PROLOG

122 10 7
                                    

"Demi negara kita tercinta! Kita tak boleh takut untuk melawan! Kita harus tumbuhkan keberanian! Kita harus kuat! Kita harus tangguh! Kita harus kalahkan ketakutan! Kita harus terus menyerang!" Suara tembakan dan ledakan bom mendominasi suara Jendral Nikolai Serginov,

Kami terus mendayung perahu kecil yang kami tumpangi ini agar cepat sampai di daratan, sesekali aku menatap langit yang ditutupi oleh kabut hitam. Suara-suara pesawat berdengung di kepalaku. Kuharap mereka adalah salah satu dari Rusia yang tak akan menembaki kami semua. Namun aku salah, mereka semua adalah Nazi, yang ingin merebut tanah airku, penjajah kejam yang memulai perang dingin ini. Kami semua merunduk ketika mereka mulai menembaki kita dengan senjata dari pesawat.

"Jangan berhenti mendayung! Kalahkan rasa takut kalian! Kita pasti bisa mendorong mereka kembali ke dimana mereka berasal! Ayo mendayung!"

Aku tidak takut. Aku tak akan takut. Aku hanya takut jika mereka berhasil merebut Rusia dan mengusir semua penduduknya, entah kemana. Tapi, aku yakin jika kami kuat dan bisa menjaga negara kami ini. Keberanian membuat kita kuat untuk melawan rasa takut dan tentu saja, melawan para penjajah. Setelah beberapa lama kamu mendayung, akhirnya perahu kecil kami menyentuh daratan.

"Ayo, cepat turun! Ambil senjata dan peluru kalian!" ucap Sersan Mikhovich dengan nada tinggi.

Kami semua berlari dan mengantri untuk mendapatkan senjata dan peluru, aku bisa melihat satu kotak yang berisi senjata namun aku tak yakin itu akan cukup untuk semua tentara yang ada. Dan benar saja, aku tidak mendapatkan senjata, aku hanya mendapatkan beberapa peluru saja.

"Maaf, nak. Kau bisa ambil senjata tentara yang sudah gugur nanti." kata-kata Sersan Mikhovich cukup untuk menjawab pertanyaan dibenakku.

"Hey, kau!" Aku menoleh mendengar panggilan itu, "Ya, kau! Ikut aku!"

Aku menghampiri lelaki itu, "Kau siapa?"

"Namaku Sergei, Sergei Romanov. Kau?"

"Aku Arrel Malkovich."

"Baiklah, senang bertemu denganmu. Ayo, ikuti aku! Aku tahu jalan pintas."

"Kemana?"

"Kau akan mengetahuinya sendiri nanti."

Aku mengikuti Sergei yang mungkin masih memiliki pangkat yang setara denganku, ia memiliki senjata, mungkin ia akan membantuku. Kami merangkak melewati lorong-lorong kecil agar tidak tertangkap Nazi. Setelah kami keluar dari lorong, aku melihat banyak tentara Rusia yang sedang menembaki Nazi di sebuah rumah kecil. Kami bersembunyi di dekat benteng kecil yang terbuat dari tumpukan karung yang berisi tanah. Tiba-tiba seorang tentara Rusia berlari dan menembaki Nazi seorang diri, sebelum ia berhasil menembak semuanya, ia tertembak dan mati.

"Itu kesempatanmu! Ambil senjatanya!" Sergei menepuk pundakku.

"Tapi aku... "

Ia memotong perkataanku, "Aku akan menjagamu dari sini."

"Baiklah."

Aku menunggu para Nazi berhenti menembak, hingga akhirnya aku mendapatkan kesempatan untuk maju dan mengambil senjata yang memang kubutuhkan. Sergei menembak tentara yang mencoba menembakku. Aku berlari kembali dan membantu mereka menembaki Nazi.

"Kurasa mereka semua sudah mati. Ayo." Sergei berjalan secara perlahan.

Aku mengikutinya, begitupun semua tentara yang berada disini. Sergei benar, mereka semua sudah mati. Tiba-tiba, salah satu tentara kami tertembak tepat dibagian leher ketika ia berdiri tepat didekat jendela. Kami segera merunduk dan mengamati siapa yang menembak. Ternyata, para Nazi sudah mengetahui keberadaan kami disini.

"Tembak mereka semua! Jangan biarkan mereka masuk ke sini!" teriak Kapten Kirilov.

Kami mulai menembaki mereka yang mencoba untuk mendekati rumah kecil ini. Beberapa tentara memanggil bantuan dengan walkie talkie nya karena mungkin mereka yakin kami takkan mampu melawan pasukan Nazi yang jauh lebih banyak. Tapi perlahan-lahan, kami berhasil memusnahkan Nazi. Tembakan mereka melemah hingga akhirnya berhenti.

"Kita berhasil!" Para tentara yang tersisa bersorak menanggapi Kapten Kirilov, "Mikhail, berikan laporan kepada Jendral di markas utama."

"Baik, Kapten!"

"Tunggu," kita semua menatap Sergei, "Kalian lihat pria itu? Apa yang ia lakukan?"

Sersan Kirilov mendekati jendela untuk melihat pria yang dikatakan Sergei, "Sial!!! Dia akan menembakan JAVELIN!!! Keluar dari bangunan seka- "

DUAAARRRRRRRR!!!

Perkataan Kapten Kirilov terpotong oleh tembakan roket dari tentara Nazi yang ternyata masih berada disana. Aku tersungkur dan suara dengungan di telingaku yang tak kunjung berhenti. Kapten Kirilov, Mikhail, Sergei, dan yang lain, tertimpa reruntuhan bangunan ini. Aku tak bisa berdiri, kakiku tertimpa reruntuhan juga sehingga aku harus merangkak untuk keluar dari sini. Tapi, setelah aku mencapai pintu, seseorang berdiri didepanku, mengarahkan senapannya, dan menembakku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VoynaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang