#is it begining?

1 1 0
                                    

Kami sama.
Tapi jangan pula kau samakan kami.
Lihatlah, kami punya perbedaan.
Akan tetapi jangan pula beda-bedakan kami.

Kurasa semua ini dimulai disaat sebuah  cerita yang menurutku cukup sedih berakhir. Namaku Fu,  aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Adikku Tian, dia selisih 4 tahun denganku. Ku lanjutkan nanti mengenai adikku, ok ^^.

Keluarga terdiri dari ayah,ibu,aku dan adikku.Tian. Orang tuaku memutuskan untuk pindah dan tinggal dikota setelah menikah, akan tetapi dikarenakan mereka sibuk dengan pekerjaan. Mereka memutuskan untuk menitipkanku pada kakek dan nenekku didesa disaat usiaku baru beberapa bulan. Well, bagiku tak masalah. Aku bisa paham mungkin orangtua ku takut akan menelantarkanku bila mereka memutuskan tuk membawaku ikut ke kota. Aku juga merasa nyaman tinggal didesa, walau dengan konsekuensi hanya dapat berjumpa dengan orang tuaku sekali dalam setahun.

Semula aku merasa tak keberatan dengan jarak yang memisahkan kami, sampai disaat adikku lahir. Aku mulai merasa iri pada adikku. Ya aku tahu dan paham iri itu salah, terlebih sasaran iriku adalah adikku sendiri. Tapi bagaimana tidak iri, aku yang dengan berat hati hanya dapat berjumpa sesaat denga orang tuaku bahkan aku dapat menghitung dengan jari berapa kali kami berjumpa saat itu. Sedangkan adikku sedari lahir ternyata diasuh terus dengan orang tuaku dikota.

Bukannya aku tak senang dengan hadirnya adikku didunia ini, hanya saja kenapa dia dapat selalu tinggal bersama orang tuaku. Sedangkan aku malah di-tinggal-kan didesa. Bahkan karena rasa iri tersebut, aku yang saat itu baru mulai masuk dunia taman kanak-kanak dan baru bisa sedikit menulis, walau masih acak-acakan. Hey, jangan menghinaku, untuk ukuran bocah seusia 5 tahun bisa menulis bukankah cukup pandai. Okey aku akan berhenti menyombongkan diri.

Walau itu sudah lama berlalu aku masih sedikit ingat isi surat yang kutulis untuk orang tuaku itu.

Untuk ayah dan ibu

Terimakasih sudah beri aku adik kecil.

Kenapa aku tidak dibawa ikut tinggal bareng?

Apa kalian sudah gak sayang aku?

Kenapa aku masih ditinggal disini?

Lihat untuk anak usia 5 tahun bukannya aku cukup... okey tak akan kulanjutkan. Tapi well itulah garis besar isi suratku saat itu. Nenekku yang saat itu sempat membaca suratku berkata bahwa aku harus menunggu mereka, dan aku pun hanya mampu mempercayai kata-kata tersebut. Walau pada akhirnya kata-kata itu hanyalah sebuah ucapan tanpa hasil yang tak pernah terjadi.

Walau hari-hari kulalui dengan canda dan tawa bersama kakek dan nenek, namun tetap saja sosok yang paling ingin kulihat adalah kedua orang tuaku. Walau tiap malam nenek akan memelukku hingga ku tidur, tetap saja hangat peluk ibukulah yang selalu kudamba.
Walaupun kakekku yang dengan perhatiannya akan membelaku bila ada teman yang menjahilkku, tetap saja rengkuhan dan suara ayah yang selalu kurindu.

Teringat disaat sekolahku dulu mengadakan rekreasi ke sebuah taman hiburan. Kembali sebuah goresan terukir di hati ku saat itu. Disaat nenekku dengan telaten selalu menjaga, menemani bahkan menyuapiku disana. Pandanganku selalu berpusat pada teman-temanku yang dapat dengan manjanya bermain dengan orang tua mereka. Kurasa nenekku sadar dengan apa yang kurasa saat itu, namun mau bagaimana lagi. Hanya dengan sebuah senyuman serta usapan penuh kasih sayang yang dapat ia beri padaku lewat tangannya yang kian menua.

Jika ditanya apa aku menyesalli kehidupan masa kecilku? Jawabannku adalah, tidak. Aku cukup mensyukuri semua yang kulalui dulu. Walaupun aku tumbuh dengan rasa iri yang ikut serta pula. Di saat usiaku menginjak 9 tahun sebuah luka teramat pedih kuterima. Nenek yang paling kucinta dipanggil oleh sang Maha Pencipta.

Sepanjang malam airmata tak henti-hentinya mengalir di kedua pipiku. Bahkan sampai aku tertidur. Merelakan kepergian sosok yang telah kuanggap sebagai ibu keduaku tersebut amat sangat berat bagiku. Aku masih ingat pesannya beberapa hari sebelum ia pergi. Ia berkata bahwa aku harus ikut tinggal bersama kakek nenekku yang lain. Dengan patuhnya kuiyakan permintaan beliau tanpa tahu bahwa itu adalah pesan terakhirnya.

cause we're differentWhere stories live. Discover now