Jangan Ganggu Anak Saya!

4.1K 108 17
                                    

Siapa bilang lembur hanya milik mereka yang bekerja kantoran? Saya yang menjadi ibu rumah tangga saja harus lembur, bahkan hampir setiap hari. Beginilah tugas seorang ibu dengan usia anak yang belum mencapai 1 tahun. Hampir setiap malam saya terbangun ketika tangisan Shaka, jagoan kecil yang berusia 4 bulan, menangis. Sekarang sih, sudah jauh lebih rendah intensitasnya. Waktu Shaka baru lahir, setiap malam saya harus terjaga. Tetapi meskipun terdengar melelahkan, saya tetap senang menjalani peran sebagai ibu yang baru saja tersemat pada diri selama satu caturwulan ini.

Adi, suami saya, biasanya akan ikut terjaga. Ia memang suami yang baik dan rela mengalahkan rasa lelahnya demi menjalankan perannya sebagai kepala keluarga. Sayangnya, tidak dengan malam ini. Karena urusan pekerjaan, ia harus terbang ke Surabaya selama 3 hari.

"Shaka, malam ini jangan rewel, ya. Papa lagi di luar kota soalnya. Tidur nyenyak, ya," ujarku sambil membelai lembut kepala Shaka yang sudah terlelap di dalam boks bayi berwarna biru.

Jam menunjukkan pukul 20.00. Shaka tidur lebih cepat dari biasanya. Mungkin ia lelah karena hari ini ikut pergi bertemu dengan teman-teman kantor saya. Ah, kadang merasa iri juga dengan mereka yang masih bekerja. Bukan, saya tidak mengeluh menjadi ibu. Tapi pasti pernah terbesit rasa rindu melajang di benak setiap perempuan yang sudah menikah. Ya, kan? 

Karena belum mengantuk, saya memutuskan menghubungi suami tercinta. Sedang apa ya, dia di sana?

"Hallo. Sebentar sayang, aku cari tempat sepi dulu."

Suara Adi terdengar di ujung telepon. Dari latar suara, sepertinya ia masih berkegiatan di luar. Memang sih, dia sudah bilang kalau akan sangat sibuk di perjalanan bisnisnya kali ini. Tapi saya tidak menyangka bahwa ia masih harus berkutat dengan pekerjaan di jam segini. Suara di telepon mulai sunyi. Mungkin Adi sudah berada di tempat yang lebih sepi sekarang.

"Yang, kamu lagi di mana, sih?" saya bertanya sambil menyalakan televisi yang menayangkan film horor Conjuring.

"Aku masih makan sama client di chinese restaurant dekat hotel. Enak, deh. Kamu pasti suka bubur seafood-nya. Kalau ke Surabaya, aku ajak kamu ke sini," Adi bercerita dengan penuh semangat.

Begitulah Adi. Saya tahu dia lelah, tapi dia juga tahu kalau saya lelah mengurus Shaka sendirian. Ia berusaha menghapus lelah saya dengan caranya bercerita. Ya Allah, terima kasih telah mengirimnya untuk saya. Batin saya bersyukur sambil terus mendengarkannya bercerita. Sesekali saya juga bercerita tentang hari ini, termasuk film yang tengah terputar di layar kaca. Ah, lama-lama takut juga menonton film horor begini.

Sudah sekitar setengah jam kami bertukar cerita melalui telepon. Adi pun harus segera kembali ke perjamuan client. Jam menunjukkan pukul 20.45. Tumben, jam segini saya sudah mulai mengantuk. Saya matikan televisi dan lampu di ruang tengah, memeriksa pagar dan menggemboknya, serta mengunci pintu. Baru saja saya membalikkan badan, membelakangi pintu, ada suara ketukan terdengar. Saya menoleh, kemudian mengintip dari balik gorden. Tidak ada apa-apa. Ah, mungkin hanya perasaan.

Saya kembali melangkah, namun suara kembali terdengar ketika saya baru bergerak sekitar 3 langkah. Kali ini lebih terdengar seperti ada seseorang melempar batu kecil ke pintu rumah. Saya kesal sekali mendengarnya dan langsung berjalan membuka pintu. Lagi-lagi saya hanya bertemu hampa. Tetapi ada bau anyir yang menyeruak masuk ke dalam, seperti aroma bangkai tikus. Saya langsung menutup pintu dan menguncinya kembali. Tidak ada suara lagi hingga saya masuk ke dalam kamar.

Shaka tetap tertidur pulas dengan dengkuran sangat halus. Hihi, masih kecil saja sudah mendengkur. Kamu tuh, mirip banget sama Papa. Dia kalau tidur juga mendengkur seperti ini. Hatiku berbicara, kemudian saya mendekatkan kepala ke Shaka untuk mengecupnya. Kebetulan Shaka masih saya tempatkan di dalam kamar sehingga mudah jika ia menangis. Langkah kaki kemudian menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar untuk buang air kecil, cuci tangan dan kaki serta menggosok gigi. Sesaat sebelum keluar kamar mandi, saya seperti mendengar pintu kamar terbuka perlahan. Saya mengintip, namun tidak mendapati siapa-siapa. Hanya pintu kamar yang sedikit terbuka. Dahi saya mengernyit. Ah, saya mungkin hanya lupa menutupnya sehingga pintu terkena angin dari luar. Segera saya selesaikan urusan di kamar mandi dan bergegas kembali ke kamar.

JAM LEMBURWhere stories live. Discover now