Part. 14|Bad day ever untuk Elka

19.7K 1.1K 18
                                    

"Sudahlah ka.",

Pria yang dipanggil tidak langsung menjawab ataupun menoleh, Raka hanya ingin sendiri sekarang, mengeluarkan rokoknya meski berhenti setelah-nya, dia ingat, perempuan di hadapannya memiliki trauma berat. Dan setelah apa yang dilihatnya kemarin, dia cukup takut jika Adelia kembali pingsan dan meracau.

"Aku harus bagaimana, El...?", Terdengar suara Raka yang begitu frustasi. "Kenapa Elka begitu sulit menerimaku?",

Adelia menghela napas, "Karna sejak hadir, dia tidak pernah melihat sosok papanya, disaat semua teman sebayanya bermain dengan papa mereka, Elka justru hanya diam dan memandangi mereka dengan tatapan iri. Dia sangat mengagumi sosok papa yang dia tau bahwa tengah bekerja di luar negeri, dia bangga karna papanya bekerja keras untuknya di luar sana. Sayangnya, semua itu hanya kebohongan belaka saja yang kubuat. Sekarang Elka menanggapinya dengan serius, kurasa tidak akan mudah untuk membujuknya, Ka...",

Raka tersenyum getir.

***

"Pagi ma."

"Pagi sayang."

Elka terus saja tersenyum seraya bersenandung, melihatnya Adelia terkekeh.

"Elka senang banget ya? Kok bisa sih?", Tanya Adelia sengaja.

Elka langsung cemberut, "Ih mama, hari ini hari spesial buat Elka! Masa mama ngak ingat?!",

Adelia kembali terkekeh.

Tentu dia ingat, 27 oktober adalah hari kelahiran Elka.

"Ingat apa sih, Elka? Mama ngak ngerti...", Goda Adelia lagi.

Elka mendengus, kemudian berjalan pergi seraya melipat kedua tangannya di dada. Raka yang kebetulan baru saja selesai mandi dan bersiap untuk ke kantor melihat putranya terlihat marah. Menghampirinya, Raka berjongkok di depannya, lalu dengan lembut bertanya : "Elka kenapa? Kenapa mukanya masam begini sih hm...?",

Elka tidak menjawab, justru membuang muka kearah lain, dia masih kesal dengan kejadian satu bulan lalu, ketika Raka dengan sengaja pura-pura untuk menjadi papa luar negerinya.

"Elka---",

"Elka sedang marah, ngak mau bicara sama om!", Serunya sebelum akhirnya berjalan pergi menuju kamarnya di lantai atas, dan untuk Raka, hatinya kembali terasa dihantam batu besar, sakit tentu di rasakannya. Om, bahkan ketika Elka masih di dalam kandungan Adelia dia tidak peduli, tapi sekarang, dipanggil seperti itu oleh putra kandungnya sendiri---ah, inikan kesalahannya dulu.

Adelia yang mengamati interaksi Raka dan Elka sejak dari tadi hanya bisa diam sebelum melangkahkan kakinya berjalan kearah Raka dan menyentuh bahunya dengan pelan dan lembut. Berkata : "Sabar Ka, Elka sedang marah karna aku mengerjainya, dia berulang tahun hari ini, jadi---",

"Dia ulang tahun?", Raka baru menyadari itu---tepatnya baru mengetahuinya. "Kenapa kamu ngak bilang sih? Aku-kan belum beli hadiah!",

Adelia mengeleng, "Kamu sibuk, aku ngak mau ganggu pekerjaan kamu, Ka...",

"Tapi setidaknya kamu bisa beritahu aku, El. Aku bisa siapin kado, ini bisa jadi peluang bagus untuk memperbaiki hubungan kami, kamu egois banget sih?!", Raka, pria itu menyesali perkataannya detik itu juga, dia melihat Adelia yang terdiam dengan mata memerah, dia tau, wanita itu menahan keinginannya dari menangis.

"Sorry.",

Adelia mengeleng, "Tidak, kamu benar ka. Aku egois, aku takut ka, aku takut suatu hari mungkin saja Elka lebih sayang padamu, meninggalkanku sendirian, sementara dia lebih bahagia bersamamu. Aku egois ka, aku egois...",

Raka segera menarik Adelia kedalam dekapannya, wanita itu tertawa dengan miris, sedikit meracau di dalam dekapan Raka, membuat pria itu khawatir.

"Sudah, El. Maafkan aku, maaf...",

***

Malam tiba,

Setelah kejadian tadi pagi, Adelia jatuh pingsan, Raka dengan panik mengendongnya ke kamar. Elka yang mendengar teriakan Raka melirik melalui celah pintu kamarnya dan menemukan Adelia pingsan di pelukan Raka, bergegas, anak laki-laki itu segera berlarian keluar kamar menuju kearah Adelia. Terus-menerus memanggil Adelia, namun tidak ada jawaban.

Dia menangis, ini hari ulang tahunnya, tapi mamanya malah pingsan.

Bad day ever?

"Mama...",

"Elka? Maafkan mama, padahal mama ingin memberikan Elka kejutan, mama pengan ajak Elka membeli kue. Tapi---",

"Ngak apa ma, Elka ngak butuh kue, Elka hanya butuh mama.",

Tes..

Tes..

Tes..

Jangan mengira Adelia yang menangis, justru sebaliknya, itu adalah Raka yang bersembunyi dibalik pintu.

"Kalau papa?", Raka memberanikan diri masuk, melontarkan pertanyaan pada Elka.

Anak laki-laki itu menoleh, diikuti Adelia.

"Elka butuh papa juga, tapi papa lagi diluar, Elka ngak mau merepotkan papa...", Jawab anak kecil itu seraya menatap tajam Raka.

Adelia mengeleng kearah Raka, meminta agar pria itu tidak merasa sedih.

Tapi mau bagaimana lagi?

Dia terlanjur sedih.

"Elka, aku adalah papa kamu. Papa luar negeri yang kamu banggakan, yang kamu kagumi. Aku Elka, Papa-mu...", Raka berlutut, menyesuaikan tingginya dengan Elka.

Anak laki-laki itu tidak menjawab, dan menatap wajah Raka dengan erat.

Ada kerinduan disana, ada juga rasa sayang, namun---dia sangat kecewa karna Raka ternyata berada di dekat mereka selama ini, jangan salah, meski dia baru berumur 5 tahun, namun pemikirannya sudah hampir setara anak remaja, bahkan mungkin orang dewasa.

Dia tau, Raka penah menikah, bukan dengan Adelia.

Elka melihat foto pernikahan Raka dengan seorang wanita, mirip Erika tapi versi dewasa.

Ketika dia suatu hari bertanya pada Erika, gadis kecil itu menjawab bahwa itu adalah mama kandungnya, mama Fika, dan disebelahnya adalah Papanya, Raka.

"Lalu kenapa, kenapa papa ngak pernah pulang? Kenapa mama bilang papa diluar negeri, tapi sebenarnya papa ada di Indonesia, di dekat kami, bahkan memiliki keluarga lain, apakah itu benar, Elka adalah anak tidak sah? Elka hadir karna kesalahan?",

Adelia sudah menangis, mengelengkan kepalanya seraya membujuk Elka.

Raka terdiam, setiap kata yang terlontar dari mulut Elka, memberikannya pukulan yang kuat tepat di dadanya.

"Maaf.",

Tbc.



[COMPLETE] Bayi Kita || Our Baby Where stories live. Discover now