XXVI

2.3K 113 8
                                    

Keesokan harinya...

Gw siap-siap mo berangkat ngampus sehabis sarapan, ketika ada klakson dari luar. Karena gw ngerasa klaksonan itu bukan untuk gw, jadi gw masa bodoh. Palingan buat Bang Albert, gumam gw dalam hati. Gw pun lanjut pasang sepatu sambil bersenandung kecil gak karuan.

Gw mematut diri di depan cermin sekali lagi sebelum cabut ke luar menyambut dunia, hehe. Di teras, gw lihat ada Kak Fredo yang duduk di teras. Pas lihat gw, dia langsung berdiri.

"Lama banget lu?" tegur Kak Fredo.
"Ada perlu apa?" tanya gw.
"Mau jemput lu lah."
"Hah?" gw menatap Kak Fredo dengan mimik sedikit terkejut.
"Kenapa? Kok gitu banget ekspresi lu?"
"Jemput gw? Bukan mau ketemu Bang Bet?"
"Kalo nyari dia ngapain gw nunggu di teras..."
"Ya sih..." kata gw yang kedengaran lebih seperti desisan seraya berjalan mendahului Kak Fredo.
"Kan lu yang minta dijemput kemaren..."
Ingatan gw langsung tertuju ke isi SMS kita kemaren.
"Gw kan cuma becanda," kata gw.
"Tapi gw serius..." kata Kak Fredo.
"Tumben..."
"Tumben apanya?"
"Lu kayak gini."
"Kayak gini??? Maksudnya?"
"Lupakan aja deh. Beneran mo anter gw?"
"Iya beneran."
"Ayo kalo gitu!"
"Yok!"

Dalam perjalanan...

"Al..."
"Ya?"
"Apa sih maksud SMS terakhir lu kemarin?"
"Yang terakhir?"
"Iya..."
Gw berusaha mengingat-ingat apa isi sms terakhir gw ke dia kemarin. "Gw nggak ingat. Emang apa isinya?"
"Belum lu delete kan?"
"Belum," jawab gw sambil merogoh HP di saku kemeja, lalu membuka menu pesan.
"Yang mana nih? Sms gw terakhir ke lu itu isinya: LOL," kata gw.
"Yang sebelumnya."
"Katanya yang terakhir..."
"...."
"Yang ini: gak apa-apa. Yang ngomong homo juga?"
"Ya."
"Hahahaha...."
"Apaan tuh maksudnya?"
"Pahami aja sendiri."
"Lu bilang gw homo gitu?"
"Pemahaman lu kayak gitu?"
"Emang apa lagi?"
"Ya udah sih kalo gitu... Berarti tepat, bhahahaha....!"
"Apa sih...? Gak jelas lu ah!" Kak Fredo sewot.
"Kenapa sewot? Berarti beneran homo nih?"
"Ish! Kencang banget suara lu?! Orang-orang pada denger tuh..." Kak Fredo memperingatkan.
Gw melirik kiri-kanan. Pengendara lain gak ada yang memperhatikan kami.
"Halah! Lu aja yang parno!" gw nepuk pundak Kak Fredo.
"Parno itu yang sulap itu ya?"
"Tarno itu mah."
"Tarno itu nama belakangnya Rano Tarno."
"Karno."
"Karno itu---"
"Yup bener banget. Atur aja dah dunia ini sama lu!" potong gw cepat.

***

Gak kerasa kita nyampe ke kampus gw.

"Anterin sampe depan ruangan nggak?" tanya Kak Fredo.
"Kalo lu mau."
Kak Fredo tanpa banyak cakap langsung melajukan motornya melewati gerbang kampus.
"Siap-siap aja ya lu bakal ditanya macam-macam sama orang-orang," kata Kak Fredo.
"Kenapa?"
"Dianter sama cowok secakep gw..."
"Ya kali mereka lihat," kata gw.
"Jelas lihatlah. Mana ada yang bisa membendung ketampanan Kakak lu ini..."
"Ya seandainya kaca helm lu itu lu angkat!" gw mukul kepala Kak Fredo yang terlindungi helm.
"Hahaha... Lupa gw!" Kak Fredo ngakak sambil naikin kaca helm-nya.
"Lagian mau cowok secakep apapun, nggak bisa menandingi pesona gw lah..." kata gw.
"Ya sih, kalo dibandingin sama lu, gw kebanting. Almer mah emang cowok paling cakep se-Indonesia Raya..."
"Tanpa keraguan," sambut gw.
"Narsis!"
Gw terkekeh. "Eh, btw, menurut lu cakepan gw apa Bang Bet?"
"Cakepan lu," jawab Kak Fredo cepat.
"Ah, masa?"
"Iya."
"Kok bisa gitu?"
"Karena nggak gini."
"Hhhh. Serius ah!"
"Lu kan minta pendapat gw. Ya itu jawaban gw."
"Alesannyaaaaa..."
"Apa ya? Hmmm..."
"Bang Albert kan selain cakep, badannya bagus, six-pack. Itu jadi nilai plus. Sementara gw badannya biasa-biasa aja. Seharusnya cakepan Bang Bet dong?"
"Pesona lu lebih terpampang nyata."
"Terpampang nyata gimana?"
"Aura."
"Kasih?"
"Aura lu lebih bagus dari Bebet. Lu nggak sadar ya?"
"Oh ya?"
"Iya. Buktinya hampir semua cewek yang dikenalin ke lu pada jatuh hati sama lu. Iya kan?"
"Uhmmm..."
"Itu karena ada daya tarik lebih dari lu yang nggak bisa dijelasin sama kata-kata. Jadi, tanpa lu harus bikin badan lu atletis atau perut lu six-pack, orang udah suka sama lu."
"Waw!"

Lagi asik-asiknya dengar pendapat Kak Fredo perihal daya tarik gw, tiba-tiba ada yang neriakin nama gw.

"Almer!"

Serentak gw dan Kak Fredo noleh ke arah sumber suara. Ternyata Rizky. Tuh anak tengah jalan bareng beberapa temannya saat motor kami melintasi mereka. Kayaknya sih mo ke gedung mereka.

"Woey! Gw ada perlu sama lu!!!" teriak gw.
"Apa?!" tuh anak balas teriak.
"Ntar!!!" jawab gw lantas fokus melihat ke depan lagi.
"Siapa?" tanya Kak Fredo.
"Siswa yang lagi ngungsi di sini."
"Lu banyak kenalan sama anak SMA?"
"Nggak sih..."
"Lha, tadi?"
"Kebetulan aja. Lagi pula tuh orang emang suka SKSD."
"Oohhh. Cakep. Kenapa nggak lu gaet?"
"Nggaklah!"
"Kenapa?"
"Nggak suka."
"Kok bisa? Bukannya kebanyakan plu demennya sama brondong?"
"Kebanyakan. Berarti nggak semuanya."
"Terus lu sukanya yang kayak gimana? Kayak dosen tempo hari?"
"Udah lewat itu mah."
"Iya sih. Tapi kalo dia tiba-tiba nembak lu, apa lu masih mau?"
"Udahlah. Lu jangan bikin gw berandai-andai ah, Kak. Itu nggak bakal terjadi," kata gw.
"Masih sakit ya?" goda Kak Fredo sambil menghentikan laju motornya sebab kita udah nyampe di depan ruangan gw.
"Nggak sih. Cuma gw nggak mau ingat itu lagi lah. Gw sekarang nggak mengharapkan dia lagi. Gw malah nunggu seseorang buat nembak gw."
"Siapa?" sambar Kak Fredo cepat.
Gw hanya membalas dengan seulas senyum sok rahasia.
"Huh!"
"Thanks ya. Ntar pulang jemput gw loh ya!!!"
"Ogah!"
"Kalo lu mau tahu siapa orangnya, maka jemput gw. Ntar pulang gw kasih tahu," gw ngasih iming-iming.
"Kabarin aja kalo udah pulang."
"Siiip!"

BUKAN LAWAN JENISWhere stories live. Discover now