Prolog

5.3K 336 6
                                    

"Toloong!! Toloong!!"

"Ibuuu!!! Ayaaahh!!!"

Teriakan itu begitu kuat, terdengar begitu memilukan. Disela-sela kobaran api yang sudah hampir melahap habis rumah itu terlihat 2 gadis kecil yang saling berpelukan tengah menangis dan berteriak. Api sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Semuanya habis. Tidak ada yangg tersisa termasuk Ibu & Ayah mereka. Pemadam kebakaran sudah datang 15 menit yang lalu tapi tidak ada yang bisa diselamatkan.

"Ibuuu!!! Ayaaahh!!!" teriak gadis yang paling kecil. Bae Sooji namanya.

Sementara kakaknya, Bae Joohyun terus menangis histeris melihat rumahnya yang sudah tidak berbentuk. Ia memeluk erat Sooji. Sekarang ia sudah tidak memiliki siapapun lagi, hanya Sooji.

"Aku mau kesana, Kak! Ayah & Ibu pasti masih ada!" disela tangisnya gadis yang paling kecil itu memohon.

Joohyun tak menjawab. Ia tidak mampu berbicara, yang ia lakukan hanya menangis, menangis dan menangis. Pelukannya masih erat.

"Kakak!!" sentak Sooji. Ia mengguncangkan tubuh sang Kakak yang masih mendekapnya.

"Joohyun? Sooji?" Seorang lelaki paruh baya baru saja mendekat. "Kalian harus kuat!" ucapnya kemudian. Ia menggiring keduanya untuk sedikit menjauh.

"Paman, Ibu dan Ayah masih ada kan? Mereka pasti masih hidup kan?" cecar Sooji.

Seorang yang dipanggil Paman oleh Sooji itu tak langsung menjawab. Ia menatap kedua gadis kecil dihadapannya, ia menunduk lesu.

"Kenapa tidak jawab?" tuntut Sooji.

"Maaf, Maafkan Paman," balas Paman itu. Ia mengatakannya dengan sangat pelan.

"Kenapa minta maaf?" tanya Sooji lagi.

"Mereka berdua tidak bisa diselamatkan. Mereka tewas."

Joohyun makin histeris. Sedari tadi ia belum menghentikan tangisnya. Ternyata benar, orang tuanya pergi meninggalkannya bersama adiknya untuk selamanya.

"Paman bohong! Mereka masih hidup disana! Paman bohooonngg!" sahut Sooji, ia menangis lebih kencang.

Ada sedikit perasaan menyesal karena telah mengatakan kebenaran itu, tapi mau bagaimana lagi kedua orang tua mereka memang tidak bisa terselamatkan dalam peristiwa naas ini.

"Joohyun? Sooji? Kalian baik-baik saja?" tanya seorang wanita berbadan tambun yang baru saja mendekatㅡyang ternyata adalah tetangga mereka.

"Bibi Jung!!" teriak keduanya lalu memeluk Bibi Jung.

"Kuatkan hati kalian, kalian pasti bisa melalui semuanya," tutur Bibi Jung lembut seraya mengelus rambut Joohyun dan Sooji.

"Ibuu... Ayaahh..." Sooji menunjuk kearah rumahnya yang sudah dilalap habis oleh sijago merah.

"Ibu dan Ayah pasti sudah tenang disana. Ini sudah takdir, kalian harus bisa menerimanya ya? Bibi Jung akan segera menghubungi kerabat dekat orang tua kalian, setelah ini kalian bisa tinggal bersama mereka, ya? Kalian anak-anak yg kuat, jangan menangis terus Bibi Jung mohon!" ucap Bibi Jung seraya menghapus airmata kedua gadis kecil itu.

Tidak ada yang mau menghentikan tangisan, yang ada tangisan-tangisan itu terdengar begitu memilukan. Mereka masih kecil, tentu saja belum siap harus hidup sendiri melawan kerasnya kehidupan. Joohyun baru berusia 12 tahun lalu adiknya, Sooji selisih 3 tahun dibawahnyaㅡ9 tahun. Keduanya masih bersekolah di sekolah dasar.
Saat Bibi Jung menghubungi kerabat dekat orang tua mereka, tidak ada yang bisaㅡlebih tepatnya tidak ada yg mau menampung Joohyun & Sooji untuk sementara waktu. Tidak mungkin mereka harus tinggal berdua saja, lagipula mau tinggal dimana mereka?
Terlihat Bibi Jung berungkali adu mulut dengan seseorang diujung sana, tetap saja hasilnya sama. Mereka beralasan tidak bisa menampung keduanya karena masalah ekonomi. Alasan klasik yang begitu kejam. Tidak ada yang menerima Joohyun maupun Sooji. Untuk biaya kehidupan dan pendidikan pasti butuh dana yang besar mengingat mereka juga baru sekolah dasar, apalagi Joohyun sebentar lagi akan masuk SMP.

𝙈𝙮 𝙊𝙪𝙩𝙙𝙖𝙩𝙚𝙙 𝙂𝙞𝙧𝙡Where stories live. Discover now