Admire

172 15 2
                                    


Mendadak...semuanya gelap...

Sepasang mata cokelat itu terbuka. Dengan hati-hati juga masih dengan ketakutan yang menggenangi ia meraba pelipisnya, lantas turun perlahan di kedua belah pipinya yang basah oleh airmata. Sedikit merasakan nyeri pada sudut bibirnya. Namun perempuan itu menarik napas lega setelahnya.

'Mimpi'

Dalam keremangan kamarnya yang menyesakkan. Ryeowook meraba meja nakas di samping tempat tidurnya lalu menyalakan lampunya. Berusaha bangkit dengan susah payah. Sebab pening menyergapnya begitu saja. Napasnya masih naik-turun, selama beberapa menit Ryeowook hanya mampu menatap kosong pada dinding-dinding bisu yang nampak retinanya.

'Mungkin aku terlalu banyak menonton televisi'

Ryeowook bermimpi buruk lagi. Mungkin terlalu letih. Lalu ia terpekur. Membiarkan setiap sel otaknya kembali memutar kejadian buruk dalam mimpinya. Menjadikan waktu istirahatnya menjadi malam-malam tanpa tidur tentu saja.

Cklek...

Lalu pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Menampilkan wajah cemas Donghae—kakaknya. Ryeowook bergeming sampai Donghae memasuki kamarnya. Lelaki itu berjalan mendekati ranjang adiknya.

"Ada apa? Saat aku melewati kamarmu aku mendengar teriakanmu. Kau mimpi buruk?" Ryeowook mengangguk lalu mengusap wajahnya. Peluh masih membanjiri tubuhnya. Terbangun ditengah malam dengan mimpi buruk tentang— entahlah, Ryeowook tidak mengerti arti mimpinya. Sudah berulang kali mimpi yang serupa menyambanginya.

"Mungkin kau terlalu banyak pikiran..." ucap Donghae prihatin dan mengusap rambut panjang adiknya yang basah oleh keringat. Ryeowook memang mengeluh sering pusing akhir-akhir ini. Sering letih, dan insomnia yang menyerang semakin parah. Padahal adiknya itu harus banyak istirahat mengingat hari pernikahannya yang semakin dekat.

"Entahlah oppa, mungkin aku hanya lelah saja." ucapnya pelan. Ryeowook masih merasakan kepalanya berputar-putar. Lalu ia bangkit dari ranjang, menuju jendela kamarnya dan membukanya lebar-lebar. Membiarkan angin beku menjelajahi permukaan kulitnya, menghirup udara beraroma dedaunan sebanyak yang ia bisa. Di malam yang sunyi. Dengan suara desau angin yang terdengar mendominasi.

Melihat itu Donghae mengalihkan pembicaraan, "Cafe rame sekali hari ini, aku kerepotan. Kau tidak membantu sih, lebih memilih bersenang-senang dengan kekasihmu." dengan wajah yang ditekuk sebal Donghae menyerukan protesnya. Ryeowook berbalik dan hanya tersenyum sepanjang kakaknya bicara.

"Ini perayaan terakhir kami sebagai kekasih. Bulan depan kami akan menikah. Lalu perayaannya tidak akan lagi sama." ucap Ryeowook yang hanya dibalas desisan panjang oleh Donghae.

"Oh ya, aku sudah mengubungi catering langganan eomma untuk menambah menu makanannya." Ryeowook ini—jika sudah bicara mengenai pernikahannya, maka gadis itu akan selalu bersemangat. Terbukti dari senyumnya yang sekarang mengembang. Juga sepasang matanya yang berbinar-binar.

"Ah? Benarkah?" Donghae mengangguk. Ryeowook berbalik, menghampiri kakaknya dengan langkah kecil lalu duduk disampingnya.

"Tapi sebetulnya aku tidak terlalu suka makanan catering. Aku lebih suka memasak sendiri untuk pesta pernikahanku! Kkkk~"

Dua saudara itu tertawa. Dalam sekejap Ryeowook seperti telah melupakan mimpi buruknya.

"Oh, ya.—" ucapan Donghae terhenti saat matanya menangkap satu buah undangan di meja. "Undanganmu bagus Wook-ah, tetapi kenapa aku merasa tidak cocok sekali denganmu." Lalu sulung dari dua bersaudara itu mengambil undangan tersebut. Mengamatinya seksama, membalik lalu membukanya. Melakukannya berulang-ulang. Si bungsu mengernyit.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 30, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AmaryllisWhere stories live. Discover now