Bagaimana Aku Tidak Mencintaimu?

57 5 1
                                    

Kaulah satu-satunya yang rela bermain hujan bersamaku, walau ku yakin kau tak suka basah dan dingin.
Kaulah satu-satunya yang rela menemaniku membaca tumpukan buku itu, ketika orang-orang menganggap itu aneh.
Kaulah yang selalu mendukungku, meski aku tak tau, bagaimana caraku untuk ungkapkan cintaku padamu.
Lalu, bagaimana aku tidak mencintaimu?

Oke. Mungkin kalimat di atas agak berlebihan. Tetapi, aku sedang berusaha untuk menemukan kalimat yang cocok untuk penutup deskripsi singkat naskah drama yang sedang ku buat. Ya, semacam roman picisan anak kuliah yang sedang sibuk mengejar cinta sambil mencari jati diri. Tidak hanya masa SMA, tetapi, saat kuliah kita juga belum tetu menemukan jati diri kita, bukan?

"Sarira! Hey! Ayo kesini. Kamu sudah janji lho mau traktir aku makan,"

Oke. Dari sekian banyak suara di dunia ini, suara itu merupakan suara yang mampu membuatku tersenyum dalam sekejap. Dia Satya. Satyaku. Tidak ada yang tidak mengenal pasangan Satya dan Sarira.

"Sudah bawa payung?" Tanyaku pada Satya.
"Ngapain? Kan kamu suka hujan. Sekalian aja kita basah-basahan,"
"Nope,"
"Iya iya. Aku ambil payungnya dulu ya," sahut Satya pasrah.

Itulah Satyaku, Satya yang selalu mengerti dan mau menerimaku yang aneh (kata anak-anak lain) dan dingin ini. Hingga suatu hari, aku harus rela melepaskan Satya, demi kebahagiaannya sendiri.

"Maafkan aku, Satya. Aku sungguh bersalah. Aku tak tau harus bagaimana. Aku harus meninggalkanmu, walau sebenarnya ini bukan inginku. Satu-satunya cara agar kau bahagia adalah, dengan meninggalkanmu. Maafkan aku, Satya".

The Truth of The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang