4. Pertemuan Dua Hati

18K 1.2K 57
                                    

Yasmin membalut seluruh tubuhnya dengan selimut, persis seperti kepompong. Badannya berguling-guling di ranjang. Saat ia memegang kedua pipinya dengan tangan, ia merasakan wajahnya memanas. Ia baru sadar, setelah sampai di rumah bahwa Gibran mengundangnya untuk menyaksikan seniornya itu sidang skripsi.

Ia menyentuh dadanya yang terasa berdetak sangat kencang. Sesuatu dalam dirinya berdesir hebat. Entah apa yang sedang ia rasa, ia sendiri pun bingung karena hal ini merupakan yang pertama untuknya. Tapi yang jelas, seulas senyum tidak lepas dari wajahnya yang cantik sejak ia pulang dari kampus.

"Dek, makan malam dulu, yuk." Yasna menyembulkan kepala dari balik pintu kamar Yasmin. Keningnya mengerut saat melihat seluruh tubuh Yasmin tertutup selimut. Ia khawatir dengan kondisi adik kesayangannya itu. "Kamu sakit, Dek?" tanya Yasna. Dari nada bicaranya kentara sekali kalau ia sangat khawatir.

"Aaargh besok harus pake baju apa?" Yasmin berteriak, suaranya sedikit tidak jelas karena terhalang selimut.

Kaki Yasna melangkah maju mendekati Yasmin. Ia membuka selimut yang menutupi Yasmin hingga sebatas leher. Matanya membulat saat melihat pipi Yasmin yang memerah bagai kepiting rebus.

"Ya Allah Dek, kamu demam?" Yasna memegang kening Yasmin, namun keningnya dalam suhu normal. Yasmin balas menggelengkan kepala. "Alergi?"

"Aku bingung, Kak." Yasmin bangkit dari tidurnya, gadis yang sedang memakai piyama Doraemon itu kembali menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Haduuuh, aku harus gimana?"

"Kalo bingung pegangan, Dek."

"Kakak aku serius!" sergah Yasmin. "Kasih aku solusi dong, Kak."

"Ya gimana mau kasih solusi, kamunya aja belum cerita."

"Ehm..." Yasmin berpikir sejenak, ia nampak ragu menceritakannya pada Yasna. "Tapi janji ya Kak, jangan bilang sama Papa Mama."

Yasna mengangguk, "memangnya Kakak pernah bocor apa selama ini?"

Yasmin mengakui bahwa Kakaknya itu termasuk orang yang dapat dipercaya. Rahasianya dapat tersimpan rapi oleh Yasna tanpa diketahui siapa pun. Biar pun keduanya dibeda-bedakan oleh Mama mereka, Yasmin tidak sedikit pun menaruh benci atau dendam sedikit pun.

Akhirnya Yasmin pun menceritakan bahwa ia diundang oleh seniornya untuk menghadiri sidang skripsi. Mendengar hal itu Yasna nampak biasa saja karena hal itu lumrah.

"Ya dateng aja, Dek. Kenapa harus bingung?"

Jari tangan Yasmin tertaut, pertanda ia sedang bingung. Biasanya Yasmin seperti itu jika sedang grogi, bingung, atau pun takut.

"Dia laki-laki?" tembak Yasna. Kedua sudut bibirnya tertarik saat wajah Yasmin kembali memerah. Tidak perlu jawaban lagi, dari ekspresi yang ditampakkan Yasmin semuanya sudah jelas. "Siapa dia?" tanya Yasna lagi sambil menyenggol lengan Yasmin dengan pundaknya.

"Dia senior aku di kampus, wakil ketua BEM. Aku takut kalau enggak dateng .... "

"Do you love him?"

"Ih apaan sih, Kak. Enggak!" Yasmin terlihat salah tingkah. Wajahnya ditutupi oleh kedua tangannya lagi. "Aku cuma..." Yasmin memanjangkan suaranya, "cuma kagum aja. Dia baik, saleh, punya jiwa pemimpin, berwibawa, talk less do more, dan... Ganteng, hehe."

Terdengar suara kekehan, tentu saja dari Yasna. Sebelumnya adiknya itu tidak pernah membicarakan seorang laki-laki, apalagi sampai memujinya. Ia yakin Yasmin sudah jatuh cinta padanya.

"Siapa namanya?" tanya Yasmin penasaran dengan siapa yang sudah buat adiknya itu merasakan cinta untuk yang pertama kalinya.

"Namanya itu..." Yasmin menggigit bibir bawahnya sendiri. "Namanya Kak..."

Turun Ranjang [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang