Begin!

6.7K 718 62
                                    

"Gi, makan dulu,"

Suara Cilla berhasil membuyarkan lamunan Giga. Belum tersadar sepenuhnya karena remaja itu masih duduk merenung menatap langit-langit ruang ini.

Apa yang terjadi pada putra bungsunya? Kenapa tiba-tiba menjadi pendiam dan suka melamun?

Ini bukan yang pertama atau kedua kalinya Cilla mendapati Giga melamun. Ini sudah yang kesekian kalinya sejak malam lamaran terlaksana. Ya, sejak hari itu semuanya berubah. Kedua putranya berubah.

Gefta dan Giga. Tidak ada Gefta yang ramah, tidak ada Giga yang ramai. Si sulung menjadi lebih dingin dan si bungsu pendiam. Tidak ada percakapan antara kakak adik saat sarapan. Tidak ada acara menyusun lego bersama. Tidak ada adegan kebersamaan antara kedua putranya.

Semua kebiasaan itu hilang semenjak malam lamaran.

"Mas Gefta mana?" tanya Cilla.

"Masih di kamar. "

Sesingkat itu. Tidak ada Giga yang cerewet seperti dulu.

"Minta tolong panggilin. Udah jam enam lewat kalau nggak buru-buru sarapan kalian bisa terlambat."

Seperti biasa tanpa menjawab Giga langsung menjalankan perintah. Ia segera menuju kamar Gefta yang ada di lantai dua. Tak membutuhkan banyak waktu untuk si bungsu sampai di depan pintu kamar kakaknya. Baru saja tangannya menyentuh gagang pintu saat itu pula si pemilik kamar muncul dibaliknya.

"Eh, Mas Ge,"

Yang disebut namanya menaikan satu alis. Kalau begini Giga jadi gugup. Entah sejak kapan berhadapan dengan Gefta membuat jantungnya seberdebar ini. Bukan tipe debaran pertanda jatuh cinta, tapi debaran ketakutan.

Bukan takut juga sih sebenarnya. Tapi, apa ya? Giga tak bisa menjelaskan!

"Apa?" tanya Gefta.

"Eee... I-itu," Giga mengaruk telinga bagian belakang. "Bunda nyariin kamu," lanjutnya memberitahu.

"Iya, tahu," ucapnya berjalan melewati Giga begitu saja.

Tidak ada adegan jalan berdampingan. Tidak ada adegan menuruni anak tangga bersamaan. Gefta meninggalkan adiknya sendirian.

Giga menghembuskan napas panjang. Menatap nanar punggung Masnya sebelum akhirnya mengikuti langkah lebar Gefta.

Sekarang keduanya sudah duduk di meja makan. Gefta mengoles roti dengan selai cokelat sementara Giga melanjutkan makan sereal.

"Bun, hari ini Ge diantar jemput sama Gatta. Terus rencananya bakalan nginep sampai weekend berakhir," ucap Gefta memberitahu.

Sejak malam lamaran itu Gefta mulai dekat dengan Gatta. Mau tidak mau ia harus menerima kehadiran Ayah kandungnya. Gefta harus membiasakan diri kalau tidak mau kesepian, nanti.

Hell, pemikiran seorang Theodorus Geftanio Isaac sedangkal itu. Ia berfikir bahwa setelah sang bunda menikah ia akan terbuang. Tak dianggap. Cilla akan lebih mengurusi Giga dan Pande daripada harus menanggapinya.

"Bukannya nanti malam kamu dan Giga mau diajak hunting lego ya sama Ayah Pande?" tanya Cilla.

"Iya! Kita kan udah ada janji sama Ayah–"

"Gatta nantang aku kalahin score game yang udah dia pecahin," sahut Gefta cepat.

Setelah itu semua diam. Termasuk Cilla. Wanita itu hanya mengangguk seadanya. Tak ada niatan menghalangi Gefta bermalam di rumah Gatta. Karena bagaimana pun juga Ge adalah anak kandung pria itu.

*dddrrrrtttt*

Ponsel Gefta bergetar. Dengan cepat ia meraihnya untuk mengecek pesan yang masuk.

Gattara: aku udah di depan.

Selesai membaca tanpa berniat membalas Gefta langsung menyambar tasnya kemudian beranjak dari tempat duduk.

"Gatta udah ada di depan. Aku berangkat duluan," ucapnya mengecup pipi singkat pipi si bunda.

Hanya itu. Gefta bahkan tidak pamit pada adiknya.

...

Hari ini seluruh siswa-siswi SMA Unggul Bangsa pulang lebih awal. Pukul sepuluh lebih lima belas seluruh murid sudah berhamburan keluar kelas. Salah duanya adalah Gefta dan Giga. Kakak beradik itu keluar kelas sejak bel berbunyi dua menit yang lalu.

Mereka tidak satu lokasi. Gefta sedang bermain basket di lapangan sementara Giga di depan gerbang berusaha menghubungi si bunda untuk minta dijemput.

"Bun, angkat dong," katanya mengigiti bibir bawah.

Sudah yang kesekian kalinya Giga berusaha menghubungi Cilla. Tapi, wanita itu tak kunjung menerima panggilan darinya.

Tak ada tanda-tanda dijawab Giga memutuskan menyudahinya. Ia memutar otak bagaimana caranya pulang. Apa iya Giga harus menggunakan jasa ojek online? Ck, tapi ia tak punya aplikasi. Kalau begini mau tidak mau Giga harus download aplikasi ojek dulu.

Giga terlalu fokus dengan ponselnya sampai tak sadar jika seseorang sudah berdiri persis di sampingnya. Pria itu mengamati remaja yang ada di sebelahnya dari atas hingga bawah. Tak lama kemudian kedua orang itu sama-sama dikejutkan oleh suara seseorang.

"Ayah," panggil remaja berhoodie kuning.

Panggilan itu sontak membuat Gatta-Giga sama-sama menoleh ke sumber suara.

"Ge, udah?" tanya Gatta berjalan menghampiri si putra.

Giga baru sadar jika pria itu ada di sekitarnya. Tapi sejak kapan?

Gefta menjawab pertanyaan si ayah dengan anggukan.

"Pulang sekarang?" tanya Gatta begitu sampai di dekat Gefta.

Gefta diam. Ia menatap Giga yang kembali asik dengan gawainya. Seakan adiknya tak menganggap kehadirannya dan juga Gatta.

"Iya," jawabnya singkat.

"Ya udah, ayo," ajak Gatta meraih tangan Gefta.

"Mmm, Yah," panggil Gefta ragu.

"Ya?"

Gefta membisikan sesuatu ke Gatta. Entah apa, tapi setelah itu si pria langsung mengundurkan diri. Sepeninggalnya tersisa Gefta dan Giga. Si sulung memperhatikan si bungsu, tapi lagi-lagi Giga tak peduli.

Rasanya sesak. Mungkin kalau Gefta terlahir sebagai wanita ia akan meneteskan air mata. Sampai sekarang Gefta tidak tahu alasan tepatnya kenapa ia menjauhi adiknya. Begitu pula sebaliknya.

Yang Gefta tahu tujuannya menjauhi Giga adalah untuk berjaga-jaga. Untuk melatih diri supaya nanti saat Cilla sudah menikah dengan Pande ia tidak kesepian. Sedini mungkin Gefta berlatih hidup tanpa bunda dan adiknya.

"Gi-"

"Iya, Ayah. Giga udah pulang. Bisa ayah jemput sekarang?"

Giga masih terus berbicara. Tapi, Gefta sudah muak mendengarnya. Remaja itu memilih pergi meninggalkan adiknya tanpa berpamitan lebih dulu. Lupakan keinginannya mengajak Giga pulang bersama.

Begitu Gefta benar-benar menjauh, Giga mematikan ponselnya. Ia tersenyum miris sembari berkata,

"Aku ikutin permainan kamu, Mas."

Tbc.

#sasaji

Duka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang