4;

33 12 0
                                    

"Tinggalkan aku sendiri, Kook."

Sikap Jinri yang dingin membuat Jungkook sedikit khawatir terhadapnya. Walaupun dia tidak mempercayai sepenuhnya, setidaknya Jinri berbeda dari yang lain. Gadis yang memiliki pemikiran unik dari yang lain. Penampilan yang rapi sangat melekat di dirinya. Gadis pefeksionis itu mampu menjadi daya tarik ketika orang lain melihatnya. Julukan pendiam yang di dapatnya membuatnya kelihatan misterius. Seperti mistis yang nyatanya Jinri berbeda dari kelihatannya. Jungkook sendiri bingung. Selama ini dia hanya memiliki teman laki-laki tapi dia tidak pernah ikut merasakan seperti khawatir, senang, sedih bersama temannya. Kali ini, dia bisa rasakan pada Jinri. Jungkook langsung menyangkal pikiran itu. Jungkook tetap pada pendiriannya bahwa tidak ada yang baik di dunia ini. Hanya ada kepahitan di setiap kebaikan orang. Butuh pengorbanan besar di setiap kebaikan. Jungkook benar-benar bingung. Seakan-akan dia berada kota asing yang tersesat tidak tahu apa apa. Perasaan Jungkook begitu kelabu.

Jinri kembali berjalan. Jungkook menatap punggung Jinri yang makin menjauh. Matanya tidak lepas dari punggung itu. Masih memikirkan apa yang terjadi pada Jinri selanjutnya. Melihat tangan kanannya yang menahan pundak Jinri untuk berhenti sebelum gadis itu menjauh. Jungkook kembali melihat ke depan. Jinri sudah menghilang.

Sejak kapan Jungkook menjadi orang yang peduli?

Kenapa dia merasakan gemuruh di benaknya?

Apa dia merasakan apa yang dirasakan Jinri?

Jungkook memutuskan untuk kembali ke sekolah Jinri. Mengembalikan motornya lalu naik bus untuk kembali ke rumah.

Setelah berada di dalam bus, Jungkook melihat keluar jendela bus. Langit mendung. Angin berhembus kencang. Kota Seoul menjadi gelap.

Jungkook menghembuskan napas pelan. Dia tidak yakin pada dirinya sendiri. Pengorbanan yang pernah dia lakukan sia-sia. Meninggalkan rasa sakit di hati dan dendam besar yang tidak berarti. Jungkook mengingat Jinri pernah mengatakan bahwa hidup yang kita jalani adalah hidup kita sendiri, masa lalu adalah kenangan yang mesti kita buang. Masa lalu hampir sama dengan sampah. Kita mesti memilah dulu mana yang berguna untuk ke depannya. Tapi, yang Jungkook pikirkan, masa lalunya tidak ada yang berguna. Semuanya buruk.

Secara tidak sadar, Jungkook menggunakan masa lalunya dengan baik. Memahami perkataan Jinri yang memerlukan kerja keras otaknya. Kalimat Jinri yang diucapkan pada Jungkook adalah kepingan masa lalu pria itu. Dan, dia tidak menyadari bahwa masa lalu juga berguna baginya.

"Bi, apa ayah dan ibu ada di rumah?"

"Mereka baru saja pergi ke Amerika. Ny. Jeon akan pulang lusa dan Tn. Jeon belum dipastikan kapan kepulangannya."

Jungkook berterima kasih pada pelayan itu dan berjalan lusuh ke kamarnya. Hari ini Jinri tidak bisa diajak bicara. Taehyung selalu mencari masalah. Orang itu tidak ada habis-habisnya mengganggu Jinri. Menyukai Jinri seakan-akan gadis itu adalah perempuan satu-satunya di dunia.

Jungkook merebahkan tubuhnya di kasur.

Kapan dia bisa bebas dari semua rumitnya masalah ini?

Tentu saja dengan bunuh diri sebagai jawabannya. Tapi, itu hanya membuatmu terlihat bodoh dan malang. Orang melakukan bunuh diri karena lari dari masalah - pengecut. Rasanya Jinri benar-benar membuka pikirannya dengan keluh kesal yang sering dilontarkan gadis itu. Walaupun Jungkook tertawa mendengar perkataan anehnya, tapi ada manfaat yang didapatnya. Meskipun dia dekat dengan Jinri, gadis itu masih misterius di dekatnya. Apa memang seperti itu?

Jungkook melihat ponselnya. Apa dia harus menanyakan kabar Jinri? Tidak. Gadis itu butuh ketenangan. Jungkook tidak ingin mengganggunya.

Hujan deras masih membasahi kota Seoul dari setengah jam yang lalu. Jungkook bisa melihat dari jendela kamarnya. Seperti memori yang tertanam di pikirannya, Jungkook khawatir pada Jinri. Biasanya mereka pulang sekolah bersama. Dia khawatir gadis itu belum pulang dan kehujanan di tengah jalan.

Jungkook memutuskam mengirim pesan pada Jinri. Tidak peduli hal aneh apa yang terjadi di benaknya. Jari-jarinya tidak tahan untuk mengetik pesan yang akan dikirim pada sahabat senasibnya. Sel-sel di otaknya terus memberikan sinyal agar dia menemukan pertanyaan untuk gadis itu.

Jungkook menunggu balasan dari Jinri. Menyesal karena mengirim pesan, Jungkook langsung mematikan ponselnya. Rasa gengsi masih saja melekat di dirinya. Berpura-pura acuh terhadap semuanya walaupun di dalam pikirannya masih menyusun semua puzzle yang berantakan.

Kau bukan Jungkook yang peduli.

Jinri kan gadis pintar. Jadi, tidak ada hal buruk terjadi padanya.

Jungkook yang sedang berperang dengan pikirannya, di sini, Jinri sedang berbaring sambil membaca novel fantasy di ponselnya.

"Jungkook?"

Jinri langsung membuka pesan itu dan tersenyum ketika melihat isinya. Jungkook memang teman terbaik yang pernah dimilikinya. Jungkook menanyakan kabarnya. Pesan singkat yang sangat biasa namun tersirat rasa peduli begitu khawatir akan dirinya yang bad mood seketika karena ulah Taehyung. Jinri lega. Kemudian Jinri membalas singkat dengan mengabarkan dirinya baik.

Jinri mengambil sebuah kertas. Menulis sebuah kalimat di sana. Lalu, meletakkan di atas mejanya. Jinri harus menyelesaikan masalahnya satu persatu. Dimulai dari , Taehyung.

Jinri kembali membaca novelnya. Membaca seperti ini sudah termasuk hal yang menyenangkan baginya. Ketenangan yang tercipta di kamarnya. Kedamaian dan kesejukan yang tercipta dari hujan lebat yang mengguyur kota besar ini. Setiap orang memiliki cara membahagiakan diri berbeda-beda kan? Tentu saja. Buktinya Jinri bahagia jika hidupnya tenang - untuk sementara waktu.

Bagaikan dua dunia yang berbeda. Jinri seperti masuk ke dalam dunianya sendiri. Gadis yang sering disebut pendiam ini sangat suka berandai-andai. Meskipun kenyataan yang dijalaninya sangat pahit. Jinri bisa rasakan bagaimana sulitnya menjalani hidup ini. Sebenarnya mudah untuk dirinya menjalani hidupnya. Bersabar dan terus berbuat sesuatu yang bermanfaat lalu hidupmu bisa tenang. Mungkin tidak ada seperti itu di dunia ini. Jinri harus masuk metamorfosis yang membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mencapai kesempurnaan yang dia inginkan. Pencapaian yang sangat berharga baginya dan berpengaruh besar di hidupnya.

Setelah dua jam membaca novel, Jinri ingin keluar berjalan-jalan. Meminta izin kepada kedua orang tua yang begitu protektif padanya yang bagi Jinri hal yang sia-sia untuk dilakukan. Lagian apa yang mau dilindungi. Anaknya? Jinri tidak mau dilindungi. Cukup diberi perhatian secukupnya saja.

"Hi! Masih marah denganku?"

Jinri kembali melangkahkan kakinya lebar-lebar. Mempercepat langkahnya, menjauh dari Taehyung.

"Ku dengar di sana banyak pemabuk menunggu mangsanya."

Jinri behenti melangkah. Jalan kecil yang akan diambilnya ini memang menjadi tempat para pemabuk untuk mencari incarannya. Jinri berbalik arah memilih jalan kecil yang lebih panjang dan memakan waktu lama. Jinri berjalan cepat meninggalkan Taehyung. Taehyung tersenyum melihat tingkah laku Jinri begitu lucu. Kata apa yang tepat untuk menyebutkan orang yang mengacuhkan siapapun tapi tetap mendengarkannya?

Taehyung menyejajarkan langkahnya dengan Jinri. Pandangan Jinri masih lurus ke depan. Tidak mempedulikan sosok iblis di sampingnya.

"Ternyata kau mudah percaya dengan orang."

Jinri berpikir mengenai perkataan Taehyung. Masih tetap melangkahkan kakinya. Kemudian mengacuhkan perkataan yang dilontarkan Taehyung.

Hati Jinri sedikit berkecamuk. Ada rasa takut di benaknya. Walaupun mimik wajahnya tidak berekspresi sedikit pun. Kepala Jinri langsung menoleh ketika Taehyung mencengkram salah satu tangannya.

"Kurasa kau terjebak, Jinri."

...

FANAAWhere stories live. Discover now