Empat

32 1 0
                                    

Begitu istirahat tiba Darren memandangku dengan bersemangat, dia menarik tanganku. Padahal aku sedang ingin bermalas-malasan di kelas. "Tes, ke kantin, yuk!" ajaknya dengan mata bercahaya.

Aku berpikir sejenak. Anak ini tadinya mengantuk dan tidak berkonsentrasi ketika pelajaran, kenapa tiba-tiba dia bersemangat begini? Bakat akting Darren memang patut diacungi jempol.

Tanpa berkata apa-apa lagi aku pun menurut ketika dia menarik tanganku menuju kantin. Kami duduk di salah satu bangku dekat etalase yang menjual mie ayam, Darren memesankan makanan kesukaanku tersebut.

"Ren, sesekali kita nggak bergandengan ketika ke mana-mana terutama di sekolah. Kalau kita terlalu terang-terangan melakukan sandiwara ini, nanti kita malah dipanggil guru BK." Aku membisikinya setelah menelan gumpalan mie yang kumasukkan ke mulut.

Darren mencampur mienya dengan sambal dan kembali makan. "Wah, peraturan pacaran banyak juga, ya."

Aku meneguk air minum yang kubawa. "Iya. Sesekali kita harus terlihat malu-malu agar lebih meyakinkan. Kalau kita terlalu berani dan mencolok, kesannya malah dibuat-buat."

"Aduh, aduh, itu ada daun bawang di bawah mulutmu." Tiba-tiba Darren berujar demikian. Aku refleks hendak mengambilnya namun cowok itu mencegahku melakukannya sendiri. Entah dari mana muncul selembar tisu di tangannya dan Darren mengambilkannya untukku. "Sekarang sudah bersih."

Melihat tisu di tangan serta seulas senyum di wajah Darren membuatku meleleh terbawa perasaan. Aku dapat merasakan wajahku membara. Pasti saat ini mukaku sangat merah.

"Darren... Astaga, kamu membuatku malu." Aku meringis malu dan mengedarkan pandangan ke sekeliling.

Sahabatku ini tidak peduli pada tatapan semua orang di sekitar kami yang tersenyum meledek. "Biasanya juga lebih dari ini..."

Dan orang-orang di sekitar kami menjadi lebih heboh dengan respon partner aktingku ini...

Ketika pulang sekolah, akhirnya rasa kantukku hilang. Kami pun berjalan pulang dalam diam. Demi memecah keheningan aku mulai tersenyum menatap dan memuji aktingnya.

"Katanya bingung pacaran ngapain aja, tapi kamu bisa improvisasi tuh tadi. Kita udah kayak pacaran beneran, tahu."

Darren tetap berjalan dengan tangan dimasukkan ke saku celananya. "Berpura-pura itu gampang. Aku juga nggak tahu, aku kok pinter banget berpura-pura gini."

"Hmm, kira-kira... menurutmu kamu bisa nggak menyukai cewek pada akhirnya?" tanyaku mulai serius.

"Aku nggak tahu. Mungkin ke depannya aku hanya melihat situasi dan mengikuti arus yang akan terjadi. Aku pasrah," jawab Darren dengan pandangan mata menerawang.

Kualihkan pembicaraan segera agar atmosfir di sekitar kami tidak begitu kaku. "Tapi tadi aktingmu keren deh. Kamu bisa bersikap mesra banget seolah kita beneran pacaran dan kamu adalah cowok yang romantis. Semua orang pasti percaya kalo kita pacaran." Usai terdiam sejenak aku menggumam. "Kalau aku tidak tahu perjanjian kita ini, pasti aku bakal baper dan suka denganmu sungguhan."

"Omong-omong, bicara soal sandiwara kita ini, kamu sendiri sedang didekati oleh seseorang? Atau kamu sedang menyukai seseorang??" tanya Darren beberapa saat kemudian.

Aku mendengus. "Nggak ada yang mendekatiku. Dan aku juga nggak sedang menyukai siapa-siapa. Hidupku sebebas burung merpati saat ini."

Wah, aku juga harus memberi penghargaan pada diriku sendiri. Aku dapat berbohong dengan sangat baik. Hanya saja dalam jangka panjang mungkin hatiku akan mengalami kerusakan berat dan permanen. Bukan dalam arti harafiah tentunya.

BROKEN HEART OVER AND OVER AGAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang