21

873 33 1
                                    

Dear Ayah...

Ketika musim semi datang, daun-daun berguguran dari tangkai pohon.

Angin sore seakan mengajak berdansa mengikuti kicauan sang burung.

Disini, di kursi panjang reyot ini aku duduk termenung menatap datar daun yang berjatuhan itu.

Sekilas bayang tentangmu masih tersimpan rapi disudut ingatanku. Hangatnya sentuhanmu, lembutnya senyumanmu, serta teduhnya pandanganmu membuatku tak kuasa menahan bendungan yang ada disudut mataku ini.

Ayah, bila mana matahari terbit kemudian tenggelam. Maka ada pula hidup kemudian mati. Tetapi ayah, matahari akan selalu muncul kembali setelah sang malam pulang. Tetapi mengapa engkau tidak ayah,?

Sering aku tanyakan itu kepada sang malam, mengapa ia bisa muncul setelah siang terganti? Apa yang kudapat ayah, aku tidak mendapat jawaban. Rasanya percuma saja jika aku tanyakan 'mengapa kau datang kemudian pergi' kepada sang malam. Karena yang kudapatkan selalu jawaban kosong.

Seperti malam itu ayah, melalui gelapnya langit, terangnya Bintang dan kuningnya bulan. Aku kembali bertanya pada sang malam, 'jika saja matahari tidak menyinarimu apakah kau akan seterang ini wahai bulan?' bulan tetap diam dengan cahayanya.

Lalu kemudian aku bertanya pada Bintang 'Sanggupkah engkau berterang saat siang datang?' dengan jawaban yang sama, Bintang itu hanya menunjukkan keterangannya kepadaku ayah

Suara kasih dengan alunan merdu 2018
____________________________________

Terima Kasih telah membaca cerita ini. Tapi jangan lupa Vote dan Comment Kawan! Dengan Vote, comment kamu dukung Cerita ini untuk terus aktif dan membuat karya yang bisa menghibur kalian semua.

Oke, Sukriyaa Cuy!!

Selamat berkehidupan, agar hidupmu tetap hidup!

Jangan lupa follow ig @mdh.basati

Dear Ayah (Sebuah Surat Untuk Ayah..)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang