Bab 2 : Sahabat Baru (Republish)

42.8K 2.2K 10
                                    

"Sesungguhnya Allah akan menolong seorang hamba-Nya selama hamba itu menolong orang yang lain."

(HR Muslim, Abu Dawud dan At-Thirmidzi)

Sudah 2 jam mahasiswi itu tak sadarkan diri. Ica masih tetap setia menunggu di samping kasur tempatnya berbaring. Sebenarnya Ica mendapat teguran dari kakak seniornya tadi karena mengetahui ia tidak mengikuti Ospek, tapi karena Ica pintar berargumen dan tentunya dengan argumen yang berbobot akhirnya ia diizinkan untuk tidak mengikuti Ospek.

Ica memandangi wajah mahasiswi yang tengah berbaring itu. Tampaknya Ica kagum dengan wajahnya. Yah, walaupun Ia sendiri juga memiliki wajah yang cantik. Mahasiswi itu memiliki bulu mata yang lentik dan memiliki hidung bangir serta warna kulit yang putih bersih. Sungguh pasti banyak kaum adam yang tertarik padanya.

Masyaallah.

Saat Ica tengah asik memandanginya, tiba-tiba matanya perlahan terbuka lalu ia mengerjapkan matanya perlahan. Setelah ia sepenuhnya sadar, ia menoleh ke arah Ica yang sedari tadi memandanginya.

"Lo siapa? gue di mana?" tanyanya kebingungan. Ia berusaha untuk bangkit dan bersandar.

Ica dengan sigap bangkit dari duduknya membantunya untuk bersandar.

"Sekarang kamu ada di unit kesehatan kampus. Tadi waktu pembukaan Ospek kamu pingsan," jelas Ica yang mencoba mengurangi kebingungannya.

Gadis itu tampak mengangguk seperti teringat kejadian yang menimpanya.

"Lalu, siapa kamu?" tanyanya lagi.

"Oh iya, perkenalkan namaku Alysa panggil aja Ica."

Ica memperkenalkan dirinya sembari berjabatan tangan. Ica terlihat antusias memperkenalkan dirinya kepada salah seorang mahasiswi itu.

"Gue Nesya Ratnasari. Panggil aja Nesya," balasnya turut antusias menjabat tangan dan berkenalan dengan Ica.

"Terima kasih ya udah mau repot-repot bawa gue ke sini, Ca," tambahnya sembari tersenyum manis ke arah Ica.

"Ah iya nggak papa kok, lagian yang membawamu ke sini bukan cuma aku kok. Ada petugas kesehatan juga. Kan sesama muslim itu harus saling membantu," ujar Ica dengan memberikan senyuman tak kalah manis.

" ... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. Al-maidah : 2)

Disaat mereka tengah berbincang saling memperkenalkan diri, tiba-tiba pintu berdecit. Ica dan Nesya spontan menoleh ke arah pintu itu untuk mengetahui siapa yang masuk. Lalu muncullah seorang pria yang memakai setelan jas.

Pria itu celingukan dan pandangannya terhenti begitu ia melihat ke arah dua orang mahasiswi yang saling berkenalan tadi. Ia berlari menghampiri Nesya dan memeluknya erat. Ica yang belum mengerti situasinya pun hanya terbengong-bengong.

Namun, tak lama kemudian pintu kembali berdecit. Kali ini hanya Ica sendirilah yang menoleh dan masuklah kembali seorang pria yang memakai setelan pakaian yang mirip.

Pria itu nampak tak asing bagi Ica, karena pria itu adalah pria yang membantunya menemukan jalan menuju aula tadi pagi.

"Nesya, kamu enggak papa kan? Kenapa bisa pingsan sih? Kamu enggak makan yah? Asma kamu kambuh?" Pria yang tadi memeluk Nesya langsung memberondong pertanyaan kepada Nesya.

Nesya tampak kesal dengan pria di depannya itu.

"Astaga Kak Rian, Nesya udah gak kenapa-kenapa, Kak," ujar Nesya menjawab seluruh pertanyaan itu dengan simpel.

"Kamu sih bandel. Pasti belum sarapan kan?" tanya pria yang dipanggil Nesya dengan sebutan 'Kak Rian' itu.

Nesya menanggapi pertanyaan itu dengan cengiran yang menandakan bahwa yang diucapkan tadi itu benar adanya.

"Ck... Jangan buat kakak khawatir, Nesya. Ya udah, kakak beli makanan dulu yah. kamu di sini dulu jangan ke mana-mana."

Selepas mengatakan itu, pria itu bangkit dari duduknya dan akan berjalan keluar. Namun, saat Rian akan pergi, ia memandang Ica yang sedari tadi mematung di samping Nesya dengan tatapan bingung.

Ica yang memang peka langsung memperkenalkan dirinya.

"Saya Ica, kak. Teman barunya Nesya," ucapnya memberitahukan namanya sembari menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

Ya, Ica sedang berusaha menjaga dirinya untuk tidak bersentuhan dengan yang bukan mahramnya.

Rian mengangguk dan juga ikut menangkupkan kedua tangannya. "Fahrian, Kakaknya Nesya. Ya sudah kakak ke kantin dulu yah," balas Rian lalu buru-buru menarik tangan temannya yang juga tadi mengikutinya.

Nesya terkekeh geli melihat kakaknya yang sangat khawatir terhadapnya.

***

Alysa's Pov

Oh ternyata laki-laki yang memeluk Nesya itu adalah kakaknya yang bernama Kak Rian. Tapi, seseorang yang mengikuti Kak Rian tadi bukannya pria yang mengantarkanku tadi?

"Sya, yang sama Kak Rian itu siapa?" tanyaku pada Nesya karena rasa penasaranku yang cukup menggangguku sejak tadi.

"Emm oh itu, dia itu Kak Umar. Sahabat Kak Rian sekaligus yang akan menjadi dosen kita nanti. Kata mahasiswa di sini Kak Umar itu orangnya dingin dan dia tegas kalo lagi mengajar dan juga kalo ada yang bersikap gak sopan, Kak Umar gak akan segan-segan kasih nilai C di mata kuliahnya. Jadi jangan sampai Lo berurusan sama Kak Umar deh," kata Nesya yang sukses membuatku bergidik.

Niatku yang awalnya akan berterima kasih padanya pun buyar entah ke mana digantikan dengan perasaan was-was terhadapnya

"Baiklah, aku harus sebisa mungkin tidak berurusan dengan Kak Umar," tekatku dalam hati.

Tbc

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Alhamdulillah akhirnya saya bisa up cerita ini lagi.
Maaf yah banyak yg mereplay yang part sebelum nya.
Semoga bermanfaat.
Wassalamu'alaikum Warohmtullahi Wabarokatuh


[1] Salah Khitbah [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang