Bagian 5

2.4K 231 17
                                    

°A.n.K°

.

.

.

.

.

"Kak? Kenapa sih? Dari tadi ngelamun terus. Sekali disapa kaget nya setengah mati. Ada masalah?" Hinata menyenggol lengan Neji, penasaran dengan tingkah kakaknya itu yang tak seperti biasanya.

"Aku kekamar duluan. Selamat malam Ayah, Hinata." Hinata mencebik, kesal karena tak ditanggapi.

"Hei! Jangan lupa persiapkan barangmu untuk lima hari kedepan Neji. Besok pagi kita berangkat ke Kumogakure," seru Hiashi, ekor matanya mengikuti pergerakan Neji yang terus menapaki anak tangga menuju lantai dua.

"Hn."

"Kenapa sih? Pulang-pulang kok aneh gitu. Kesambet jin jenis apaan, ya?" celetuk Hinata. Tangan kirinya sibuk menggonta-ganti siaran televisi dengan pandangan bosan. Sedangkan Hiashi terkekeh di sebelahnya.

.

.

.

"Wahh, lihat itu, kak Tenten! Indah sekali!"

Tenten berjalan dengan pelan, mendekati Hinata yang tengah menatap hamparan danau di hadapannya tanpa berkedip. Tak sia-sia ternyata Tenten menyetujui keinginan Hinata.

Amethyst Hinata terlihat berbinar takjub, mengagumi danau berair hijau nan jernih yang kini tampak indah dengan pantulan sinar mentari siang.  Beberapa pohon rimbun juga terlihat menjulang di tepi danau, menambah kesan tenang dan misterius dalam waktu bersamaan.

"Hinata kita masuk ke Vila dulu. Istirahat sebentar baru jalan-jalan."

Tenten dan Hinata menoleh kebelakang, mendapati Neji dan Hiashi tengah berdiri sedikit jauh dari mereka sembari menenteng tas di masing-masing tangan.

"Ah, maaf merepotkan Tuan Neji. Biar saya bawa sendiri." Tenten melangkah tergesa-gesa, mendekati Neji yang membawa tas miliknya.
"Tidak perlu, biar aku saja." Neji menjauhkan tangan kanannya, menghindari tangan Tenten yang berusaha meraih tasnya.
"Ta-tapi tidak bisa begitu, biarkan saya membawanya sendiri." Tenten bersikeras. Ia dengan susah payah mengejar tangan kanan Neji yang terus menghindar darinya. 'Padahal orangnya diam ditempat. Ke-kenapa susah sekali....' jenuh Tenten.

"Mau seformal itu sampai kapan?"
Tenten mematung. Bak tersiram lem di sekujur tubuhnya, wanita itu tak berkutik sama sekali. Membuat Hiashi yang berdiri di sebelah kanan Neji sedikit ragu jika Tenten masih bernapas.

Bisikan tanya dari Neji tadi membuat wajah Tenten merona. Bukan masalah suara Neji yang lembut. Tapi, karena bisikan itu membuat Tenten bisa merasakan hembusan napas Neji yang sedikit hangat. 'Aku pasti sudah gila.' batin Tenten frustrasi.

"Biar aku yang bawa."

"Kak Tenten kok diem? Kak Neji bisikin apa emangnya? Wahhh kak Neji menggoda Kak Tenten ya?!"

"Nggak usah ngomong yang aneh-aneh Hinata!"

.

.

.

Goresan jingga di bentangan langit tampak mulai kemerahan. Menandakan hari akan segera malam dalam waktu dekat. Pantulan matahari yang hampir tenggelam pun menyita atensi, menampilkan pesona keindahan dari cerminan air danau yang begitu jernih.

°Anata No Kyoka° (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang