Bagian Dua Puluh Dua (REPOST)

70.5K 3K 144
                                    

Bagian Dua Puluh Dua

Target 750 votes dan 35 komentar. Vote dulu baru baca, sudah baca tinggalkan jejak komentar.

Tawa cekikikan dan suara televisi beradu di dalam ruangan itu. Olivia, si pemilik suara tampak tidak menyia-nyiakan waktu luangnya untuk menonton acara komedi favoritnya. Untunglah malam ini ia bisa bernafas legah karena hari ini tidak ada tugas yang diberikan oleh Baron.

"Asik banget ya ketawanya," komentar seseorang sukes membuat Olivia mengalihkan pandangannya ke arah orang yang berkomentar. Di sampingnya tampaklah Baron sedang membawa buku yang tidak terlalu tebal tapi cukup banyak, mungkin sekitar empat atau lima. Baron lalu menaruh buku-buku itu di atas meja yang berada di depan Olivia bersantai.

"Tolong ya dikerjain."

Olivia terpaku menatap setumpuk buku yang ditaruh oleh Baron tadi. Ia benar-benar kesal dibuatnya. "Ron, kemarin lo udah nyuruh gue buat bikin tugas lo yang banyaknya tuh minta ampun lho dan sekarang lo nyuruh gue lagi. Gue capek dan pengen isitirahat, lo kerjain sendiri aja sendiri," tolak Olivia.

Baron hanya diam sambil menatap Olivia yang kembali pada aktifitasnya tadi menonton televisi, menghiraukan perintahnya.

"Perjanjian adalah perjanjian Liv, itu ketentuan dan nggak bisa diganggu gugat. Sudahlah, lo kerjain aja entar gue temenin, gue juga nggak keluar kok malam ini," balas Baron. Olivia berusaha mengelak namun Baron terus-terusan menyindirnya dengan mengatakan Omongan lo itu hanya sebatas di bibir doang, nggak bisa nepati janji.

Olivia jelas tidak suka dengan sindirian dan akhirnya dengan berat hati ia memiih untuk duduk di lantai dan mulai membaca tugas-tugas yang tadi diberikan Baron. Kadang Olivia heran kepada Baron, mereka tuh satu kelas tapi kenapa tugas Baron lebih banyak darinya.

Menarik nafas dalam, akhirnya ia pun mulai mengerjalakan tugas itu. Iya wajar saja jika Baron selalu banyak tugas. Buktinya sekarang yang ia kerjakan adalah tugas hukuman karena bolos saat ulangan dan ia tidak mendapat tugas seperti itu. Olivia hanya bisa mengelengkan kepala saja.

"Tumben nggak keluar? Habis duit?" tanyanya sembarangan berusaha membuhuh kejenuhan. Baron tidak menoleh ke arah Olivia, ia malah memencet remote televisi dan menganti siaran.

"Males, kalau harus sendirian di sana," jawabnya singkat.

Olivia mengerucutkan bibirnya. "Memangnya teman-teman lo kemana?"

Baron masih tidak menoleh saat membalas. "Kalau Arga, gue nggak tahu pasti dia kemana mungkin dia sedang ikut ayahnya maybe. Kalau Devan, dia bilang ada kerjaan dan Rayhan pasti sekarang lagi sibuk skypean sama pacarnya itu," papar Baron.

"Oh gitu," singkat Olivia membalasnya. Baron membaringkan tubuhnya di sofa sambil menatap Olivia yang tampak sibuk menulis. "Lo lihat nggak kejadian di lapangan pas jam istirahat tadi?"

Olivia mengerti pasti yang dimaksud Baron adalah kejadian Alexa dan Devan tadi.

"Gue nggak habis pikir ya kenapa Alexa bisa ngelakuin hal sekonyol itu sama cowok yang gue pikir bakal dia benci semur hiduo. Ya meskipun Devan itu teman gue, tapi gue tahu kok kalau yang dilakui Devan itu salah," ucap Baron. Olivia menghela nafas dan ia menghentikan aktifitasnya menulis, menatap ke arah depan dan tampak berpikir. Tangan kanannya yang memegang pena ia ketuk-ketuk di atas meja.

"Apalagi nih, tadi pagi gue nggak sengaja ngelihat mereka di jalan dan kayak adu mulut gitu. Masa tiba-tiba jadian." Olivia angkat bicara. Baron menatap Olivia serius. "Pagi tadi?"

Olivia menganguk mengiyakan. "Iya aneh banget ya, Gimana bisa pacaran bahkan kenal aja baru berapa hari."

"Benar juga, tapi setahu gue Devan itu tipe orang yang nggak mau komitmen dalam hubungan. Jadi, pas tahu Alexa dan dia pacaran, kayaknya itu nggak mungkin banget."

Crazy MateOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz