Survival

9 1 0
                                    

Aku berdiri di belakang kurang lebih dua puluh orang yang sedang menunggu sembako yang dibagikan secara gratis oleh pemerintah. Dibelakang, ada lebih dari lima puluh orang mengantri mendapatkannya. Jika kalian berpikir kalau pemerintah dalam hal ini adalah pihak baik yang mau saja memberikan pangan secara gratis, maka kalian salah –selalu ada darah untuk darah, mata untuk mata, dan kehidupan untuk kehidupan.

Tiba-tiba, seseorang menepuk pundak, membuatku tersentak dan menoleh untuk menemukan salah satu temanku, Zed.

"Berhentilah mengagetkanku." Aku mengelus dadaku perlahan sembari menstabilkan nafas.

"Maaf. Kebiasaan buruk. Lumayan berguna di lapangan." Ia melebarkan senyumnya seolah sedang meledekku.

"Ada apa memanggilku?" tanyaku.

"Aku menemukan jalan yang lebih cepat untuk mendapat sembako murahan itu. Lebih baik daripada menunggu selama berjam-jam di sini."

"Tapi akan sangat berbahaya jika kita ketahuan."

"Itulah gunanya kemampuanku." Lagi, ia kembali tersenyum. "Apalagi dalam keadaan bertahan hidup. Lagipula, kau tahu bahwa kita orang-orang terbelakang hanyalah hewan ternak bagi pemerintah? Pemerintah hanya memberimu sembako untuk satu minggu. Kau dapat makan lebih banyak jika menyelundup ke gudangnya."

Aku pun membalas senyumannya dan melangkah keluar dari antrian sembako itu. Dengan cepat, aku mengikuti setiap langkah yang ia ambil. Hal ini sudah biasa ia lakukan. Terkadang, ketika aku sedang duduk santai di tempat tinggalku, ia datang dengan sekarung beras, mengaku kalau dia baru saja mencurinya dari gudang milik pemerintah.

Memasuki gudang pemerintah bukanlah hal yang mudah. Saking seringnya Zed masuk ke tempat ini, ia sudah hafal kapan penjaga berganti shift kerja dan kami bisa menyelinap. Tak kupercaya bahwa para penjaga berganti shift, pertahanan mereka sangatlah mudah ditembus. Terakhir kali aku dengar seseorang yang mencoba untuk menerobos masuk, ia tak pernah muncul lagi.

"Lihat pintu kaca itu?" ucapnya sembari menunjuk pintu itu.

"Tempat penyimpanan sembakonya?"

"Bukan, itu pintu penjaganya. Pintu sembako ada di seberangnya. Sebuah pintu besi," jawab seseorang dari belakang. Kami terperanjat kaget ketika tiba-tiba seseorang memukul kami hingga pingsan.

Perlahan, aku membuka mata sembari menghalangi cahaya yang menyilaukan dengan tangan. Awalnya, pandanganku sangat kabur hingga yang dapat kulihat hanyalah bayangan tanganku saja. Ketika pandanganku mulai jelas, sedikit demi sedikit, aku mulai membiarkan cahaya masuk ke dalam mataku. Dapat kulihat, tiga orang berdiri di hadapanku.

"Yang satu ini mulai sadar." Salah satu orang berkepala plontos dengan baju seragam hitam menunjukku sembari memalingkan wajah ke temannya.

"Apa kata bos?" balas temannya yang brewokan.

"Kita tunggu dia hingga datang."

Pintu berdecit dan perlahan terbuka menampilkan sosok bayangan seorang pria dengan sebuah tongkat yang membantunya berjalan. Kemunculannya adalah sebuah transformasi dari sebuah bayangan menjadi figur pria berumur enam puluh tahun dengan rambut putih dan kulit yang agak keriput dan berkacamata. Jalannya pincang dengan bantuan tongkatnya. Kakinya melangkah perlahan dan wajahnya kini menghadap padaku –pada kami.

"Zed dan Matthias. Dua orang favoritku ada di sini," ucapnya dengan nada datar namun dengan gerakan tubuh seolah senang.

"Siapa kau?" tanya Zed yang berada di sampingku.

"Oh, maaf. Perkenalkan diriku sang penggemar berat dari kalian," ucapnya dengan nada yang sama dan gerakan tubuh yang sama, "namaku Astan. Katakanlah, aku adalah sponsor kalian pada setiap pertandingan 'Survival of the Fittest'."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 09, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Survival of the FittestWhere stories live. Discover now