Chapter 09 || Hesitation ||

5.6K 338 2
                                    

Warning! Typo's everywhere...


***CBTVK***

"Ikut aku," Henrietta menarikku begitu saja tanpa menunggu persetujuan. Aku tidak memberontak, bahkan aku sampai lupa kalau aku meninggalkan Kimmy di belakang.

Aku hanya bisa menuruti Henrietta, membawaku entah kemana. Kakiku berkali-kali tersandung dengan kakiku sendiri saat kami berjalan dengan cepat, berjalan zig-zag untuk menghindari keramaian. Henrietta tahu akan membawaku kemana, terlihat dari dirinya yang tidak mempedulikan orang-orang yang berjalan melawan arah. Tangan Henrietta bahkan masih erat menggandengku.

Henrietta beru melepaskan tanganku begitu kami masuk ke kelas kosong, cewek pirang itu langsung mengunci pintu di belakangnya. Apa itu perlu?

"Dengarkan aku," Henrietta menatapku. Cewek itu menunjukan ekspresi tenang, tapi matanya berkata lain. Mata biru yang sekali lagi kutemukan tidak asing terlihat khawatir, bahkan aku melihat kepanikan di dalamnya. "Apa yang kau lihat setelah serangan tadi?"

Otakku sepertinya tidak bekerja dengan baik untuk saat ini, terbukti dengan aku yang belum bisa mencerna apa yang Henrietta katakan. Kepanikan di kantin membuatku sedikit terguncang, jujur saja. Setelah beberapa saat, otakku kembali bekerja. Mataku membeo seketika. Pancaran pria asing yang mengintaiku selama di kelas.

"Pria itu!" kataku panik. Aku memiliki kebiasaan jelek saat panik, yaitu mondar-mandir sambil memijat keningku. Aku tidak akan bisa berhenti melakukan itu, kecuali aku sudah merasa tenang, dan untuk saat ini belum. "Pria itu mengawasiku sejak tadi. Seharusnya aku tahu, ada yang tidak beres." Aku terus mondar-mandir, hampir lupa kalau Henrietta bersamaku.

"Zoey," aku mendengar seseorang memanggil namaku, tapi aku terlalu panik untuk peduli. "ZOEY!" aku tersentak kaget saat Henrietta berteriak memanggilku.

"Aku ingin kau tenang, oke." Henrietta menghampiriku yang sudah diam di tempat. "Tarik napas lalu buang. Bisa kau lakukan itu?" aku melakukan apa yang diminta Henrietta. Setelah tenang, aku mengangguk pelan.

Henrietta menghembuskan napas lega, ia kembali menatapku dengan tatapan seriusnya, membuatnya terlihat lebih dewasa. Aku merasa Henrietta sudah hidup lebih lama di dunia ini, dan tahu masalah apa yang sedang terjadi saat ini. "Aku ingin kau melakukan sesuatu." Aku mengernyit.

"Saat polisi atau ayahmu menanyakan sesuatu apa kau melihat yang menyerang sekolah, aku ingin kau bilang jika kau tidak melihat apapun. Semua terjadi begitu saja,"

"Ta – "

"Kumohon," Henrietta memotong ucapanku dengan memohon. "Jika kau menjawab yang sebenarnya, kau akan menempatkan ayahmu dan rekannya ke dalam bahaya." Jelasnya.

Aku terdiam dengan kernyitanku yang semakin dalam. Bingung dengan apa yang Henrietta jelaskan, membuatku tidak tahu harus berkata apa. Bagaimana bisa mengatakan ciri-ciri orang yang menyerang sekolah dapat membahayakan ayahku? Apa memang orang yang menyerang sekolah adalah penjahat kelas kakap yang harus dihindari, seperti mafia misalnya.

Namun, entah kenapa sesuatu dari Henrietta membuatku percaya padanya. Walaupun terdengar aneh, mengingat aku baru mengenalnya sehari. Melihat dari raut wajah dan tatapan Henrietta, aku tahu ia berkata jujur. Aku mengangguk.

"Bagus," katanya. Cewek pirang itu berjalan menuju pintu lalu memutar kuncinya. "Sekarang aku akan menelpon Elijah." Aku mengernyit. Aku banyak mengernyit setelah bertemu Henrietta, dan aku takut jika aku akan memiliki keriput di kening pada usia muda, seperti nenek.

Ucapan Henrietta membuatku bingung, mataku berfokus pada Henrietta sepenuhnya. Menghampiri Henrietta yang kini sudah membuka pintunya. Aku menatap Henrietta dengan pandangan bertanya, meminta penjelasan.

Claimed by the Vampire KingHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin