один

2.2K 334 67
                                    

i.

"Hai, siapa namamu?"

"Kim Namjoon—"

"Hai, Namjoon," Setengah detik yang berlangsung cepat, otak Namjoon berimpresi sangat kuat bahwa senyuman itu tampak manis. "Aku Kim Seokjin, kalau kau mau satu kamar denganku, kau harus jadi orang yang rapi dan bersih. Kalau tidak, silakan pergi dan pindah ke kamar lain." Tukasnya sebelum kemudian melenggang pergi, meninggalkan Namjoon yang masih speechless di depan pintu kamar yang akan menjadi rumah keduanya.

Semester lima, hari pertama pindah asrama, dan Namjoon mendapat peringatan.

ii.

Seokjin memang manis, tapi—pemuda itu sangat CEREWET; itu adalah impresi kedua Namjoon tentang Seokjin. 

Pada suatu malam yang cerah, Namjoon dongkol setengah mati saat Seokjin terus saja mengomel tentang tata letak barang miliknya di kamar mereka, tentang buku-buku yang berantakan di atas meja belajar, tentang tempat sampah yang penuh dan lupa Namjoon keluarkan, tentang pakaian kotor yang dia biarkan menggantung di kamar mandi.

"Namjoon! Kan sudah kubilang jangan menggantung baju kotor di kamar mandi! Sampah di dekat meja belajarmu juga penuh! Bukunya juga berantakan!"

Namjoon memijit pelipis; pening mendengar suara Seokjin yang melengking. Pasalnya, dia baru saja selesai menghadiri mata kuliah filsafat seni yang memiliki durasi super panjang, dan dia sangat kelelahan. Ironinya, meski Namjoon sangat kesal, dia terlalu malas mendebat. Adu mulut bukanlah gayanya. Jadi, Namjoon melangkah lebar-lebar, masuk ke kamar mandi dan mengambil pakaian kotor miliknya lantas melemparnya ke keranjang, kemudian meraih tempat sampah—yang kebanyakan adalah gulungan kertas—di samping meja belajar, lalu pergi keluar— mengabaikan Seokjin yang masih betah dengan gerutuan-gerutuannya.

Sumpah. Kalau diingat-ingat, seumur hidup ini pertama kalinya Namjoon dimarahi karena hal-hal semacam ini. Ibunya di rumah tidak pernah mengomel separah Seokjin bahkan ketika keadaan kamarnya seperti bangkai kapal pesiar.

Ya, Namjoon tahu, memang bagus menjadi orang yang rapi. TAPI—laki-laki dan ketidakrapian bukankah HAL YANG WAJAR. Bukannya Namjoon tidak pernah merapikan kamar, dia akan melakukannya kok, dengan catatan jika sedang mood saja. Lagi pula, meskipun Namjoon tidak rapi, dia kan tidak jorok! Baju kotor di kamar mandi itu karena dia terburu-buru akibat kesiangan dan hampir terlambat masuk kelas.

Namjoon menendang tong sampah di belakang asrama saking emosinya, karena tidak mungkin dia menendang Seokjin.

Sialan, benar-benar menyebalkan. Namjoon merutuki Seokjin di dalam hati, bagaimana bisa ada laki-kali secerewet itu. 

Dilema melanda Namjoon, antara ingin pergi karena tak ingin melihat Seokjin namun tubuhnya terlalu lelah dan memaksanya untuk beristirahat.

Desahan napas keras meluncur. Dia memilih opsi kedua. Menyerah. Dia akan langsung tidur sehingga tak perlu lagi melihat Seokjin.

Namjoon tiba di kamar, dan mendapati ruangan begitu hening. Tak ada sosok Seokjin, dan itu hal yang bagus. Sesaat, dia menyapu pandangan ke sekeliling ruangan; pada tata letak barang-barang yang selalu Seokjin ributkan. Terlalu rapi. Kemudian beralih ke dua meja belajar yang saling bersisian; meja belajarnya yang berantakan tampak kontras disamping meja belajar Seokjin yang tertata rapi.

Mungkin, dia harus menyesuaikan diri dengan Seokjin, atau Seokjin yang harus menyesuaikan diri dengannya?

Enggan berpikir lagi, Namjoon merebahkan diri ke tempat tidur. Siap mengarungi kereta mimpi. Keadaan yang terlalu hening membuat rasa kantuk mudah menghampiri. Ya, Namjoon pikir dirinya akan segera tertidur. Dia menghitung dalam hati untuk membuatnya cepat terlelap. Satu, dua, tiga, empat, lima—

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 13, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SyuzhetWhere stories live. Discover now