4. Pangeran China

5.3K 641 69
                                    

Lian sekarang lagi nyapu halaman rumah bareng Chenle. Semenjak kejadian semalem, Chenle makin akrab sama Lian. Bahkan beberapa penghuni lain sampai ngerasa iri.

Haechan yang lagi berdiri di balkon kamar lantai 2 langsung balik lagi, nyamperin Jaemin yang lagi mainin PS di kamar. Di sini, semua fasilitas kamar tersedia. Entah emang mamanya Lian yang ngebet banget biar pada betah atau apa.

Penghuni lain mah syukur-syukur aja dapet ibu kos sebaik mama Lian. Kelihatannya sih tipe yang nggak akan nagih uang kos walaupun nunggak.

"Eh eh, min gue curiga sama Chenle."

"Man min man min, gue bukan admin lambe turah."

Haechan merotasi kan bola mata malas. "Terus gue harus panggil lo Jono apa."

"Panggil gue Dilan."

"Iya, dilanda musibah lo mah."

"Oke oke back to the topik, kenapa sama Chenle."

"Gue curiga Lian dipelet pake dollar sama Chenle. Semalem gue juga gak sengaja liat mereka berdua di pinggir kolam."

Jaemin ngangguk-ngangguk, mempause game yang dimainkannya lalu menatap Haechan serius. "Ternyata Chenle orang yang membahayakan, gue kira malah bang taeyong atau bang jaehyun. Belum lagi katanya pangeran china mau ke sini juga."

Haechan melotot kaget, melemparkan tubuh ke atas tempat tidur, telungkup di depan Jaemin sambil menopang dagu dengan kedua tangan. "Iya tah?"

"Iya, waktu itu Chenle dapet telfon dari Renjun kalo gak salah, dan katanya semua bakalan ngikutin Chenle karena dia yang paling muda."

Mengernyit heran, Haechan menatap Jaemin curiga. "Gue malah curiga sama elo. Mereka kan kalo telfonan pake bahasa Cina, lo ngawur kan?"

"Heh, gini-gini gue sering ke cina," ucap Jaemin tidak Terima. Haechan mencibir masih tidak percaya dengan ucapan Jaemin yang menurutnya sangat halu.

"Iya, mangkal kan lo di sana. Zhong Mimin."

"Yain Chan biar lo seneng." Jaemin bangkit, tidak mengucapkan apapun pada Haechan yang masih ngakak karena reaksi Jaemin. Mood Jaemin mendadak buruk karena Haechan. Padahal dia serius banget sekarang. Apalagi pangeran china sekarang ini merupakan lawan terberat bagi mereka.

Apalagi kalau yang satu itu ikut.

Jaemin mutusin buat ke bawah, nyamperin Lian sama Chenle yang lagi nyapu sambil bercandaan, ngambil sapu satu lagi yang ada di sana lalu menyapu tanpa mengucapkan apapun.

Hal yang tak terduga dari Na Jaemin. Padahal selama ini Chenle tidak pernah melihat Jaemin memegang alat-alat pembersih. Bilangnya alergi. Tapi sekarang malah menyapu bagian bawah pohon dengan semangat menggebu-gebu.

Karena penasaran, Chenle mendekat, sedangkan Lian masih sibuk dengan pekerjaannya. Bisa dilihat kalau Jaemin sedang sangat jengkel saat ini. Terlihat dari bibirnya yang maju ke depan sambil misuh-misuh karena kesel.

"Lo kenapa? Bibir manyun-manyun kayak minta dicipok aja. Pengen gue slepet dollar?"

Jaemin natap Chenle sinis, kembali meneruskan kegiatannya tanpa memedulikan Chenle yang masih terbengong.

"Oke, gue anggep lo kesurupan jin toge. Mau ikut gak lo, gue sama Lian mau shopping ntar."

Mata Jaemin membulat senang, melemparkan sapu ke sembarang arah seraya menggelayut manja ke lengan Chenle. "Aahhh lo emang dabest deh, cuma bertiga aja kan?"

Chenle ngangguk-ngangguk, matanya yang sipit makin sipit karena tersenyum lebar. "Kalo rame-rame takutnya mobil gak cukup."

"Loh emang sapa aja yang ikut? Katanya cuma bertiga."

"Iya, nanti sekalian jemput gege di bandara."

Jaemin langsung shock, padahal baru di pikirin tadi. Bener kan ternyata, Haechan dibilangin ngeyel.

--

Lian, Jaemin, sama Chenle udah rapih, dan sekarang lagi nunggu supir pribadi keluarga Zhong. Walaupun Chenle tinggal di Jakarta bersama pamannya, tetapi kemewahan akan selalu mengikuti Chenle dimanapun dia berada. Sebuah mini bus berwarna hitam telah menepi di depan rumah.

Setelah sebelumnya mereka berpamitan pada mama Lian, akhirnya mereka berangkat, menuju bandara untuk menjemput saudara Chenle sekaligus menepati janji Lian untuk membantu menghabiskan uang Chenle.

Walaupun Lian sudah tau sekaya apa keluarga Chenle, tetapi tetap saja rasa tidak enak hati masih melekat. Padahal Chenle biasa-biasa saja.

Mereka sudah sampai di bandara. Karena Lian tidak mengenal keluarga Chenle, jadilah dia menunggu di dalam mobil bersama Jaemin. Ketika ditanya alasan kenapa Jaemin tidak turun. Dia hanya menjawab,

"Males, ada biang onar."

Lian hanya diam saja, mau menanggapi pun dia tidak tau siapa yang dimaksud Jaemin.

"Lo ada line?" tanya Lian, mengeluarkan handphone berlogo apel lalu memberikannya pada Jaemin.

Jaemin terpaku sesaat, bersyukur dalam hati karena Chenle mengajaknya pergi bersama. Dalam hati mengejek habis-habisan Haechan yang kecolongan lima langkah darinya.

Makanya jangan durhaka sama titisan Dilan.

Dengan cepat Jaemin segera menuliskan id nya di sana. Tersenyum sumringah lalu menyerahkan kembali ponsel Lian.

"Lo udah lama kenal sama Chenle?"

"Udah dari orok, gue masih inget banget dulu si Chenle ga mau makan kalo ga pake piring sama sendok emas."

"Loh, bukannya Chenle lahir di china?"

"Iya, gue dulu dikirim ke sana sama abah karena suka ngabisin duit. Dan setelah di sana, gue sadar, kebanyakan duit itu nggak enak. Terus entah kenapa itu anak ngikut ke sini sampe sekarang."

Lian ngangguk mengerti, mereka terus melanjutkan obrolan, sesekali tertawa karena lelucon receh Jaemin yang cocok di Lian.

Keduanya otomatis terdiam saat pintu mobil terbuka. Menampakkan seseorang berperawakan tinggi dan tampan yang berada di sana.

"Wow, who is she? She look beautiful. Can I be your boyfriend?"

Anjay nekat ni bocah - Jaemin

Gila - Lian

Cowok itu tersenyum menggoda, menaikkan sebelah alis saat melihat Lian.

Dia tersenyum, menggaruk tengkuknya, lalu mengulurkan tangan. "I'm Wong Yukhei. Ahh, just call me Lucas ok?"

"Iya, Lucas si biang onar," celetuk Jaemin asal, menatap sinis Lucas yang langsung ditatap sinis balik.

"Woah siapa ini? Na Jaemin? Seriously? Selera lo tinggi juga ya?"

"Bangsat."[]

Kos-kosan NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang