PROLOG

63K 2.2K 89
                                    

Kalau selama hidup sekolah Nayoung harus waspada setiap saat, mungkin ia bisa gila. Jam istirahat adalah saat di mana semua kehidupan di penjuru sekolah bergembira, berebut makanan di kantin, atau menikmati quality time mereka sendirian. Menghindari apapun masalah yang bisa membuat stress.

Sayangnya bagi Nayoung, waktu yang paling membuatnya stress adalah jam istirahat. Saat di mana matanya tidak bisa lepas dari pintu, berharap orang paling dihindarinya tidak muncul dan tersenyum seakan tidak punya kesalahan apapun.

"Nayoung!"

Nayoung tersentak hingga ia berdiri dan tidak sengaja menjatuhkan kursinya, menarik perhatian seisi kelas yang memandangnya seolah Nayoung baru saja melempar bom. Si pelaku, teman Nayoung yang cuek, mengangkat alisnya kaget, tapi tetap tersenyum.

Nayoung menghela napas. "Daena, apa kau tidak bisa memanggilku dengan cara yang lebih normal?"

"Itu cara yang normal, 'kan? Aku memanggilmu dengan namamu."

"Kalau berteriak di dekat telinga orang normal, kurasa berenang di laut piranha juga normal." Nayoung berkata sarkatis, merasa kalau ia berbicara normal mungkin Daena tidak akan pernah mengerti.

Daena mengangkat bahu sekilas, tidak peduli. Setelah mengangkat kembali kursi Nayoung, ia menarik kursi di meja sebelah dan duduk bersama perempuan itu. Tangannya mengeluarkan permen dari saku kemeja.

"Aku bisa menebak apa yang ada di pikiranmu." Daena mengusap dagunya dengan mata terarah ke atas, seolah ia berpikir keras memikirkan jawaban di saat ia tahu hanya ada satu jawaban untuk pertanyaan itu. "Kau tidak mau bertemu dengannya."

Nayoung memutar bola matanya. Ia tahu Daena menikmati pembicaraan ini saat perempuan itu bertanya dengan eskpresi jahil. "Aku tidak perlu menjawab karena kau sudah tahu, 'kan?"

Daena memajukan kursinya, siap memberikan penawaran-penawaran menariknya. "Ayolah, berteman dengannya tidak buruk. Maksudku, ia laki-laki populer yang ceria. Kau bisa memamerkannya pada seisi dunia dan mereka akan berdecak iri!"

"Daena, kau tahu aku hanya berteman dengan orang-orang normal." Nayoung merebut permen Daena hanya untuk mendengar perempuan itu protes. "Kau ingat hari saat aku memberikannya nomor ponselku karena ia mengancam akan menangis keras? Detik ketika ia meneleponku saat aku sedang belajar persiapan ujian hanya untuk mengatakan film yang ditontonnya sedih dan membuatnya menangis, aku langsung menyesal. Aku bersumpah tidak akan pernah memberikan nomorku lagi."

Daena tertawa keras, ia ingat ekspresi Nayoung saat menceritakan kejadian itu. Benar-benar tersiksa. Tapi sebagai seorang sahabat kebanyakan, Daena justru menikmatinya. "Dan aku tahu kau punya alasan lain untuk tidak berteman dengannya."

"Nayoung!"

Pintu kelas terbanting kuat. Seluruh mata menoleh, dan tidak butuh waktu yang lama hingga sebagian murid perempuan berteriak heboh. Dengan itu, Nayoung menyadari si pemilik suara yang memanggil namanya.

Di sisi lain, di pintu kelas, seseorang menyembulkan kepalanya. Begitu melihat Nayoung duduk di meja belakang, laki-laki itu melesat menuju meja Nayoung dan ketika ia berhenti di samping meja dengan dramatis, senyumnya melebar.

"Hai Nayoung, Daena!"

"Hai, Baekhyun!" Daena balas melambaikan tangannya, berusaha menahan tawa melihat ekspresi kesal Nayoung. Baginya, mendapat tontonan ringan yang menyenangkan lebih penting dari persahabatan.

Daena menarik Baekhyun, berbisik di telinga laki-laki itu. "Kau bawa yang kusuruh?"

Baekhyun mengangguk ceria. Sambil menatap Nayoung dengan bersemangat, Baekhyun menelusuri saku celananya, lalu mengeluarkan sepotong kertas kecil dan meletakkannya di meja Nayoung. Nayoung menyerngit, heran apa yang membuat laki-laki itu berpikir memberikannya kupon milkshake gratis bisa membuat hatinya meluluh.

Hei, Stop That! [EXO FANFICTION]Where stories live. Discover now