alif . "Punya SIM aja belom."

"Marsha pingsan aja, lo bela-belain pergi." kata Zalfa.

"Heh, itu beda kasus. Kalo yang waktu itu pingsan elo sih juga gue males." kata Alif.

"Iya dah, beda. Nanti lo bikin sinetron ya, judulnya 'Aku Cinta Sahabat Kecilku'. Gue ntar jadi sutradaranya deh dengan senang hati." Cewek itu lagi-lagi mengabaikan hatinya.

"Apaan sih lo. Ga jelas."

"Bilang aja mau! Kalo gue pingsan sekarang, pasti lo nolongin gue juga, kok." kata Zalfa mengerlingkan mata.

"Idih, pede banget. Ga bakal. Gue mendingan panggilin Angga buat nolongin lo." Alif memeletkan lidah.

Zalfa memukul lengan Alif sampai cowok itu meringis. "Jahat banget! Ga ada otak lo emang."

"Terserah gue lah." jawab Alif ngotot.

"IYA, IYA, TERSERAH LO. Pusing pala inces. Udah ah balik. Ayo." Zalfa pergi mendahului Alif keluar gerbang sekolah. Sedangkan Alif tertawa renyah melihat cewek itu berjalan di depannya.

---

Alif menautkan alis sembari melangkah mendekati sosok yang terbaring di kasur miliknya. Dari siluet tubuhnya, Alif jelas tahu siapa penyusup itu. Tapi, untuk memastikan, Alif menyingkirkan rambut yang menutupi wajah si penyusup perlahan agar tidak membangunkannya.

Alif tersenyum kecil, dugaannya tepat. Marsha terlelap dengan seragam dan kaus kaki yang masih melekat di tubuhnya. Awalnya, Alif ingin membangunkan Marsha. Tapi dia mengurungkan niatnya setelah melihat wajah cewek itu yang nempak begitu tenang.

Cowok itu menyampirkan selimut ke atas tubuh Marsha, lalu berjalan keluar menuju ruang keluarga. Alif duduk di atas sofa dan menyalakan televisi dengan remote di genggamannya. Belum sampai pada channel yang dia inginkan, seseorang duduk di sampingnya dengan cemberut.

Sosok itu dengan seenaknya merebut remote yang Alif pegang. "Lo tuh ya, bukannya bangunin gue."

"Lo ga minta dibangunin." Alif membela diri.

"Gue kan lagi tidur. Gimana mau minta dibangunin." Marsha menoleh ke arah Alif.

Alif balik menoleh ke arahnya, yang membuat Marsha menelan ludah. "Yaudah, sori. Lagian lo kenapa tidur di kamar gue coba, Ce?"

Jujur, Alif tak pernah lagi menatap Marsha seintens ini setelah... mungkin beberapa tahun yang lalu. Dia sendiri tidak tahu mengapa tatapan itu yang muncul dari matanya. Yang pasti, saat Marsha mengalihkan pandangan dari matanya. Alif ingin sekali mengangangkat dagu cewek itu agar kembali bertatapan dengannya.

Dan Alif melakukannya. Marsha sempat terpaku sebelum akhirnya dia menoyor kepala cowok di depannya. "Lo apaan sih. Biasa aja kek liatnya. Awas suka." Marsha mengangkat alis, dan tersenyum.

Alif tertawa. "Lo kali yang suka sama gue."

"Ngapain juga gue suka sama lo!"

"Udah ah, udah. Jadi, lo kenapa ada di sini?" tanya Alif akhirnya.

"Gue sendirian dirumah, Bunda nemenin Ayah ke Bandung. Terus si Kobas lagi di rumah Kak Devin, pulangnya malem. Kaburlah gue." jelas Marsha.

"Lah, lo di sini juga sendirian tadi."

"Ya seenggaknya ga nyampe malem, kan. Lagian gue tidur, jadi ga kerasa."

YOUWhere stories live. Discover now