[10] Tahap Kesepuluh

2.5K 271 52
                                    

Memberikanmu bunga

●●●●●

Kemarin Agha bahagia karena bisa bersekolah lagi. Kemarin, Agha merasa senang karena bisa melihat Zelia bernyanyi. Kemarin, Agha merasa sangat bahagia mendengar tawa Zelia. Namun semua itu kemarin.

Karena pada hari ini, semua sumber kebahagiaannya tak ia temukan. Berkali-kali Agha mengecek jam tangannya dan pintu kelas XII IPA Seni. Namun gadis itu tak nampak batang hidungnya sama sekali. Khawatir? Tentu saja. Sebenarnya Zelia kemana?

"Gha!" ujar Rio yang kini sudah berdiri di sebelahnya.

Agha yang sedari tadi bersandar di ambang pintu kelasnya kini menoleh malas ke arah Rio. "Kenapa?"

"Lo nungguin Zelia?" tanya Rio seakan bisa membaca pikiran Agha.

"Lo tau dia dimana?" tanya Agha kelewat antusias.

Rio terkekeh seraya menggelengkan kepalanya. "Gak tau gue."

Agha kembali menyandarkan tubuhnya pada pintu seraya mengalihkan pandangannya lagi ke arah pintu kelas Zelia. "Ish, ga berguna."

Rio menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ya, maap."

Bel masuk pun berbunyi seketika membuyarkan lamunan Agha. Tanpa berkata-kata, ia berjalan menuju bangkunya dan mengambil ponsel serta obat yang baru diberikan oleh ayahnya tadi pagi dari dalam tas. Setelah itu, ia berjalan keluar dari kelasnya.

Rio yang melihat tingkah aneh Agha segera berlari mengejarnya. Tak perlu waktu lama, Rio berhasil menghentikan Agha dengan mencekal pergelangan tangannya. "Lo mau kemana?"

"Nyari Zelia," sahutnya enteng.

"Heh, kebo. Lo tuh gila apa gimana, sih? Udah bel ini," ucap Rio heran. Ia benar-benar tak habis pikir dengan sahabatnya ini.

Agha menghentakkan kasar tangannya sehingga cekalan tangan Rio terlepas begitu saja. "Udahlah Yo. Ini yang namanya definisi berjuang versi Agharna Niaz," ucap Agha dengan menaik turunkan alisnya.

Rio mencebik, "bodo, Gha! Bodo, sumpah. Gue gak peduli lagi lo mau ngapain."

Agha yang merasa menang, kini menepuk pundak Rio dua kali sebelum ia berbalik menuju halaman belakang. Kali ini ia tak akan tertinggal lagi. Ia akan maju. Dan semua itu demi Zelia. Terlepas nanti ia berhasil mendapatkannya atau tidak, ia tak peduli. Setidaknya ia sudah berusaha.

*****

Sudah sejak pagi tadi Zelia meringkuk sambil menyembunyikan kepalanya pada kedua lututnya di balkon kamarnya. Ia benar-benar tak ingin berada di rumah bak neraka ini. Tadi subuh, kakaknya Zeldo baru saja tiba di rumah dan langsung menghadiahi gertakan untuk ibu tirinya, Diana.

Zeldo yang baru tahu akan sikap Diana kepada ayahnya mulai meradang sehingga ia berniat untuk mengusir Diana dari rumah ayahnya. Namun ternyata tidak semudah itu mengusir Diana sehingga perang mulut pun tak terhindarkan.

Zelia yang saat itu sudah terbangun, hanya bisa duduk ketakutan di balkon kamarnya. Ia terus berdoa supata kakanya tak lepas kendali untuk menyakiti Diana secara fisik, karena wanita itu benar-benar licik. Bisa saja ia mengarang cerita sehingga kakaknya bisa masuk ke dalam penjara.

Ingin rasanya Zelia berangkat ke sekolah. Setidaknya ia bisa melupakan semua masalahnya di rumah sejenak. Tapi di sisi lain ia tak tega meninggalkan ayahnya di sini. Jadilah ia di sini, duduk sendiri hingga semuanya kembali normal. Setidaknya untuk sementara.

Hingga sebuah suara mulai terdengar dan mengusiknya. Zelia menaikkan pandangannya hingga ia menemukan Agha yang tengah tersenyum lebar seraya melambaikan tangannya. 'Ngapain dia di sini?', pikirnya.

31 Ways to Get You ✔Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα