tanpa judul #14

2.4K 129 1
                                    

Flashback ON

Author POV

Revan berjalan santai kembali menuju sebuah jalan yang dulu pernah dia lalui beberapa bulan silam. Kala itu dia datang untuk meminang anak gadis yang berbuah keterlambatan dan penolakan. Entah angin apa yang membawanya hari itu untuk kembali menyusurinya kembali. Di sepanjang perjalanan, hampir tak satupun warga yang terlihat, mungkin dikarenakan hari telah menjelang malam, senja merah telah menampakkan diri di ufuk barat.

Hingga di belokan terakhir menuju kediaman gadis yang ia sukai waktu itu, bukan, Revan bukan hanya suka, ia bahkan mencintainya hingga detik itu. entah mengapa perasaan tersebut teramat susah untuk dihilangkan, meski waktu telah berlalu tapi tetap tak sanggup mengubah sang empu, pemilik rasa. Revan hanya belajar ikhlas, tapi rupanya ikhlas itu bukan membuatnya menjadi tabah, justru makin berigas. Sekembalinya dia pasca penolakan, membuat pribadi Revan menjadi lebih dingin dan kejam dibanding sebelumnya. Ditambah lagi setelah undangan pernikahan Banyu dan Ragan yang akan dilangsungkan dua pekan ke depan.

Kini Revan menguatkan hati menemui Banyua untuk terakhir kali, menyatakan kekalahannya jika memang gadis itu sudah tak lagi bisa dimilikinya. Apapun yang akan terjadi, dia sudah pasrah meskipun tak sanggup memadamkan kobaran api dalam hatinya. Setelahnya dia mungkin akan kembali pulang ke Yogya untuk menenangkan diri, di pangkuan ibunya.

"Mas, mau cari rumah siapa?"

"Rumah Banyu, Pak. Tapi komplek kok sepi sekali?"

"Iya Mas. Sebab setelah maghrib nanti, akan ada tahlilan 3 hari bapaknya Banyu."

Serasa halilintar menggelegar dalam lekukan syaraf di kepala Revan, mendengar penuturan salah seorang tetangga membuat hati Revan kian gundah tak tertahankan.

"Terima kasih, pak." Jawab Revan sambil menyegerakan diri untuk berlari menuju rumah yang dimaksud. Benarlah sudah bahwa bukan janur kuning yang dia dapati melainkan bendera kuning tepat di depan pagar rumah gadis yang ia cintai.

"Nak Revan..." pecahlah tangis seorang wanita paruh baya dihadapannya kini.

"Bu, yang ikhlas. Bapak sudah mendapatkan tempat yang lebih baik di sisi Tuhan."

"Banyu..nak."

"Banyu kenapa Bu? Dia di dalam kan?" bukannya jawaban, melainkan tangisan yang lebih kencang didapati Revan tatkala wanita yang dulu ia sebut sebagai calon ibu mertua sambil bersimpuh di depan hadapan Revan.

Flashback End.

--

"Kenapa kamu pergi? Kamu nggak tahu, Ibu cariin kamu." Tanya Revan sambil menatap hening Banyu yang tengah menyibukkan diri di dapur kecil milik bu David.

"Aku bakal pulang mas, hari ini rencananya."

"Sudah matur ke ibuku?"

"Belum mas. Nanti setelah ibu pulang dari pekojan, kami akan makan bersama sekaligus aku mau pamit pulang."

"Kenapa ke Yogya?"

"Karena Bapak dimakamkan disini."

"Kenapa nggak telpon aku?"

"Karena aku malu mas."

"Malu karena Ragan ninggalin kamu?" kegiatan memotong bawang pun terhenti, waktu seolah tak berdetak, hanya degupan jantung Banyu yang kian membahana mewarnai kesunyian diantara mereka hingga akhirnya isakan penuh penyesalan itu pecah diantara jarak dan waktu yang memisahkan mereka.

Tanpa Kata (COMPLETE-END)Where stories live. Discover now