Potret Pertama

1K 160 281
                                    

Hari yang membahagiakan lahir dengan niat dan tujuan yang mulia. Semua yang dicita-citakan dapat terwujud dengan usaha yang gigih dan sanggup melewati rintangan dan cobaan. Setiap orang berbahagia menyaksikan kehidupan yang membawa senyuman. Setiap manusia rela membantu apapun yang dapat dilakukan untuk menambah kebahagiaan.

Semua sibuk mondar mandir ke sana ke mari untuk mempersiapkan segala sesuatu. Tidak ada yang hanya berdiam diri, semua bekerja, bekerja dengan cemilan canda dan minuman tawa. Meninggalkan pekerjaan di rumah mereka demi membantu bekerja di satu rumah. Hal itu sudah biasa terjadi, karena rasa solidaritas dan kemanusiaan yang tertanam pada diri mereka sejak dahulu. Meski zaman sekarang sudah canggih, sudah bisa memesan cathering, mereka tetap membantu apa saja yang bisa dilakukan.

Makanan yang tampak sangat lezat langsung dikeluarkan dan disajikan, diatur dengan rapi. Membersihkan pinggiran piring dengan tisu agar terlihat lebih bersih dan berminat dicicipi. Menata bunga-bunga di ruangan agar lebih asri dan memberikan kenyamanan.

Tamu-tamu mulai berdatangan dengan penampilan-penampilan yang anggun nan mewah. Mereka mulai mencicipi makanan yang disajikan dan berbincang-bincang dengan sesama tamu lainnya maupun dengan tuan rumah. Musik mengalun indah terdengar, menambah kemerduan acara.

Langkah kaki itu mengajak tamu memandang ke arahnya. Mereka terkagum-kagum atas kecantikannya, terpana akan ketampanannya. Di balik pakaian megah berwarna merah bercampur emas, mereka tampak sangat elegan. Mereka menjadi raja dan ratu di hari ini. Ini adalah hari mereka, milik mereka.

"Cantik banget pengantinnya. Pasti suaminya senang dapat istri secantik kamu."

"Bisa aja. Ambil fotonya yang bagus-bagus ya."

"Tenang, kalau pengantinnya udah cantik, hasil fotonya pasti jauh lebih cantik."

Ia mulai menggonta-ganti lensa kameranya, melihat yang mana yang lebih cocok untuk fotonya. Ia tidak ingin pekerjaannya tidak sesuai harapan temannya itu. Kekecewaan klien adalah sesuatu yang selalu dihindarinya. Ia tidak akan bisa fokus pada pekerjaan selanjutnya jika ada seorang klien tidak puas dengan hasil kerjanya.

"Oke, senyum..."

"Tunggu."

Suara itu membuatnya menurunkan kameranya. Perempuan itu berjalan setengah berlari dengan mengangkat gaunnya. Ia seakan merasa tidak bersalah karena telah menganggu konsentrasi sang fotografer. Ia dengan santainya berdiri di samping mempelai perempuan dan tersenyum ke arah kamera. Ia merasa sangat bahagia jika sudah dihadapkan pada kamera. Baginya kamera adalah tempatnya berekspresi dan mengeluarkan semua kekesalannya. Ia dapat bergaya sesukanya, menampakkan semua yang hatinya rasakan.

"Cantik nggak?"

"Cantik."

"Jangan lihat pengantinnya, tapi akunya. Kalau mereka udah pasti cantik. Udah didandan gitu."

"Kamunya cantik, nggak jauh beda dengan pengantinnya."

Dengan jelas tampak kebahagiaan di raut wajahnya. Ia berlari meninggalkan pengantin dan menghampiri teman-temannya yang sudah menunggu di tempat duduk mereka.

"Qi, dia siapa? Sepertinya PD banget di depan kamera."

"Dia Zi, adik aku. Dia anak paling eksis di depan kamera, apalagi kalau ada temannya yang satu lagi. Mereka paling nggak bisa lihat kamera."

"Bukannya adik kamu Zelo?"

"Iya, dan Zi ini adiknya Zel. Aku punya dua adik."

Mereka adalah tiga bersaudara. Shaqila, Zazelo, dan Nazila. Qila dan Zelo merupakan saudara kembar yang tidak mirip sama sekali. Bukan hanya karena jenis mereka yang berbeda, tapi wajah mereka pun tidak menandakan bahwa mereka bersaudara, apalagi kembar. Usia mereka dan Zi terpaut dua tahun.

Kupotret Kau dalam DoakuWhere stories live. Discover now