03

139 20 3
                                    

Chanyeol memiliki tinggi paling pendek di antara kedua temannya, hanya beda beberapa sentimeter dengan Tiffany sebenarnya. Tapi, tetap saja hal itu membuatnya terlihat begitu kecil dibandingkan teman yang lain. Namun, tak bisa dipungkiri kalau lelaki dengan kuping lebar itu memiliki langkah paling cepat daripada Sehun maupun Tiffany.

Di usianya yang kesepuluh, kelas empat semester dua. Chanyeol dengan semangat menggebu-gebu mengatakan kepada kedua sahabatnya bahwa ia ingin jadi astronot kalau sudah besar nanti.

"Aku mau jadi astronot! Pakai helm mengkilat dan seragam menggembung yang keren itu, menembaki asteroid dengan laser atau berkenalan dengan alien." Ujarnya dengan semangat yang membara.

Sehun melipat kedua tangannya di dada. Tatapannya serius untuk dia yang seusia dengan kedua temannya.

"Bukan begitu cara astronot bekerja." Komentar Sehun yang membuat Chanyeol marah-marah, dia menyalahkan si albino itu dengan sekuat tenaga, masih saja ngotot padahal perkataan Sehun memanglah benar adanya.

"Pekerjaan astronot memang seperti itu!" Protes Chanyeol kepada Sehun yang masih saja diam, membaca buku bacaannya.

Tiffany yang duduk di depan mereka, tersenyum. Kemudian, membuka suaranya.

"Kalau Chanyeol mau, Tiffany dan Sehun bisa mengangkatmu. Hitung-hitung latihan untuk menjadi astronot 'kan?"

Perkataan Tiffany membuat Chanyeol girang, lalu, tersenyum lebar dan memeluk sahabat pempuannya itu dengan sangat amat erat. Sehun menatap keduanya dengan helaan nafas.

"Tidak bisa. Tiffany itu anak perempuan, mana mungkin dia kuat mengangkatmu plus kelebihan bobot otakmu yang seperti batu." Kata Sehun dengan suara dalam.

"Hei, ayolah. Aku kan mengangkatnya denganmu, Sehun. Jadi tidak akan terasa berat. Lagipula Chanyeol memiliki tinggi lebih pendek dari kita yang tentu saja berat badannya akan lebih ringan, bukan?" Sahut Tiffany dengan senyuman lembut yang terulas di bibir pertanda bahwa dia sama sekali tidak keberatan.

Sehun hanya bisa menghela nafas, kalau Tiffany sendiri mau apa boleh buat.

Maka, ketika hitungan ketiga sudah dikumandangkan. Chanyeol diangkat oleh kedua temannya. Meninggalkan dunia.

Chanyeol terbang. Hanya untuk delapan detik saja. Tapi dia sudah teramat bahagia.

Ketika SMP, entah takdir atau apa mereka berada di dalam satu kelas lagi. Dengan formasi yang sama dimana Tiffany akan duduk di kursi depan Sehun dan Chanyeol. Hanya teman-teman baru yang cakupannya lebih luas.

Hari ini adalah musim semi, mereka menginjakkan kaki di sekolah baru dengan senyum yang begitu bahagia. Berjalan beriringan menuju kelas dengan rasa percaya diri penuh.

Seragam yang mereka kenakan baru, kemeja putih dengan dasi hitam serta celana hitam panjang dan sepatu mengkilat. Sedangkan, Tiffany memakai kemeja putih dan dasi yang sama namun, rok selutut span warna hitam yang membuat aura kecantikannya menguar begitu hebat.

Beberapa orang mungkin melihat mereka dengan mulut menganga dan sebagian memilih untuk tidak terlalu peduli dengan apa yang sedang terjadi.

Yang jelas, sudah menjadi bukti bahwa tiga orang sahabat itu menjadi terkenal di sekolah menengah pertama tanpa perlu repot sedikitpun.

Chanyeol adalah anak pelayan besar yang tangkapan ikannya paling besar diantara pelayan yang lain. Maka dari itu, dia jago berenang. Ia punya kulit paling hitam diantara kedua temannya karena kegiatan ini. Tapi, itu malah membuatnya semakin tampan saja, begitu kata orang-orang yang melihatnya.

Ia sering ke pinggir laut sehabis pulang sekolah ketika sekolah dasar. Mengajak serta dua sahabatnya untuk melihat hasil tangkapan sang ayah yang benar-benar berlimpah ruah. Bau asin daripada pelabuhan dekat mercusuar pengawas itu tidak membuat mereka merasa terganggu karena terlalu menikmati kegiatan yang sungguh menantang adrenalin, yakni bermain gurita yang masih hidup sembari berlarian di pasir pantai warna kecoklatan yang kadang kalau laut sedang surut dipenuhi oleh kerang dan bintang laut yang sibuk menjemur diri.

Ketika mereka masih kecil, ketiganya suka sekali berenang. Tapi, Tiffany kadang hanya menjadi wasit di atas pelampung, melihat siapa yang paling cepat berenang hingga batas garis aman. Namun, meski begitu gadis itu juga bukan perenang yang buruk atau paling tidak, dia meneriaki dan menyoraki keduanya dengan suara keras sembari bertepuk tangan dan tertawa lepas.

Saat itu pertengahan kelas delapan. Tiffany mulai menolak untuk terjun ke laut demi berenang bersama dua sahabat laki-lakinya. Tidak selalu datang dengan tas berisi baju ganti atau menjadi wasit pertandingan di atas pelampung seperti yang sering mereka lakukan. Palingan, dia akan duduk di pasir, mencari kerang-kerang bagus untuk dijadikan hiasan.  Satu minggu setelahnya, perempuan itu mau berenang kembali. tiga minggu setelahnya, ia kembali enggan.

Ketika Chanyeol hendak bertanya, Sehun sudah duluan menyeretnya pergi. Sedangkan, Tiffany sedang memasukkan kerang-kerang itu dalam tas selempangannya sembari tersenyum ke arah Sehun dan Chanyeol.

"Kamu itu kenapa? Aku 'kan cuma mau bertanya pada Tiffany, memangnya kau tidak khawatir kalau nantinya dia memutuskan persahabatan kita!?" Kata Chanyeol sedikit keras, tapi masih kalah dengan deburan ombak.

Sehun melipat tangannya di depan dada, menatap salah satu sahabat terbaiknya dengan tatapan tajam.

"Kamu itu memang benar-benar bodoh ya?!" Sehun selalu berbicara pedas padanya. Kalau ada Tiffany, dia akan tidak berani berbicara seperti itu. Entah apa alasannya, tapi, kalau ada perempuan itu. Sehun memilih untuk diam dan memutar bola matanya bosan.

"Memangnya ada apa sih?"

"Tiffany sudah menstruasi. Maka dari itu, dia tidak ikut kita berenang walau dia ingin. Kau ini benar-benar. Padahal sudah diajarkan seminggu yang lalu oleh kwon ssaem dan kau tidak mengerti!?"

Chanyeol baru bisa mencerna seluruh ucapan ibu guru muda seminggu yang lalu itu karena perkataan Sehun dan tingkah laku satu-satunya sahabat perempuannya hari ini.

Kata guru yang mengajar, mereka semua sudah mau beranjak dewasa. Makanya mengalami hal semacam itu.

Chanyeol sendiri baru tahu karena beberapa bulan belakangan dia sering ngompol di atas kasur yang kemudian, sang ibu berkata dengan senyuman setelah melihat sebuah cairan di celananya.

"Kamu sudah dewasa, Yeol." Begitu katanya ibu namun, Chanyeol saat itu yang masih bangun tidur hanya bisa mengangguk tanpa tahu apa yang terjadi.

Tiffany berjalan menuju keduanya dengan senyuman yang menghiasi. Kemudian, dilihatnya pundak, wajah, dan dada. Di dada ada sebuah tonjolan di sana.

Tidak seperti ketika mereka sekolah dasar, mereka sering berganti pakaian satu bilik melihat alat kelamin masing-masing tanpa tahu malu. Tidak seperti Chanyeol yang sering merangkul Tiffany dengan sembarang, Sehun tahu jarak amannya semenjak mereka masuk SMP karena laki-laki itu adalah penuh perhitungan. Tidak seperti Chanyeol yang sedari dulu sembrono mengenai segala hal.

Memikirkan badan mereka yang bertumbuh dan usia mereka yang akan terus bertambah seiring waktu, Chanyeol benar-benar tidak bisa tidur malam itu.

tbc.

Antidone.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang