Empat : Keinginan

6.9K 590 8
                                    

Hinata menghempaskan badannya ke ranjang. Haruskah ia lapor pada polisi? Ia benar-benar takut. Bagaimana kalau Sasuke tiba-tiba menculiknya dan... Aaahhh!!! Hinata panik membayangkan hal itu. Ia butuh seseorang untuk melindunginya, tapi ia tidak tahu siapa karena ia hidup sebatang kara.

Orang tua dan kerabatnya meninggal saat ada bencana gempa. Hanya ia yang tersisa. Ia berhasil selamat karena saat itu ia pergi studi tour keluar kota selama dua hari. Akhirnya ia tinggal di panti asuhan dan keluar dari sana saat kuliah. 

Tidak mungkin ia minggat ke rumah rekan kerjanya. Pasti sangat merepotkan. Kalau ia pindah, akan lebih repot mengurus kepindahan nanti. Apalagi ia susah payah membeli rumah ini dari warisan keluarganya yang tersisa dan juga hasil gajinya.

Hinata mengeluh karena perutnya kelaparan. Ia langsung memeriksa kulkas. Ia menepuk jidat karena lupa berbelanja. Dengan langkah lemah, ia berganti baju dan berjalan keluar.

Sesampainya di supermarket yang tidak jauh dari komplek rumahnya, tiba-tiba matanya bertemu dengan wanita yang umurnya enam puluhan. Wanita itu tersenyum pada Hinata.

"Bu guru Hinata?" Tanya wanita itu.

Hinata tersenyum. "Iya..."

Wanita itu tersenyum. "Syukurlah kalau benar. Saya neneknya Kazuto, Mikoto."

"Wah... Ternyata neneknya Kazuto. Senang bertemu denganmu, Nek."

"Jangan panggil nenek. Panggil saja Ibu."

Hinata menatap ragu Mikoto. "I-ibu?"

Mikoto tersenyum. "Ibu. Jangan ragu memanggilku ibu. Oh iya, Kazuto banyak bicara tentangmu."

Hinata mengangkat kedua alisnya. "Benarkah?"

"Iya. Dia sangat senang dengamu. Dari lahir, dia tidak pernah merasakan kasih sayang ibu. Makanya dia jadi pendiam dan bandel."

Hinata menggeleng pelan. "Tidak. Kazuto anak yang baik dan penurut. Walaupun awalnya memang agak bandel, tapi setelah mengenalnya lebih jauh, dia juga anak yang ceria."

"Benar. Semenjak masuk ke TK itu dan bertemu denganmu, dia lebih ceria dan selalu menceritakanmu. Itulah kenapa dia semangat sekali berangkat sekolah."

Hinata tersenyum lega. "Baguslah."

"Kalau ada kesempatan, mampirlah ke rumah. Kazuto pasti sangat senang. Boleh ibu minta nomor telponmu?"

Hinata mengangguk, lalu memasukkan nomornya di handphone Mikoto.

"Terima kasih, ya. Kalau begitu, ibu pergi dulu. Supir sudah menunggu dari tadi."

"Hati-hati ya, Bu."

***

"Hei Sasuke! Kenapa kau diam saja? Tidak biasanya kau seperti ini." Kata Naruto, lalu menenggak birnya hingga habis tak bersisa.

"Kau lihat, banyak wanita sedang menarik perhatianmu. Kau tidak mau menikmatinya malam ini?" Sahut Lee sambil duduk kembali di samping Sasuke.

Sasuke menghela napas. Yang ia inginkan hanya Hinata. Entah sejak kapan ia mulai menyukai gadis itu. Hanya dengan melihat matanya, Sasuke seperti terhipnotis. Mata Hinata seperti ada magnet yang kuat yang mampu menarik hatinya.

Sasuke sudah menikmati tubuh wanita lain, tapi kenapa yang terbayang selalu tubuh Hinata. Ia ingin menyesap setiap aroma tubuh itu dan menyentuhnya. Ah! Sial! Gejolak itu naik hanya karena membayangkan Hinata.

"Aku mau pulang." Kata Sasuke sambil meletakkan slokinya di bar.

"Hei! Kau mau membiarkan wanita-wanita itu?" Tanya Lee sambil mengarahkan pandangannya pada wanita-wanita sexy nan bohay yang minta dimanja.

Hate or Love?Where stories live. Discover now