Side Stoy #3

3K 343 8
                                    


#AUTHOR'S POV#


Earth mengetuk pintu kamar adiknya. Ia tadi pulang pagi-pagi sekali setelah berpamitan dengan pacar barunya, Sun.

"Cho..." ia mengetuk dan memanggil nama adik kesayangannya itu.
"Ayo sarapan. Mama udah siapin makanan."
Earth mengetuk-ngetuk pintu lagi.

Lalu karena tak ada respon dari dalam, ia memegang gagang pintu dan mencoba untuk membukanya.

Terkunci.

Earth menelan ludahnya. Lalu mengetuk dengan keras pintunya. Ia juga berteriak memanggil Cho.
"Cho! Cho! Buka pintunya!"

Mendengar teriakan itu mama langsung mendekat.
"Kenapa Earth?"

"Cho mengunci pintu kamarnya. Dan tak ada respon dari dalam."

"Dobrak saja pintunya, Earth! Mama takut terjadi sesuatu dengannya."

Lalu Earth mengambil ancang-ancang dan mendobrak pintunya.
Pertama...kedua...gagal. Baru dobrakan ketiga, pintu berhasil terbuka. Dan betapa tekejutnya mereka melihat Cho tergeletak di lantai.

Mama menghambur ke arahnya. Begitupula dengan Earth.
"Cho! Cho!" mama histeris.

Earth mengecek nadi tangan Cho. Cho tak mengirisnya. Tak ada luka di tubuhnya.
Nadi di tangannya telah berhenti. Earth dan mama panik.
Lalu Earth mengecek denyut nadi di lehernya. Masih ada! Masih ada harapan Cho untuk hidup! Meskipun...napasnya telah berhenti.

Kemudian dengan cepat Earth dan mama membawa Cho ke rumah sakit dengan mobil.

Di rumah sakit, Cho mendapat perawatan intensif. Denyut jantungnya telah berhenti saat tiba di sana.

Dokter membawa defibrillator untuk mengembalikan denyut jantung Cho. Alat yang berbentuk seperti setrika itu memacu jantung Cho.

Denyutan pertama.

Beep beep beep.

Dada Cho terangkat dan kembali lagi.

Jantung Cho belum kembali berdetak.

.

.

.

Dokter menaikkan joule defibrillator itu.

Denyutan dua.

Beep beep beep.

Dada Cho kembali terangkat.

Belum ada tanda-tanda denyut jantung Cho kembali.

.

.

.

Denyutan terakhir dengan joule tertinggi.

Dokter bersiap-siap dan...

Beep beep beep.

Dada Cho terangkat dan kembali.

Monitor jantung menampilkan grafik lagi hingga suara beep panjang berganti dengan beep beep pendek.

Denyut jantung Cho kembali.

Apakah itu artinya Cho masih hidup?

.

.

.

"Bagaimana dengan adik saya, Dok?" Earth bertanya pada dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi.

"Syukurlah, jantungnya bisa kembali berdenyut. Tapi dia masih dalam kondisi kritis." jelas dokter itu lalu berlalu.

Mama dan Earth masuk. Menatap mata mungil Cho yang tertutup itu. Sungguh malang sekali Cho.

"Ma... Apa yang terjadi dengan Cho? Apa mama semalam tidak memantaunya?" tanya Earth pada mamanya.

"Mama semalam pulang agak malam karena ada persiapan konser dan langsung tidur. Mama tidak sempat melihat Cho karena mama sangat lelah. Kamu juga menginap di rumahnya Sun kan semalam?"

Earth mengangguk.
"Adikku yang malang."
Earth mengusap pelan rambut Cho.

.

.

.

"Hah? Cho di rumah sakit? Dia mencoba bunuh diri lagi, Earth?" suara Sun dalam telepon saat Earth keluar dari ruang intensif Cho.

"Iya. Tadi pagi ia tak sadarkan diri. Aku tak tahu apa yang terjadi jika sedikit saja aku terlambat. Bahkan sampai rumah sakit denyut nadinya sudah berhenti. Dokter menggunakan defibrillator untuk memacunya."

"Astagaaa. Malang sekali, Cho. Bagaimana kondisinya sekarang?"

"Dia masih kritis."

"Baiklah, aku akan ke situ sekarang. Aku sangat khawatir. Kirimkan alamat rumah sakitnya, Earth."

"Baiklah. Hati-hati di jalan, Sun."

Earth menutup teleponnya. Ia terduduk lemas tak berdaya di sana. Sesekali ia mengintip di dalam sana. Mama menangis sambil memegang tangan Cho. Earth pun tak kuasa menahan air matanya.

My Lovely Pianist [END]Where stories live. Discover now